Mohon tunggu...
Agung Pratama
Agung Pratama Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Pegiat isu sosial, politik, gender, dan media. netizen barbar tapi kritis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Hardiknas 2022: Menyelamatkan Semua Gender dari Pelecehan Seksual

5 Mei 2022   11:02 Diperbarui: 6 Mei 2022   01:53 929
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (ayoubud.org)

Isu hangat yang seringkali dicuatkan ke publik adalah kasus pelecehan seksual (Sexual Harassment). Bukan karena hal ini baru populer, melainkan karena meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pelecehan seksual dan juga telah disahkannya UU TPKS pada 12 April 2022.

Lalu mengapa saya menyorot semua gender sebagai objek pelecehan seksual? karena kita tidak bisa mengeluarkan asumsi bahwa yang bisa mengalami pelecehan hanya satu gender saja, sebab data temuan KPAI menunjukkan bahwa  korban kekerasan seksual di tahun 2018 lebih banyak dialami oleh anak laki-laki, di mana ada 60% anak laki-laki dan 40% anak perempuan menjadi korban kekerasan seksual.

Di tahun 2017 terdapat data temuan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak  bahwa kelompok umur 13-17 tahun prevalensi kekerasan seksual terlihat lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan yaitu sebesar 8,3% atau dua kali lipat dari prevalensi kekerasan seksual pada perempuan yang mencapai 4,1%.

Bukankah data tersebut terdengar mengerikan karena di usia 13-17 adalah usia yang masih cukup belia untuk mendapat perlakuan tak senonoh dari orang dewasa?

Mengingat banyaknya kasus pelecehan seksual yang terjadi belakangan ini, maka hal krusial yang mesti diterapkan adalah pendidikan seks yang diselipkan di dalam kurikulum, karena sasaran rentan adalah kelompok bawah umur dan remaja tahap awal. 

Pada artikel sebelumnya yang berjudul "Ketika Seks Masih Menjadi Bahan Tertawaan" saya menyebutkan bahwa pendidikan seks di lingkungan rumah salah satunya adalah bagaimana orangtua mengajarkan kepada anak bagian tubuh mana saja yang boleh dan tidak boleh disentuh oleh orang asing.

Berikutnya kelompok remaja, urgensi pendidikan seks dalam kurikulum sudah semestinya digenjot dan difasilitasi dengan tenaga profesional sehingga pengamalannya akan lebih efektif dan efisien. Pendidikan seks bukan lagi hal yang bisa kita anggap enteng setelah rentetan kasus pelecehan yang terus tercuat bahkan di lingkungan pendidikan formal.

Langkah ini bukan hanya untuk menghindari pelecehan, tetapi juga mencegah kehamilan pra nikah, penyakit seksual menular, dan cidera yang berujung fatal pasca hubungan seksual.

Teruntuk perempuan...

Hal yang muncul di pikiran saat membayangkan perempuan adalah "kalian sangat berharga", oleh karena itu penting bagi perempuan untuk menjaga citra gender serta citra diri supaya terhindar dari pelecehan. Cara berpakaian, cara berperilaku, dan cara merespon sekitar adalah celah-celah yang bisa diperbaiki untuk selamat dari pelaku pelecehan.

Bagi laki-laki...

Apakah karena laki-laki cenderung melakukan catcalling dan flirting maka semua laki-laki menoleransi pelecehan verbal? tentu saja tidak. Pada kasus yang berbeda, tidak jarang pula perempuan mencoba menggoda laki-laki secara verbal maupun sentuhan. Jangan menjadi pelaku dan jangan biarkan dirimu dilecehkan !.

Ancaman sejenis...

Berikutnya pada kelompok homoseksual, tidak sedikit kasus pelecehan yangdatangdari kelompok homoseksual. Hal yang teramat disayangkan dari kasus ini adalah para korban merasa malu dan takut untuk melaporkan/terbuka dengan pihak berwajib terlebih lagi bagi laki-laki.

Bagi laki-laki yang menerima pola didik patriarki akan berpikiran bahwa merengek adalah perbuatan lemah, karena dituntut tangguh bahkan dari segi emosional, sehingga hal demikian juga hendaknya kita benahi bersama-sama untuk memberantas pelecehan.

Kemudian pada kasus perempuan yang dilecehkan oleh sesama perempuan juga menjadi perkara yang sulit diidentifikasi, mengingat kedekatan antar perempuan di mata laki-laki terlihat wajar. Jarang di Indonesia menyorot kasus pelecehan sesama perempuan, salah satunya pada kasus ini.

Pelecehan marak terjadi di kalangan profesional...

Jika kita melihat kilas balik di sepanjang tahun 2020 hingga hari ini, tidak bisa lagi kita hitung dengan jari kasus-kasus pelecehan yang tersorot oleh media,tentu yang tidak tersorot akan jauh lebih banyak dari itu. Orang-orang dengan jabatan strategis tentu secara psikis memiliki otoritas dan superioritas dalam mengelabuhi korban.

Dengan seperti itu, kita telah mendapatkan berita  guru yang melecehkan murid, pemuka agama menghamili siswi, pelatih sepakbola menggerayangi anak didik, artis yang melecehkan fan, dosen melecehkan mahasiswa, dan masih banyak lagi. Perlu bagi kita memisahkan ranah profesional dan ranah pribadi, sehingga dengan peran-peran tertentu seseorang tidak menyalahgunakannya untuk kepuasan pribadi.

Dengan disahkannya RUU TPKS, setidaknya rakyat Indonesia memiliki senjata untuk memerangi pelecehan seksual, saya pribadi mengakui dengan disahkannya UU ini menunjukkan bahwa bangsa kita sudah berani mengambil keputusan untuk maju di bidang Hak Asasi manusia.

Tetapi langkah kita tidak cukup sampai disana, saya berharap dengan adanya implementasi pendidikan seks di dalam kurikulum akan turut membantu menekan pergerakan penjahat seksual dan dampak-dampak negatif lainnya karena minimnya literasi seksualitas.

Semoga Bermanfaat.

Referensi

1, 2, 3

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun