Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Hati-hati, Kejenuhan Bisa Membawa Anda pada Pilihan Berbahaya

3 Agustus 2018   04:28 Diperbarui: 3 Agustus 2018   13:39 834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jembatan gantung Baturraden setahun sebelum runtuh tahun 2006 (radeny.wordpress.com).

Lepas tengah hari sepertinya tidak akan pernah menjadi waktu yang baik untuk mengadakan rapat.

Kami, 12 orang saat itu, hanya hilir mudik dalam kerumunan kata-kata yang tidak ada sari patinya, ngambang. Semakin kuat moderator rapat mengajak fokus, semakin kerap kami menguap. Sampai akhirnya seorang kawan melempar gagasan ke lantai, "Bagaimana kalau kita cari tempat lain saja?" , dan  langsung menjadi opsi pembahasan serius.

Tanpa banyak cincong akhirnya disepakati bahwa kami akan melanjutkan rapat di Baturraden, kurang lebih 13 km ke arah Gunung Slamet dari tempat sekarang. Kami bergerak saat itu juga menggunakan kendaraan umum, dengan semangat pengen cuci mata saja sebenarnya, meskipun tidak kami katakan secara terbuka.

Bukan berarti organisasi ada  dana untuk menyewa gedung yang cukup representatif di Baturraden sana. Kami hanyalah sekumpulan mahasiswa tanggung, -miskin ngga, miskin banget juga ngga- tentu punya cara masuk ke lokasi wisata favorit tesebut. Lewat jalan tikus, yang kami paham sebelah mana.

Cukup ramai di TKP saat itu. Setelah puas jalan-jalan (yang secara tak terkendali menjadi agenda tambahan) segera kami mencari ruang terbuka yang teduh dan agak sepi untuk menuntaskan niatan semula. Sayangnya lokasi untuk outdoor meeting itu tidak kunjung kami temukan.

Setelah melewati kebun binatang mini akhirnya terdesaklah kami menuju ke depan sebuah jembatan gantung. Di seberang sana, tepi hutan, suasana agak sepi pengunjung dan ada banyak pilihan tempat lapang di bawah rerimbunan pohon, mana suka boleh pilih.

Kami pun mendekat ke mulut jembatan kecil tersebut, tertegun. Sebatang kayu dipasang melintang dan papan tulisan terbaca di muka: "Jembatan rusak sedang dalam perbaikan, dilarang (nekat) lewat!"

Jembatan gantung Baturraden setahun sebelum runtuh tahun 2006 (radeny.wordpress.com).
Jembatan gantung Baturraden setahun sebelum runtuh tahun 2006 (radeny.wordpress.com).
Kondisi jembatan memang rapuh. Kami periksa sekilas, alas jembatan berupa susunan papan-papan terlihat lapuk, warnanya kecoklatan agak hitam. Bahkan di beberapa tempat tampak papannya sudah lepas, bolong, walaupun lebarnya kurang dari satu langkah kaki.

Rapat singkat kami gelar dengan pembahasan: apakah kami jadi lewat jembatan gantung yang sudah lapuk itu, ataukah kami balik kanan. Agak tegang suasana. Matahari mulai condong ke barat.

Jika lanjut lewat, maka tersedia cukup waktu menyelesaikan tujuan awal kami ke situ. Sebaliknya, jika balik kanan mengambil jalan memutar, maka kami akan kehabisan tempo  sehingga perjalanan ini menjadi sia-sia.

Sebagian besar dari kami cukup berani untuk tidak mempermasalahkan kondisi  jembatan, toh bisa berpegangan pada pagar besi di kiri kanan jembatan gantung tersebut; ada beberapa yang abstain; dan lebih sedikit yang mengajukan opsi balik kanan. Yang terakhir kalah suara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun