Mohon tunggu...
Agung Restu Laksono
Agung Restu Laksono Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hallo saya Agung merupakan mahasiswa studi Hubungan Internasional yang memiliki keterkaitan tersendiri sejak SMA dalam bidang kepenulisan. Selama masa Sekolah Menengah saya dan rekan-rekan saya telah sempat mempublikasikan 2 majalah mini, yang dimana hal ini menjadi langkah awal dari diri saya dalam menyelami bidang Kepenulisan Ilmiah.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menelusuri Jejak Merkantilisme: Studi Kasus Dominasi Inggris dan Ekonomi Kolonial di Asia Tenggara

8 Maret 2024   09:55 Diperbarui: 8 Maret 2024   19:20 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hidayatullah.com/ Rofi' Munawwar Photos

Bentuk selanjutnya dari Ide dasar Merkantilisme ialah mengekspor produk jadi dari Mouther Country atau Negara Induk ke negara koloni. Ide dasar ini memberi gambaran tentang strategi ekonomi yang lebih maju dan kompleks, di mana negara induk mengoptimalkan produksi dan pemasaran produk jadi mereka ke negara koloni. Dengan mengirimkan produk yang telah melalui proses tambahan di negara induk, seperti pengolahan atau manufaktur lanjutan, negara induk dapat menambah nilai produk dan meningkatkan daya tariknya di pasar koloni. Tujuan utamanya adalah untuk menciptakan permintaan yang stabil dan berkelanjutan bagi produk-produk manufaktur negara induk di wilayah koloni, yang pada gilirannya akan meningkatkan ekspor dan pendapatan negara induk. Namun, konsekuensinya adalah koloni sering kali menjadi pasar yang pasif, kurang berkembang, dan tergantung pada produk impor dari negara induk, yang dapat menghambat pertumbuhan industri lokal dan mendorong ketergantungan ekonomi yang berkelanjutan.

Ide dasar teori Merkantilisme selanjutnya, yaitu yang kelima sekaligus terakhir ialah  kesejahteraan ekonomi harus diukur melalui keuntungan yang diperoleh secara eksklusif oleh negara induk, atau yang dikenal sebagai "Mouther Country". Pendekatan ini menyoroti pentingnya terciptanya surplus perdagangan yang berkelanjutan, di mana nilai ekspor negara induk secara konsisten melebihi nilai impornya. Dalam pandangan ini, kepentingan ekonomi negara induk ditempatkan sebagai prioritas utama, dengan keyakinan bahwa kemakmuran nasional hanya dapat tercapai melalui akumulasi kekayaan yang berkelanjutan dan berkelanjutan pula. Namun, dalam mengedepankan kepentingan tersebut, seringkali terabaikan dampak sosial, ekonomi, dan politik yang mungkin ditimbulkan terhadap negara-negara lain (negara koloni), terutama yang berada di luar lingkaran keuntungan ekonomi utama.

Berdasarkan kelima ide dasar ini, maka dapat ditarik benang merahnya bahwa walaupun terjadi evolusi dalam pandangan ekonomi dari waktu ke waktu, prinsip-prinsip Merkantilisme tetap memberikan wawasan yang berharga tentang cara negara-negara pada masa lalu dalam memandang perdagangan dan kemakmuran ekonomi. Meskipun telah lama menjadi bagian dari sejarah ekonomi, prinsip-prinsip yang ada dalam Teori Merkantilisme ini masih tetap relevan dalam konteks modern saat ini, terutama dalam memahami dinamika perdagangan Internasional dan bagaimana kepentingan ekonomi nasional masih menjadi prioritas bagi banyak negara.

Contoh Bentuk Kasus Yang Relevan dengan Teori Merkantilisme 

Salah satu contoh kasus yang relevan apabila dikaji menggunakan teori Merkantilisme ini adalah dominasi Inggris sebagai Mouther Country bagi beberapa negara di Asia, termasuk Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam. Sebagai negara kolonial, Inggris secara sistematis mengontrol perdagangan, membangun infrastruktur ekonomi, dan mengatur aliran sumber daya alam dari koloni-koloni tersebut. Contohnya yang pertama ialah di Negeri Jiran atau Malaysia. Di Malaysia, dominasi Inggris sebagai Mouther Country tercermin dalam kontrolnya terhadap perdagangan hasil pertanian seperti karet dan timah, sementara sebaliknya, ekspor barang-barang manufaktur dari Inggris ke Malaysia melalui kebijakan yang menguntungkan negara induk. Koloni di Malaysia tidak hanya menjadi sumber bahan mentah yang dieksploitasi oleh Inggris, tetapi juga pasar yang menguntungkan bagi produk-produk manufaktur Inggris.

Melalui praktik ini, Inggris memperoleh neraca perdagangan yang menguntungkan dan memperkuat posisinya sebagai negara kolonial yang mengendalikan ekonomi Malaysia. Hal ini menghasilkan konflik struktural yang termanifestasi dalam ketidaksetaraan ekonomi antara negara induk dan koloni, di mana keuntungan yang diperoleh Inggris jauh lebih besar daripada keuntungan yang dinikmati oleh masyarakat lokal. Selain itu, kontrol penuh atas perdagangan dan eksploitasi sumber daya alam merupakan bentuk eksploitasi yang menjadi sumber ketegangan sosial dan ekonomi antara kelas pekerja lokal dan pemilik modal asing. Dalam konteks ini, terjadinya konflik sosial antara kelas pekerja lokal yang dieksploitasi dan penguasa kolonial yang mendominasi perdagangan dan sumber daya alam menjadi cerminan dari teori konflik dalam konteks ekspansi kolonialisme dan dominasi ekonomi.

Selain Malaysia hal serupa juga terjadi di Singapura, di mana Inggris menjadikan negara kecil itu sebagai basis perdagangan yang strategis oleh Inggris, Inggris menggunakan Singapura sebagai pusat distribusi bagi produk-produknya ke wilayah Asia Tenggara, sementara sebaliknya, ekspor bahan mentah dan sumber daya dari wilayah kolonial kembali ke Inggris untuk diproses lebih lanjut. Melalui kontrol terhadap perdagangan, Inggris memastikan bahwa neraca perdagangan selalu menguntungkan negara induknya, sementara koloni seperti Singapura diposisikan sebagai pasar yang menguntungkan bagi barang-barang manufaktur Inggris. Hal ini menciptakan ketidaksetaraan ekonomi antara negara induk dan koloni, di mana keuntungan yang diperoleh Inggris jauh lebih besar daripada yang dinikmati oleh penduduk setempat.

Selanjutnya, selain kedua negara tersebut Brunei Darussalam juga mengalami pengaruh serupa. Di Brunei Darussalam, praktik kolonialisme Inggris tercermin dalam dominasinya sebagai Mouther Country yang mengendalikan perdagangan sumber daya alam, terutama minyak bumi dan gas alam. Inggris memanfaatkan sumber daya alam Brunei serta mengatur aliran ekspor bahan mentah dan sumber daya ke negara induknya untuk diproses lebih lanjut. Selain itu, Brunei Darussalam juga menjadi pasar untuk produk-produk manufaktur yang diekspor dari Inggris. Secara keseluruhan, praktik ekonomi Inggris di Brunei Darussalam mencerminkan prinsip-prinsip Merkantilisme dengan mengutamakan keuntungan ekonomi bagi negara induknya.

Itulah ketiga contoh kasus dalam teori Merkantilisme yang mengilustrasikan bagaimana Mother Country, seperti Inggris, menerapkan prinsip-prinsip ekonomi ini dalam mengelola koloninya di Asia. Mulai dari dominasi perdagangan yang meliputi pengendalian aliran barang bahkan hingga pemanfaatan sumber daya alam secara eksploitatif.

 

Sumber:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun