Mohon tunggu...
Agung Pratama
Agung Pratama Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Pegiat isu sosial, politik, gender, dan media. netizen barbar tapi kritis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menelaah Keluhan Gen-Z di Kala Idul Fitri

4 Mei 2022   05:59 Diperbarui: 4 Mei 2022   06:24 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1443 H bagi seluruh umat muslim !

30 hari ramadhan baru saja berlalu, menahan lapar, dahaga, syahwat, serta amarah. kini hari kemenangan telah tiba, hari besar yang telah dinanti-nati disambut meriah oleh hampir semua kalangan. ya, penulis tidak mengatakan semua kalangan setuju dengan pernyataan bahwa menyambut hari raya dengan 'meriah'.

Terdapat satu golongan yang diantaranya merasa "biasa saja" di hari kemenangan, karena beranggapan bahwa sebuah perkumpulan keluarga pada hari raya merupakan hal yang menjengkelkan. Alasan yang mendasari sikap ini adalah tidak lain karena gejala midlife crisis.

Pertanyaan sederhana dan ringan bagi orang lain, akan menjadi sayatan halus bagi perasaan segelintir gen Z, meski hanya berupa "apa kesibukannya sekarang? sudah lulus belum studinya? kerja dimana sekarang? kenapa sekarang terlihat lebih kurus?". mengingat lebaran adalah momen yang hanya datang sekali dalam setahun, basa-basi semacam ini cukup wajar terlontar dari sanak keluarga yang notabene jarang bertemu.

Di sisi lain, memang tidak sepenuhnya salah ketika lebaran menyebabkan seseorang menjadi malas berkumpul dengan keluarga besar, sebab hal-hal yang menjengkelkan ketika lebaran memang kerap terjadi, mengingat esensi dari lebaran ini cukup banyak tergeser dari istilah silaturahmi (tali persaudaraan).

Berikut adalah hal-hal yang penulis rangkum dari keluhan-keluhan sahabat Gen Z

Ajang flexing...

memojokkan anggota keluarga lain dengan memamerkan pencapaian hidup, hal ini terlihat kentara ketika salah satu anggota keluarga yang pulang kampung dengan membawa kendaraan mewah, barang-barang mewah, pakaian modis, serta budaya kota yang dibawa ke kampung halaman demi menunjukkan citra kualitas hidup yang sudah lebih baik.

Tukar-menukar gosip...

Hal inilah yang membuat penulis berpikir bahwa esensi dari lebaran memudar, mengapa beberapa keluarga justru mengulik keburukan seseorang, menyebarluaskan berita yang tak jelas kebenarannya di hari yang suci?

Saudara yang 'mengemis'...

Hal ini juga dikeluhkan olehteman-teman sebaya penulis, mengingat saat lebaran anak-anak kecil di dalam keluarga dengan entengnya berteriak "mana THR???" tanpa mengetahui apakah yang diminta memiliki sumber penghasilan.

Ketiga poin diatas benar-benar cocok dengan realita di sekitar lingkungan penulis terutama pada poin pertama, "pulang kampung" saat lebaran sudah menjadi agenda tahunan ditambah lagi keterbatasan gerak karena pandemi. Tidak mudah bagi tenaga kerja untuk mendapatkan izin pulang dengan rentetan syarat administratif yang harus dipenuhi, mudik juga merupakan buah dari urbanisasi agar rakyat dapat memperoleh kesejahteraan ekonomi. Mudik memanglah waktu yang singkat dan spesial, tapi alangkah baiknya jika tidak diisi dengan pamer pencapaian.

Pada poin kedua, hal ini benar-benar harus dibenahi secara total. Tujuan dari silaturahmi adalah mempererat tali silaturahmi dan meraih ridho ilahi, maka perilaku tercela semacam ini harus kita hindari dengan tidak merespon topik-topik negatif dan mengalihkan pembicaraan ke topik yang lebih bermanfaat bagi hubungan keluarga. Jadikan idul fitri sebagai titik nol dari dosa-dosa yang pernah dibuat, bukan titik awal membuat dosa-dosa baru.

Poin Ketiga, penulis beranggapan bahwa perilaku ini hanya sebuah ekspresi dan antusias anak-anak di dalam sebuah keluarga dikala lebaran tiba, hanya saja kita jangan membiarkan hal ini menjadi kebiasaan dan mengajarkan kepada mereka apa yang sebenarnya menjadi poin-poin penting perayaan idul fitri yang artinya bukan sekedar berpuasa sebulan penuh dan mendapatkan hadiah di hari lebaran.

Dengan demikian, kita dapat mengevaluasi hal-hal apa saja yang sebaiknya diamalkan dan ditinggalkan di perayaan hari-hari besar demi mendapatkan esensi dari hari yang kita rayakan. 

Salam hangat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun