Mohon tunggu...
Agung Abu.Hikam.DASS.FAST
Agung Abu.Hikam.DASS.FAST Mohon Tunggu... -

Orang bodoh yang tak kunjung pintar, bisanya hanya membanggakan nusantara lama.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Sedekah dan Riba

12 April 2015   09:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:13 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. ( Al Baqoroh, 275)

Sistem keuangan dunia prinsipnya adalah ada dua yaitu nafkah atau sedekah dan yang satunya riba. Nafkah atau sedekah adalah pemberian tulus dari yang mampu kepada yang butuh tanpa mengharap imbalan dari mereka sedangkan Riba adalah mengambil kelebihan di atas modal yang butuh dengan mengeksploitasi kebutuhannya. Persoalan nafkah dan sedekah masih dan sudah bisa di paparkan secara gamblang sedang persoalan Riba merupakan persoalan yang pelik, bahkan menurut Sahabat Umar bin Khattab ra, Nabi Muhammad SAW wafat sebelum sempat menjelaskan riba secara tuntas.

Riba dari segi bahasa adalah penambahan, adapula kaidah setiap piutang yang mengundang manfaat ( jumlah utang bertambah ) maka itu adalah riba. Pandangan atau kaidah ini tidak sepenuhnya benar karena Nabi Muhammad SAW pernah membenarkan pembayaran yang melebihi apa yang dipinjam. Sahabat Nabi SAW pernah mengutangi Nabi SAW dan selang beberapa hari kemudian ia mendatangi Nabi SAW, beliau membayarkan dan melebihkan. Walaupun harus di garis bawahi bahwa penambahan itu tidak di syaratkan sewaktu melakukan akad pinjam-meminjam. Pakar-pakar ekonomi syariah maupun aktivis ekonomi Islam harus mampu menterjemahkan kehidupan aktivitas ekonomi Nabi SAW dan transaksi transaksi kecil yang beliau lakukan sebagai dasar hukum untuk melakukan aktivitas ekonomi secara besar dan di kehidupan modern ini. Tidak hanya di gambarkan aktivitas Nabi SAW sebagai pebisnis ulung yang memimpin karavan Mekah yang pada akhirnya menimbulkan semangat untuk mengumpulkan materi secara berlebihan. Tapi melupakan cerita bahwa Nabi SAW menolak bonus maupun insentif karena yang di terima Nabi SAW adalah hanya upah pokoknya saja.

Diperlukan banyak aspek, budaya, kepentingan kemudahan untuk memahami praktik riba. Sebenarnya tidak menutup kemungkinan memahaminya sekarang dalam kehidupan dunia. Mereka yang melakukan praktik riba, hidup dalam situasi yang gelisah, tidak tentram, selalu bingung dan berada dalam ketidakpastian disebabkan pikiran mereka yang tertuju kepada materi dan penambahannya. Lihat saja kehidupan manusia dewasa ini. Kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat tetapi lihat kehidupan masyarakat yang mempraktikkan Riba. Disana mereka hidup dalam kegelisahan, tidak tahu arah bahkan aktivitasnya yang tidak rasional mereka lakukan. Banyak orang, lebih lebih yang mempraktikan riba baik sadar maupun tidak sadar karena keterbatasan pengetahuan menjadikan hidupnya hanya untuk mengumpulkan materi dan saat itu mereka hidup tak mengenal arah. Terlepas apakah bursa saham itu halal atau haram, terlepas bisnis keuangan deviratif maupun valuta asing itu halal ataupun haram tetapi lihatlah hiruk pikuknya penjualan saham maupun penukaran valuta asing. Orang-orang yang beraktifitas bersifat spekulatif dan orang orang yang memakan hasil riba telah di sentuh setan sehingga bingung tak tahu arah.
Betapapun orang-orang yang bertransaksi dalam riba keadaannya keadaannya di lukiskan di atas berpendapat bahwa apa yang mereka lakukan wajar-wajar saja sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Ini karena subtansinya berbeda. Jual beli adalah transaksi yang menguntungkan kedua belah pihak sedangkan riba merugikan salah satu pihak. Keuntungan yang pertama diperoleh melalui kerja manusia sedangkan yang kedua yang menghasilkan adalah uang bukan kerja manusia. Jual beli menuntut aktivitas manusia sedangkan riba tanpa aktivitas mereka. Jual beli mengandung kemungkinan untung dan rugi, bergantung kepandaian mengelola, kondisi dan situasi pasar pun ikut menentukan sedangkan riba menjamin keuntungan bagi yang meminjamkan dan tidak mengandung kerugian. Riba tidak membutuhkan kepandaian dan kindisi pasar pun tidak terlalu membedakan. Itu lah banyaknya yang membedakannya.

Maka bagaimanakah dengan APBN yang di gunakan untuk membiayai pembangunan di negeri ini yang sumber dananya pinjaman, bahasa kasarnya utang dengan ada kelebihan yang sudah di perjanjikan dari awal, dan jika tidak jatuh tempo perlu pembicaraan lebih lanjut untuk menghindari denda. Uangnya itu di gunakan untuk kemanfaatan dan keperluan orang di seluruh bagian negeri ini. Sejak awal negeri ini di paksa untuk berhutang dan ikut dalam sistem neraca defisit yang artinya akan terus berhutang. Dan apapun yang dilakukan pemerintahnya maka akan di ikuti rakyatnya yaitu mudah untuk berhutang.

Ada baiknya merenungkan nasihat guru kami, Siddi DaLuthfi Bin Zainuddin “Dunia boleh saja dikejar dan diraih dalam genggaman tangan. Dunia juga bisa dijinakkan dan dimasukkan dalam rekening bank, dalam deposito atau di saku baju. Dunia bisa dan harus dikelola dan dimanfaatkan untuk segala kebaikan. Karena itu, marilah kita cerdas, mandiri, dan berdaulat dalam memaknai dan menjalani hidup ini. Supaya senantiasa selamat hingga di mahkamah yaumal-ba'at, jangan pernah ijinkan dunia seisinya masuk ke dalam hati, apalagi menjajah dan mendikte hidup kita. Semoga Alloh melimpahi rohmat, ma'unat, dan ampunan di setiap waktu yang kita jalani. Dan, kita selalu puas terhadap segenap QQRobb: "Alhamdulillâh, radlitu bi qodlo'ika wa qudrotik

Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. ( Al Baqoroh, 276 )

Janji Alloh memusnakah riba pasti akan terjadi, Banyak penganiayaan yang timbul akibat riba di kalangan masyarakat terutama iri dengki yang merajalela dikalangan kaum lemah. Kedengkian tersebut sedikit semi sedikit akan bertambah, kemudian menimbulkan perlakuan diskrimanasi, tingginya kesenjangan sosial, terjadinya kerusuhan kemudian bencana yang membinasakan. Jangan menduga bahwa kebinasaan dan keburukan riba hanya tercermin pada praktik amoral menghalalkan segala cara para lintah darat, tetapi kebinasaan akan juga menimpa pada tingkat individu dan masyarakat. Banyak peristiwa yang membuktikan bahwa mereka yang melakukan transaksi riba pada akhirnya terjerumus pada ketidak kecukupan.

Lawan riba adalah sedekah atau nafkah. Dengan sedekah atau nafkah akan timbul apa yang dinamakan siklus produksi dan distribusi yang tidak berhenti pada satu orang atau kelompok tertentu. Dengan bantuan dan subsidi akan tercipta daya beli dan penambahan produksi tanpa mengikuti keserakahan. Yang secara otomatis akan tercipta batas atas daya beli dan produksi.

Black Tuesday29 Oktober 1929, contoh bagaimana mudahnya Alloh meruntuhkan sebuah sistem riba yang bernama penjualan saham. Meskipun beberapa pakar konspirasi menyatakan bahwa memang ada "invisible hand" yang menginginkan kejatuhan pasar saham guna mampu membeli saham-saham yang unggulan dengan harga murah. Serta mereka mampu merumuskan dan menguasai pasar-pasar uang dengan tata aturan dan perdagangan yang mereka tentukan. Kejadian ini kejatuhan pasar saham dan uang terulang lagi di tahun Black Monday 19 Oktober 1987 dan 2008.

Musnah dalam pengertiannya adalah habis tak tersisa. Apabila jika setelah kehancuran masih bisa bertahan dan berjalan itu hanyalah sebuah bencana. Pasar saham dan pasar uang setelah ditimpa berbagai bencana ternyata masih bisa berjalan sampai dengan saat ini. sebuah bencana keuangan internasional sudah demikian peliknya efeknya terhadap manusia saat ini. Maka tidak bisa membayangkan kemusnahan sistem riba ini bagaimana efeknya terhadap keberlangsungan kehidupan ekonomi manusia jika memang sistem ini merupakan solusi di tengah kehidupan keuangan modern.

Konsep Islami dan Syariah yang selama ini didengungkan pun hanya sebatas di permukaan saja tanpa bisa menyentuh hal esensial kehidupan ekonomi manusia pada umumnya dan kaum muslim pada khususnya. Baitul Mal yang konon merupakan lembaga keuangan dan perbendaharaan pun masih belum bisa di terapkan secara masal. bahkan kadang kala masih memeliki kepentingan sendiri-sendiri tidak mencangkup umat Islam secara keseluruhan.

Malaysia dengan konsep syariahnya mungkin bisa menjadi batu pijakan untuk membuat lembaga keuangan meskipun tidak 100 persen lepas dari riba. Dengan konsorsium umat muslim menyatukan dana untuk membiayai kegiatan ekonomi dan lembaga keuangan penjamin yang lepas dari sistem yang di terapkan Bank Sentral. Namun itupun tidak mudah dilaksanakan. Kerukunan umat muslim adalah salah satu kunci utama agar mampu membuat sebuah lembaga keuangan yang bebas dari riba. Kerukunan umat Islam merupakan hal yang sangat langka bahkan Nabi SAW yang mendoakan kerukunan umatnya saja di tolak oleh Alloh.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun