Mohon tunggu...
Agung Santoso
Agung Santoso Mohon Tunggu... -

Koordinator Mutu Klinis di Unit Penjaminan Mutu RSUD Wangaya Kota Denpasar, sekaligus sebagai mahasiswa program Magister Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Mempunyai perhatian dalam bidang mutu pelayanan rumah sakit, keselamatan pasien dan manajemen risiko klinis rumah sakit.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Akreditasi Rumah Sakit: Kepentingan Rumah Sakit atau Masyarakat?

9 Juni 2016   08:05 Diperbarui: 9 Juni 2016   09:59 13611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sertifikat Akreditasi yang dikeluarkan oleh KARS

Kebijakan Akreditasi Rumah Sakit

Akreditasi rumah sakit adalah pengakuan terhadap rumah sakit yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh menteri kesehatan, setelah dinilai bahwa rumah sakit itu memenuhi standar pelayanan rumah sakit yang berlaku untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit secara berkesinambungan (Permenkes No.12 tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit). 

Rumah sakit wajib melakukan akreditasi dalam upayanya meningkatkan mutu pelayanan secara berkala setiap 3 (tiga) tahun sekali. Hal ini tercantum dalam undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pasal 40 ayat 1, menyatakan bahwa, dalam upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali. Akreditasi wajib bagi semua rumah sakit baik rumah sakit publik/pemerintah maupun rumah sakit privat/swasta/BUMN.

Data dari KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit) pada tahun 2015 tercatat baru 284 rumah sakit yang terakreditasi secara nasional dari 2.415 rumah sakit yang terdaftar di Indonesia. Jumlah rumah sakit yang belum terakreditasi yaitu 2.131 rumah sakit sehingga secara proporsi baru 11,75% rumah sakit yang terakreditasi di Indonesia. Oleh karena itu, komitmen dari pimpinan dan dukungan dari seluruh SDM yang ada di rumah sakit juga memiliki peran penting dalam mencapai keberhasilan. Pencapaian target akreditasi bukan hal yang mudah untuk dilakukan tanpa adanya komitmen dari pemilik rumah sakit untuk diakreditasi.

Saat ini banyak pimpinan rumah sakit yang menganggap bahwa akreditasi sekedar pencapaian status kelulusan rumah sakit dan meningkatkan “gengsi” rumah sakit ketika mendapat sertifikat akreditasi sehingga seringkali mengabaikan proses dalam mencapai kelulusan, yang artinya pemeliharaan budaya mutu dan keselamatan pasien secara berkelanjutan seringkali terabaikan. Hal tersebut tentunya merugikan masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan, yang secara umum masih belum mengetahui makna dari akreditasi rumah sakit.

Sampai saat ini mungkin rumah sakit yang tidak terakreditasi tidaklah menjadi keresahan bagi masyarakat, hanya ada beberapa yang pernah mempersoalkan, mempertanyakan, dan menggugatnya. Tentunya masyarakat kita saat ini dalam memilih rumah sakit tidak terlalu mempersoalkan apakah rumah sakit tersebut telah lulus paripurna atau masih lulus dasar. Hal tersebut terjadi karena edukasi dan sosialisasi tentang akreditasi rumah sakit kepada masyarakat pengguna jasa pelayanan kesehatan belum banyak dilakukan.

Sekalipun Kementerian Kesehatan melalui lembaga independen KARS mengakui prestasi rumah sakit dalam bentuk sertifikasi akreditasi mulai tingkat Perdana sampai tingkat Paripurna, hal tersebut belum seluruhnya menjamin bahwa asesmen terhadap seluruh aspek dan standar dalam rumah sakit digunakan sebagai acuan bagi masyarakat dalam memilih layanan kesehatan yang diinginkan. Sungguh ironi bahwa masih ada rumah sakit yang tidak terlalu mempersoalkan budaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Hal tersebut karena masyarakat juga cuek dan tak mempersoalkan apakah rumah sakit yang akan dikunjunginya terakreditasi atau tidak. Padahal, hal tersebut menjadi kewajiban masyarakat sebagai kontrol terhadap manajemen dan pelayanan rumah sakit.

Kritik terhadap Kebijakan

Kebijakan tentang akreditasi rumah sakit tercantum dalam Permenkes nomor 12 tahun 2012, dalam peraturan tersebut menyebutkan bahwa akreditasi rumah sakit adalah suatu pengakuan yang diberikan oleh pemerintah pada manajemen rumah sakit, karena telah memenuhi standar yang ditetapkan. Adapun tujuan akreditasi rumah sakit adalah meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang mengutamakan keselamatan pasien. Kebijakan akreditasi rumah sakit tersebut merupakan turunan Undang-undang nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit.

Diharapkan melalui proses akreditasi rumah sakit dapat (1) Meningkatkan kepercayaan masyarakat bahwa rumah sakit menitikberatkan, sasarannya pada keselamatan pasien dan mutu pelayanan, (2) Menyediakan lingkungan kerja yang aman dan efisien sehingga staf merasa puas, (3) Mendengarkan pasien dan keluarga mereka, menghormati hak-hak mereka, dan melibatkan mereka sebagai mitra dalam proses pelayanan, (4) Menciptakan budaya mau belajar dari laporan insiden keselamatan pasien, (5). Membangun kepemimpinan yang mengutamakan kerja sama, kepemimpinan ini menetapkan prioritas untuk dan demi terciptanya kepemimpinan yang berkelanjutan untuk meraih kualitas dan keselamatan pasien pada semua tingkatan.

Makna akreditasi rumah sakit lebih sering diartikan sebagai kepentingan rumah sakit itu sendiri, sementara maknanya bagi masyarakat justru "tenggelam". Hal ini tentunya menjadi sebuah ironi ketika banyak rumah sakit berlomba-lomba mencapai kelulusan akreditasi dengan mengikuti berbagai pelatihan, seminar, dan bimbingan teknis terkait, akan tetapi masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan masih sedikit yang memahami arti dari makna sertifikasi kelulusan akreditasi rumah sakit. Saat ini masyarakat patut mengetahui pentingnya arti akreditasi bagi mereka.

Memang dalam beberapa kasus, hal ini lebih disebabkan masyarakat juga "tidak mau tahu" dalam masalah ini. Tapi satu hal yang pasti, aspek publik kelihatannya belum banyak dilibatkan. Mungkin sebagian besar masyarakat mempunyai pemikiran bahwa tujuan penting dalam menggunakan jasa pelayanan di rumah sakit adalah dilayani dengan baik, tidak mengecewakan mereka dan keluarga yang dirawat menjadi sembuh. Tentunya pemahaman masyarakat yang semacam itu tidak sepenuhnya salah. Karena salah satu tujuan akreditasi adalah untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, dengan salah satu aspeknya adalah kepuasan konsumen. Namun, bila kita kaji secara mendalam, ternyata akreditasi mempunyai makna yang lebih luas.

Bagi rumah sakit, program akreditasi adalah instrumen yang valid untuk mengetahui sejauh mana pelayanan di rumah sakit tersebut memenuhi standar yang berlaku secara nasional. Status terakreditasi juga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat atas layanan di rumah sakit dan sebagai alat pencegahan terjadinya kasus malpraktik, Karena dalam melaksanakan tugasnya, tenaga di rumah sakit telah memilki Standar Prosedur Operasional (SPO) yang jelas. Dengan kata lain, akreditasi bagi rumah sakit adalah bentuk pertanggungjawaban (accountability) dan perlindungan kepada masyarakat sebagai pengguna jasanya.

Bagi masyarakat, akreditasi dapat bermakna sebagai alat bantu yang shahih dalam menentukan pilihan tempat pelayanan kesehatan yang baik. Rumah sakit yang telah terakreditasi tentu saja merupakan pilihan yang tepat dan lebih bijaksana karena rumah sakit tersebut telah memenuhi standar pelayanan yang berlaku, mulai dari tenaganya, peralatan medis, hingga fasilitas penunjang lainnya. Harapannya masyarakat lebih merasa "aman" mendapat pelayanan di rumah sakit yang sudah terakreditasi daripada yang belum terakreditasi.

Melihat kepentingan akreditasi rumah sakit bagi kepentingan publik tersebut, sudah sepantasnya harus dilakukan dengan konsisten. Sehingga pimpinan rumah sakit sudah sepatutnya melaksanakan keseluruhan proses akreditasi dengan sungguh-sungguh dengan tujuan untuk meningkatkan mutu dan keselamatan pengguna jasa pelayanan di rumah sakit. Dengan demikian, tidak lagi kelulusan akreditasi dianggap sebagai sekedar “sertifikat” semata, akan tetapi sebagai sebuah proses berkelanjutan tanpa henti dalam meningkatkan tata kelola pelayanan kesehatan yang bermutu bagi masyarakat demi mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

Program PMKP wajib dilaksanakan di RS sebagai salah satu standar dalam Akreditasi RS
Program PMKP wajib dilaksanakan di RS sebagai salah satu standar dalam Akreditasi RS
Rekomendasi

Permenkes nomor 12 tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit menegaskan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mendukung, memotivasi, mendorong dan memperlancar proses pelaksanaan akreditasi untuk semua rumah sakit, dan dapat memberikan bantuan pembiayaan kepada rumah sakit untuk proses akreditasi. Peran pemerintah untuk mengawal pelaksanaan suatu kebijakan sangat diharapkan namun tetap harus didukung oleh semua pihak yang terkait termasuk pimpinan rumah sakit. Komitmen dari pimpinan dan dukungan dari seluruh SDM yang ada rumah sakit juga memiliki peran penting dalam mencapai keberhasilan.

Rumah sakit harus menjadikan akreditasi sebagai acuan utama dalam seluruh pembenahan dan perbaikan yang dilakukan. Sehingga akreditasi rumah sakit selain sebagai upaya pemenuhan persyaratan operasional pelayanan menurut undang-undang nomor 44 tahun 2009 juga merupakan sarana pembenahan dan perbaikan terhadap tata kelola organisasi dan pelayanan yang telah dilakukan selama ini. Seluruh komponen rumah sakit harus memiliki pemahaman yang sama tentang akreditasi dan urgensinya sehingga dapat berperan optimal sesuai dengan posisi dan kompetensinya.

Akreditasi rumah sakit versi tahun 2012 memiliki fokus utama pada pasien dengan outcome berupa pelayanan yang bermutu dan berorientasi pada keselamatan pasien. oleh karena itu output yang harus direalisasikan oleh institusi rumah sakit adalah terbentuknya sistem manajemen rumah sakit yang sehat dan sistem pelayanan yang baik. Diharapkan melalui pembenahan dan perbaikan sistem pelayanan menjadikannya lebih efektif efisien, dengan indeks kepuasan masyarakat yang tinggi. Sehingga dalam merealisasikan kedua hal tersebut unsur manajemen (struktural) dan pelayanan harus saling mendukung dan menopang dalam kegiatan pelayanan di organisasi rumah sakit.

Oleh sebab itu, edukasi dan sosialisasi tentang kebijakan akreditasi rumah sakit tidak hanya penting untuk diketahui dan disosialisasikan kepada institusi rumah sakit sebagai pelaksana, tetapi penting juga bagi masyarakat umum sebagai penerima dampak dari pelayanan kesehatan untuk mengetahui dan memahami seluruh hal tentang akreditasi rumah sakit. Sehingga mampu menciptakan mekanisme kontrol sosial untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan secara berkesinambungan, dan kalimat “terakreditasi KARS” pada sertifikat akreditasi tidak hanya sekedar menjadi status dan slogan semata.

Dalam menciptakan kontrol sosial yang efektif terhadap pelayanan kesehatan terutama di rumah sakit, serta mendukung kegiatan akreditasi rumah sakit, maka berikut ini adalah beberapa program yang dapat dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan dan KARS dalam memberikan pendidikan kepada masyarakat tentang akreditasi rumah sakit, antara lain :

  1. Melaksanakan sosialisasi tentang akreditasi rumah sakit kepada masyarakat melalui media cetak dan elektronik, seperti poster, iklan, website, dan sebagainya.
  2. Mengintegrasikan edukasi tentang akreditasi rumah sakit dalam program promosi kesehatan masyarakat di tingkat dinas kesehatan, fasilitas kesehatan tingkat pertama, yaitu pusat kesehatan rumah sakit (Puskesmas), serta fasilitas kesehatan.
  3. Mengintegrasikan edukasi tentang akreditasi rumah sakit dalam program promosi kesehatan rumah sakit, serta melibatkan masyarakat dalam kegiatan dan proses akreditasi rumah sakit.
  4. Mewajibkan seluruh rumah sakit yang telah lulus akreditasi untuk memasang status akreditasinya secara jelas pada area depan rumah sakit, sehingga mudah dilihat oleh masyarakat.

Referensi

  1. Ayuningtyas, Dumilah. (2014). Kebijakan Kesehatan Prinsip dan Praktik. Jakarta : Rajawali Pers.
  2. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 428 Tahun 2012 tentang Penetapan Lembaga Independen Pelaksanaan Akreditasi Rumah Sakit di Indonesia
  3. Komisi Akreditasi Rumah Sakit. (2012). Instrumen akreditasi rumah sakit standar akreditasi rumah sakit versi 2012. Jakarta : Komisi Akreditasi Rumah Sakit.
  4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit
  5. Undang – Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun