Negara berkembang rata rata memiliki permasalahan yang serupa, seperti permasalahan ekonomi, hukum, dan pendidikan. Masing masing negara memiliki cara berbeda dalam penanganan permasalahan tersebut dalam bentuk kebijakannya, tujuannya yaitu untuk menjalankan kebijakan yang paling efektif dalam mengatasi masalah sehingga negara tersebut menjadi negara yang lebih baik dan maju.
Terdapat banyak faktor yang menjadi indikator kemajuan bangsa, diantaranya tingkat pendapatan perkapita (purchasing power parity), tingkat pertumbuhan ekonomi, ketersediaan modal, laju pertumbuhan penduduk, tingkat pengangguran, kemajuan teknologi, ataupun tingkat pendidikan. Kita bisa melihat kemajuan suatu bangsa dari aspek tersebut.
Kemajuan suatu bangsa juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah dalam berbagai bidang, terutama kebijakan bidang ekonomi dan pendidikan. Di Indonesia sendiri telah terdapat beberapa kebijakan diantantarnya Millennium Development Goals (MDGs) untuk pengentasan kemiskinan. Namun jika pemerintah Indonesia mampu melakukan lebih banyak inovasi dalam kebijakannya maka hasil yang diperoleh dapat lebih baik, misalnya kebijakan dalam tata kelola sumberdaya alam. Jika pengelolaan sumberdaya alam dengan didukung kebijakan yang tepat, tentu mampu memberikan kotribusi lebih baik pada kekuatan sektor ekonomi, karena Indonesia memiliki keunggulan sumber daya alam. Jika kita melihat negara luar yang serupa dalam keunggulan sumber daya alamnya dan mampu mengelola dengan dukungan kebijkan yang tepat, maka kemajuan yang dialami sedemikian pesat. Negara Arab Saudi misalnya, meskipun dalam beberapa indikator kemajuan bangsa tidak begitu menonjol, namun banyak hal yang bisa dipelajari terkait kebijakan pemerintah terkait tata kelola dan keberpihakan kepada nasionalisme yang telah menghasilkan keuntungan besar bagi bangsanya.
Pada 2013, Dewan Kementerian Arab Saudi dilaporkan telah menyetujui anggaran belanja negara 2013, sebesar USD218,7 miliar. Hal ini menyusul rekor pendapatan negara yang mencapai USD221 miliar atau sekitar Rp2.137 triliun (sindonews.com). Jika melihat kriteria bank dunia terkait kriteria kemajuan negara berdasarkan pendapatan perkapita, kriteria pendapatan perkapita tinggi yaitu di atas 10, 726, maka arab saudi sudah melampaui kriteria itu dengan tingkat pendapatan perkapita atau purchasing power parity 2011 sebesar 24,000 USD, sementara Indonesia di tahun yang sama hanya 4,700 USD. Tingkat pertumbuhan produksi industri arab saudi mencapai 8,4% sementara indonesia sebesar 4,1%.
Aspek kemajuan industri tersebut tidak hanya dinikmati oleh investor asing, namun pemerintah saudi memastikan masyarakat juga menjadi bagian yang menikmati hasil kesuksesan kemajuan industri di arab saudi. Pemerintah kerajaan arab saudi melakukan nasionalisasi terhadap industri sektor swasta melalui kebijakan Nitaqat.
Inovasi kebijakan Nitaqat Pemerintah Arab Saudi
Kebijakan Nitaqat merupakan kebijakan yang memberikan insentif untuk nasionalisasi sektor privat/swasta. Kebijakan ini merupakan solusi pemerintah atas permasalahan pengangguran tenaga kerja di saudi, dan dominasi tenaga asing dalam sektor privat dengan rasio 9 dari 10 tenaga kerja di sektor swasta diduduki oleh tenaga asing. Tujuan kebijakan ini yaitu menciptakan 1,12 juta lapangan kerja bagi warga negara saudi pada 2014 atau 92% lapangan kerja baru yang tercipta.
Pada kebijakan Nitaqat, perusahaan akan diberi label biru (premium), hijau, kuning, atau merah tergantung dari proporsi pekerja saudi di perusahan tersebut. Label biru memiliki benefit terbesar bagi perusahaan, dan memiliki proporsi pekerja lokal saudi terbesar (lebih dari 30%). Benefit tersebut yaitu kemudahan dalam visa, rekruitasi tenaga kerja, dapat merubah profesi pekerjanya, dan dapat merekruit pegawai perusahan yang berkategori merah. Kategori hijau dengan nasionalisasi lebih dari 20%, label kuning lebih dari 10%, sementara label merah yaitu kurang dari 10%. Dengan kriteria ini maka berlaku sistem insentif bagi perusahaan yang memenuhi kriteria, terutama yang memiliki kriteria biru, dan terdapat penalti bagi perusahaan yang berlabel merah. Pegawai yang direkruit tadi dilaporkan ke departemen tenaga kerja dan departemen tenaga kerja memberikan subsidi gaji pegawai tersebut pada tahun pertama. Dengan kebijakan ini tentu sektor swasta dapat menyerap tenaga kerja nasional lebih banyak, terutama pada sektor perbankan, media, asuransi, dan sekolah publik.
Bagaimana di Indonesia? Di indonesia belum terdapat kebijakan seperti itu, Indonesia baru mendapatkan benefit dari kerjasama pengelolaan tambang dan mempertahankan agar hasil tambang memberikan manfaat optimal bagi bangsa. Indonesia akhir akhir ini menetapkan kebijakan perlindungan terhadap bahan mentah hasil tambang mineral dan batu bara. Seperti kita ketahui sebelum kebijakan larangan ekpor bahan mentah, perusahaan asing dapat mengekspor bahan mentah, kemudian di olah di luar negeri dan hasil olah dijual kembali. Tentunya dengan skema ini pihak asing yang memperoleh keuntungan, karena bahan mentah yang diolah diluar tersebut kemudian masuk kembali ke Indonesia dengan harga yang mahal. Jika saja Indonesia mampu lebih banyak merumuskan kebijakan semacam ini, atau seperti kebijakan Nitaqat arab saudi, tentunya tingkat kesejahteraan tenaga kerja indonesia akan meningkat dan semakin menekan angka pengangguran, dan mensolusikan permasalahan lain yang ada di Indonesia
Permasalahan dan Kebijakan Pendidikan
Permasalahan lain yaitu terkait pendidikan. Pada pasal 31 UUD 1945 dinyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, dan pada ayat 2 dinyatakan setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Pemerintah membuat program wajib belajar 9 tahun pendidikan dasar, namun tingkat angka partisipasi sekolah tingkat SMP/sederajat yang termasuk dalam program wajib belajar, tingkat partisipasinya belum mencapai 100%, masih ada 2,3 juta anak usia 7-15 tahun yang tidak sekolah dan propinsi jawa barat, jawa tengah, dan jawa timur dimana terdapat sebagian besar penduduk Indonesia, terdapat 42% angka putus sekolah yang sebagian besarnya disebabkan oleh ketidakmampuan secara ekonomi. Separuh dari penduduk Indonesia tidak punya lebih dari 1,75 USD per hari untuk hidup yang artinya sangat dekat dengan garis kemiskinan, sementara kemiskinan anak juga dialami oleh 44,4 juta anak atau lebih dari 50% anak di Indonesia (Laporan tahunan UNICEF, 2012). Meskipun demikian tingkat kemiskinan sudah mengalami penurunan sebesar 4% dalam lima tahun terakhir yaitu sebesar 11,3% pada Maret 2013 yang diantaranya merupakan hasil dari kebijakan Millennium Development Goals (MDGs) yang mengalokasikan budget sebesar 99,3 Triliun untuk program pengentasan kemiskinan pada tahun 2012. Target pemerintah Indonesia di 2015 tingkat kemiskinan menurun hingga di angka 7,55%, yang tentunya diharapkan dapat berkorelasi dengan penurunan permasalahan pendidikan.
Jika melihat angka partisipasi pendidikan dasar arab saudi, telah terjadi peningkatan dari 82% pada tahun 1990 ke 106% pada 2010. Hal ini merupakan dukungan dari kesuksesan implementasi kebijakan arab saudi di bidang pendidikan, bukan hanya menjamin akses pendidikan dengan pendidikan gratis pada seluruh tingkatan tapi juga peningkatan mutu pendidikannya serta membangun kesadaran masyarakatnya melalui kurikulum pendidikan dan keterlibatan orang tua dalam pengawasan pendidikan siswanya. Pada tingkat pendidikan tinggi pemerintah arab saudi juga memberikan beasiswa bagi mahasiswa sebesar 900 SR, dan membangun banyak universitas untuk peningkatan akses pendidikan tinggi.
Dapat disimpulkan bahwa keberhasilan ekonomi di arab saudi melalui inovasi kebijakannya membawa dampak pada peningkatan kualitas pendidikan disamping faktor kebijakan dalam bidang pendidikan itu sendiri. Dalam kasus Indonesia tentu juga terdapat korelasi antara inovasi kebijakan dalam bidang ekonomi dengan peningkatan kualitas pendidikan, semakin besar pendapatan negara, semakin besar kemampuan negara dalam mengentaskan kemiskinan dan menyelesaikan persoalan pendidikan, tentunya dengan didukung juga oleh inovasi-inovasi kebijakan di bidang pendidikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H