Satu yang unik menjelang (kemungkinan) laga rematch Jokowi Vs. Prabowo di Pilpres 2019 adalah bersatunya 3 kekuatan politik peserta pemilu era Orde Baru. Para kontestan pemilu zaman old tersebut adalah PPP, Golkar, dan PDIP (dulu PDI), yang akan bahu membahu memenangkan  Presiden Joko Widodo untuk yang kedua kalinya.
Betapa berdarah-darahnya dahulu persaingan di antara tiga parpol Orde Baru tersebut hingga mungkin tidak ada yang meramalkan saat itu bahwa mereka kelak akan bersatu untuk mewujudkan kepentingan bersama.
Sedikit mengingat perjalanan partai politik sebelum reformasi terjadi di tahun 1998.
Pada zaman Orde Baru, rezim Soeharto dengan Golkar sebagai kendaraan politiknya berhasil mempertahankan kekuasaan selama 3 dekade berturut-turut hingga tahun 1998. PPP dan PDI ketika itu hanya mendapat peran figuran saja sebagai kembang plastik demokrasi. Ada tapi tidak nyata.
Meminjam klasifikasi sosial menurut Clifford Geertz (dengan penyederhanaan sedikit brutal), masing-masing dari ketiga parpol tadi mewakili tiga tipikal kelompok sosial yang ada yaitu kaum santri, priyayi, dan abangan.
Dalam kehidupan sehari-hari, berdasarkan jenis bacaannya, ciri masing-masing kelompok di atas kurang lebih sebagai berikut.
Kaum santri adalah kelompok Islam sarungan yang taat, ngaji-nya kitab kuning di pesantren-pesantren; priyayi yaitu kelompok pegawai negeri dan tentara, bacaannya buku P4 dan GBHN; sisanya masuk kelompok abangan, kemana-mana menenteng buku Bumi Manusia atau fotokopi terjemahan Das Capital.
Pengelompokkan yang lebih popular yaitu berdasarkan 3 warna lampu lalu lintas.
PPP identik dengan warna hijau, konon warna surgawi; Golkar khasnya warna kuning, kental nuansa profan; sedangkan PDI seneng warna merah, melambangkan semangat, seperti banteng ketika diprovokasi matador. Â
Hal inilah yang menjelaskan fenomena kuningisasi yang lumrah ketika Golkar berkuasa, tetapi tidak ada hijau-isasi atau merah-isasi karena baik PPP maupun PDI tidak pernah menang pemilu selama Orde Baru. Penghijauan memang ada, di lereng-lereng gunung dan bukit yang rawan longsor.