Ia juga pernah sekamar dengan KH Hasyim Asy’ari (pendiri NU) ketika beguru kepada KH Sholeh Darat di Semarang. Berarti juga Ahmad Dahlan, Hasyim Asy’ari, dan RA Kartini satu guru satu ilmu yaitu KH Sholeh Darat. Berarti gerakan Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama dan Gerakan Feminis berasal dari satu guru.
Sebagaimana gerakan Islam, Nasionalis, dan Komunis berasal dari satu guru yaitu HOS Tjokroaminoto. Ketika berumur 21 tahun (1890), KH Ahmad Dahlan pergi ke tanah suci Mekkah untuk naik haji dan menuntut ilmu di sana. Ia belajar selama setahun. Salah seorang gurunya adalah Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawi.
Dahlan satu guru satu ilmu lagi dengan KH Hasyim Asy’ari (pendiri NU). Ia juga satu guru dengan Haji Abdul Karim Amrullah (ayah Buya Hamka) dan Syekh Muhammad Djamil Djambek. Kedua orang ini adalah pendiri gerakan “Kaoem Moeda” di Sumatra Barat. Haji Agus Salim juga berguru pada Syekh Ahmad Khatib. Agus Salim nantinya menjadi wakil ketua Sarekat Islam dan Pembina Jong Islamieten Bond. Jadi seluruh gerakan Islam di Indonesia yang menjadi mainstream sumbernya satu yaitu Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawi yang menjadi Imam Masjidil Haram di Mekkah.
Dari Ahmad Khatib inilah Dahlan berkenalan dengan pemikiran trio pembaharu dan Reformis Islam dari Timur Tengah yaitu Sayid Jamaluddin Al Afghani, Syekh Muhammad Abduh, dan Syekh Muhammad Rasyid Ridha.
Akhirnya Dahlan membawa gerakan Reformasi ini ke Indonesia. Dahlan mulai mengintrodusir cita-cita reformasinya itu mulanya dengan mencoba mengubah arah kiblat di Masjid Sultan di Keraton Yogyakarta ke arah yang sebenarnya yaitu Barat Laut (sebelumnya ke Barat). Dahlan juga memperbaiki kondisi higienis di daerah Kauman bersama kawan-kawannya.
Perubahan-perubahan ini, walaupun bagi kita sekarang sangat kecil artinya, memperlihatkan kesadaran Dahlan tentang perlunya membuang kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik dan yang menurut pendapatnya memang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Jadi ia ingin membersihkan Islam dan umat Islam baik secara fisik (dengan membuat higienis kampungnya) maupun mental spiritual (dengan memberantas tradisi yang bercampur dengan ajaran Hindu, Budha, Animisme, Dinamisme, dan kebatinan).
Ahmad Dahlan berhasil membangun mushala yang tepat mengarah ke kiblat. Tapi ia gagal dalam mengubah posisi kiblat di masjid Sultan di Yogyakarta. Ia kecewa dan ingin meninggalkan kota kelahirannya tersebut. Tetapi salah seorang keluarganya menghalangi maksudnya itu dengan membangun sebuah langgar (mushala) yang lain, dengan jaminan bahwa ia dapat mengajarkan dan mempraktekkan ajaran agama dan keyakinannya berdasarkan interpretasinya di sana.
Dalam tahun 1909, ia masuk Boedi Oetomo dengan maksud mengajarkan agama kepada para anggotanya. Pelajaran-pelajaran yang diberikan Dahlan kelihatannya memenuhi harapan dan keperluan anggota-anggota Boedi Oetomo tadi. Sebagai bukti, mereka menyarankan agar Dahlan membuka sekolah sendiri yang diatur dengan rapi dan didukung oleh organisasi yang bersifat permanen untuk menghindarkan nasib seperti pesantren tradisional yang terpaksa ditutup bila kyai yang bersangkutan meninggal dunia.
Dahlan menuruti saran itu. Ia mendirikan Muhammadiyah dan keluar dari Boedi Oetomo. Demikianlah kisah K.H. Ahmad Dahlan dan awal mula berdirinya organisasi yang nantinya menjadi organisasi massa Islam terbesar di Indonesia bahkan di dunia. Semoga bisa menjadi pelajaran berharga. Wallahu A’lam Bish Shawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H