Dalam redup remang sosok-sosok berbalut busana hitam itu bergerak pasti ke tengah. Diiringi alunan orkestrasi yang angggun mereka melantunkan "Rasa Sayange" dengan perasaan khidmat dan bangga. Aransemen musik oleh Adi MS yang turut membawa suasana haru dibawakan oleh Orkestra Erwin Gutawa dan pianis Andi Rianto. Penonton yang menikmati sajian kolaboratif itu pun ikut terhanyut.Â
Itulah lagu pembuka mata acara inti Grand Launching Kompas TV dalam Simfoni Semesta Raya di Jakarta Convention Center Jumat malam 09 September 2011.Â
Rasa Sayange jelas bukan suatu pilihan tanpa sebab. Kita masih ingat kegeraman yang meluas ketika beberapa pihak tertentu dari negara manca mengakui lagu ini sebagai produk budaya mereka. Bagi saya tak ayal, ingatan pun melayang pada berbagai artefak, benda seni bersejarah, manuskrip naskah kuno, koleksi museum, hingga pulau yang kini telah lepas dari genggaman Ibu Pertiwi. Dalam historis itulah suasana bangga dan berdaulat seolah lantang berteriak dalam batin: "Rasa Sayange masih Milik Kami!!Â
Kompas TV dan Budaya NusantaraÂ
Sebagai pesan pengantar Launching Kompas TV yang ditayangkan di di 3 layar raksasa, Jakob Oetama selaku pendiri Kompas Group menegaskan bahwa hanya dengan kerja keraslah kita dapat menggali dan kembali memiliki kekayaan budaya kita sendiri.Â
Melalui program-program yang dikemasnya. Â Kompas TV akan menyajikan kekayaan budaya itu kepada pemirsa di seluruh tanah air. Sebut saja permainan dan lagu anak daerah, Kompas TV memiliki program andalan yaitu Kampung Main dan Ensiklopedi Anak Nusantara. Sebagai representasinya, dalam Simfoni Semesta Raya ditampilkan tiga lagu daerah, Yo Prokonco, Cik Cik Periok, dan Sipatokaan. Koreografi anak yang menemani lagu menggambarkan keceriaan anak anak yang bermain di bawah purnama, sementara narasi PM Toh seolah mewakili kekayaan budaya tradisi lisan dongeng dan cerita rakyat Nusantara.Â
Nomor pembuka Simfoni Semesta Raya juga menampilkan suara merdu generasi muda Indonesia, Â Gita Gutawa bersama Musikal Laskar Pelangi.Â
Berita dan Pengetahuan EdukatifÂ
Sebagai anak bungsu dari grup media terbesar di tanah air, Kompas TV menegaskan posisinya di tengah kancah jurnalisme dan dunia perpolitikan kita. Mengusung netralitas sudut pandang, Taufik K Mihardja (Pemimpin Redaksi Kompas TV), Bimo Setiawan (Direktur Pelaksana Kompas TV), Agung Adi Prasetyo (CEO Kompas Gramedia) dan beberapa awak media meyakinkan pemirsa bahwa Kompas TV (tetap) akan menyajikan berita yang terpercaya.Â
Mengingat pengalaman dan sinergi semua lini di Kompas Gramedia Group, tentulah janji ini bukan pepesan kosong semata. Reputasi Kompas yang telah dibangun sejak masa berdirinya terlalu berharga untuk dipertaruhkan demi sajian berita sensasional.Â
Mendampingi program berita, Kompas TV juga akan menayangkan sajian aneka ragam pengetahuan tentang alam Indonesia. Pembawa acara Cahyo Alkananta, sebagai pengantar, memaparkan realitas alam Indonesia yang berada di atas tungku vulkanik aktif. Laporan dari Ekspedisi Cincin Api akan memberikan wawasan kegunungapian.Â
Ekspedisi merupakan salah satu "trade mark" Kompas seteah sebelumnya sukses menggelar beberapa ekspedisi untuk menggali lebih dalam kekayaan Nusantara. Mobil "Teroka" yang menjadi indoor display  dekat pintu masuk tidak luput menjadi perhatian pengunjung sebelum memasuki ruang pagelaran Simfoni Semesta Raya. "Teroka" adalah nama program Kompas TV yang berisi penjelajahan kekayaan alam Indonesia.Â
Mata acara ekspedisi didampingi program serupa antara lain Hidden Paradise (kecantikan pulau-pulau terindah di Nusantara), Exotic Living (kekayaan arsitektural rumah-rumah tradisional), dan Tarung (ragam bela diri tradisional) (Harian Kompas 09 September 2011) Tayangan berita dan edukasi mendapat porsi 60% di Kompas TV.Â
Bagi pemirsa belia Kompas TV juga menayangkan program edukatif antara lain Science is Fun dan Jalan Sesama.Â
"It's (Really) All about Good Music and Inspiring Entertainment!"Â
Tanpa mengurangi kadar pesan-pesan "serius" di muka, Simfoni Semesta Raya tetap menyajikan suguhan musik berkualitas yang inspiratif. Penonton diajak menikmati sajian musik dengan cara pandung baru yang kreatif dan segar. Tengoklah bagaimana trio Andien, Monita, dan Citra yang membawakan lagu-lagu cadas dengan cara jazzy. Alhasil lagu Kehidupan, Berakit Rakit ke Hulu, dan Bang Bang Tut pun dipermak jadi sajian yang tak kalah adu dengan dengan versi aslinya yang ngerock abis.Â
Ketiga lagu tersebut merupakan lagu-lagu andalan God Bless, Jamrud dan Slank pada masanya. Penampilan trio jazzy ini diimbangi oleh penampilan energik dan full power dari Rossa dan Kotak yang membawakan Mahadewi, Terbang, dan Tendangan dari Langit. Sebelumnya, teknik pencahayaan panggung yang mutakhir garapan bersama Mata Elang menyempurnakan penampilan atraktif ST12 dengan Aku Padamu-nya. ST12 berkolaborasi dengan Marusya Nainggolan di piano.Â
Nidji juga tak kalah seru, berkolaborasi dengan Jogja Hip Hop Foundation penmpilan Nidji mendapat sambutan histeris penonton yang berdiri di depan panggung. Setelahnya Ungu dibarengi Andien dan petikan gitar Jubing Kristianto menyajikan kerjasama bermusik yang mengasyikkan. Segmen ini adalah representasi program acara Fanatik Kompas TV, menampilkan band-band papan atas yang memiliki penggemar-penggemar fanatik.Â
Meskipun dapat diperdebatkan, Kompas TV dalam Simfoni Semesta Raya memilih Afgan, Tangga, Judika, dan Bayu Rissa mewakili 10 tahun Terbaik Musik Indonesia di era akhir 90an hingga awal 2000an. Sambutan meriah penonton yang memadati JCC seolah menjadi bukti bahwa pilihan Kompas TV tidaklah meleset.Â
Tak kalah menarik lagi yaitu tampilan Tribute to Iwan Fals yang menampilkan aransemen ulang lagu-lagu cinta Iwan Fals sebagai penghargaan bagi musisi besar tersebut. Lagu Yang Terlupakan, Kumenanti Seorang Kekasih, Aku Bukan Pilihan, dan Mata Indah Bola Pingpong tampil dengan wajah baru ketika dibawakan oleh Nidji, Marcell, Sandhy Sondoro, dan Judika. Selama acara berlangsung, Afgan, Nadine Chandrawinata, Darius dan beberapa yang lain menyambungkan mata-mata rantai sajian bersama pembawa acara kocak Pandji Pragiwaksono.Â
Stand Up Comedy sebagai Komedi AlternatifÂ
Genre yang relatif masih baru dalam dunia "lawak" di Indonesia diulas Indro Warkop, itulah Stand Up Comedy! Dunia komedi televisi kita yang penuh dengan banyolan vulgar dan slapstick seolah mendapat energi baru. Raditya Dika pun menyajikan nomor perkenalan bersama Pandji Pragiwaksono. Tema-tema sederhana dalam keseharian diolah dan dipoles secara kocak. Tema seperti poligami, pocong, hingga iklan shampo mereka garap dengan jenaka hingga berhasil mengundang tawa penonton.
***
Demikianlah Simfoni Semesta Raya yang semoga menjadi penanda babak baru dunia pertelevisian Indonesia. Gagasan-gagasan besar yang dilontarkan selama tiga jam tersebut tentu akan menjadi mata air penyejuk untuk jiwa-jiwa anak negeri yang tiada lelah mencari ke-Indonesia-an sejati. Sebagaimana yang dilontarkan Pandji, Indonesia yang dicari bukanlah Indonesia yang satu dalam keseragaman, melainkan Indonesia yang bersatu, memadukan seluruh elemen bangsa. Mungkin akan lebih baik jika nama-nama program pun lebih mengutamakan Bahasa Indonesia  sebagai penambah nilai edukatif.
Selamat Datang Kompas TV! Semoga sukses membawakan kembali makna dari keanekaragaman budaya Nusantara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H