Sebagai lokomotif Orde Baru, Golkar terancam tuntutan-tuntutan pembubaran atau sekurang-kurangnya akan "ditenggelamkan" rakyat seperti ramalan banyak pengamat. Namun ternyata ramalan tersebut tidak pernah terjadi karena hingga kini Golkar baik-baik saja.
Bukan berarti Golkar tenteram adem-ayem di bawah teduh naungan pohon beringin. Perpecahan internal terus-menerus terjadi baik secara frontal maupun dalam manuver-manuver senyap. Elit pemenang naik ke permukaan menguasai wacana arah kebijakan organisasi, sementara elit partai yang kalah akan menyisih atau mendirikan partai baru.
Hingga kini parpol-parpol baru pecahan Golkar bermunculan dan siap berkompetisi di Pemilu 2019. Parpol-parpol tersebut antara lain, Gerindra, PKPI, Demokrat, Nasdem, Hanura, dan terbaru yaitu Partai Berkarya yang menjadi rumah bagi trah cendana.
Terkait dengan Berkarya, partai besutan Tommy Soeharto; Golkar menyatakan bahwa saat ini sudah tidak memiliki sangkut paut lagi dengan keluarga atau keturunan dari "sang patron": H.M Soeharto. Demikian menurut Gandung Pardiman, Ketua Dewan Pembina DPD I Partai Golkar (11/06, viva.co.id).
Walaupun sudah beranak pinak, Golkar sendiri tidak lantas menjadi gurem. Pemilu terakhir tahun 2014 Golkar masih sanggup berada di posisi kedua dengan perolehan suara 14,75 %.
Selanjutnya, PPP.
Walaupun searah setujuan dengan biduk reformasi, PPP sebagai partai ummat Islam religius  menghadapi masalah yang tidak kalah pelik.
Sebagian elit parpol sepakat membuka lapak baru, Partai Kebangkitan Bangsa, yang sama-sama mengincar pemilih loyal yaitu warga NU (Nahdlatul Ulama). Magnet PKB sangat kuat karena pendiri sekaligus motor penggeraknya adalah Gus Dur, darah biru di kalangan Nahdliyin. Bahkan Gus Dur -tanpa harus berkeringat-, sukses menjadi Presiden RI dengan bantuan manuver poros tengah-nya Amien Rais kala itu.
Selain PKB, pesaing PPP terdekat lain di kalangan pemilih muslim taat adalah Partai Amanat Nasional  yang membidik warga Muhammadiyyah, didirikan oleh Amien Rais. Berikutnya, ada Partai Bulan Bintang (PBB) punya Yusril Ihza yang bernostalgia membangkitkan Masyumi baru. Terus juga ada Partai Keadilan (PK, sekarang PKS) yang kadernya rata-rata aktivis rohis kampus, kawan-kawan Fahri Hamzah.
Perolehan suara terakhir PPP di Pemilu 2014 sangat tragis, hanya meraup 6,53 % saja. Artinya, kalah dari anak-anaknya sendiri, PKB (9,04 %), PAN (7,59 %), dan bahkan dari PKS (6,79 %).