Pendidikan wajib selama 12 tahun tidak membuat beberapa orang puas dengan bekal pendidikan yang di dapat, sebagian besar  cenderung lebih memilih untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Alasannya cukup beragam, ada yang mengatakan "belum siap untuk bekerja", ada juga "supaya lebih terpandang", dan ada juga yang menjawab dengan "saya hanya sekedar senang belajar".
Pada masa sekolah, setiap anak tidak memperlihatkan kualitas diri, menonjolkan pribadinya akan melangkah ke arah mana, contohnya ada yang menyukai pelajaran bahasa inggris, maka ia merasa pantas untuk menjadi seorang guru bahasa inggris, diplomat, atau tour guide, Ada juga yang selama sekolah senangmengikuti organisasi/ekstrakurikuler yang melibatkan kativitas fisik seperti paskibra, dan berambisi untuk menjadi seorang aparat keamanan negara.
Di beberapa negara dengan kualitas pendidikan yang baik, pelajar tingkat menengah atas setidaknya telah memilih/menyiapkan langkah tepat dan mengembangkan potensi diri mereka sesuai yang direncanakan, maksudnya ketika seorang anak sudah memahami dirinya yang berkompetensi di bidang pemrograman, ia telah menyiapkan diri untuk menjadi seorang Programmer atau teknisi komputer. Anak yang memiliki jiwa seni memilih untuk menjadi seniman di masa depan. Lalu apa yang membedakannya dengan pelajar Indonesia?
Pelajar di Indonesia, yang menempuh jenjang menengah atas, masih ditempuh untuk mengetahui segalanya, dituntut untuk memahami berbagai bidang, sehingga menjadi bingung "saya harus memahami bidang apa?", "saya bisa mempelajari semuanya tetapi apa sebenarnya yang sebenarnya ingin saya perdalami?", "saya belum tahu passion sya sebenarnya dimana". Parahnya, adalah ketika di perguruan tinggi, masih ada yang mengatakan "wah sepertinya saya salah jurusan nih", "saya tidak seharusnya memperdalami bidang ini", "saya memiliki nilai akademik yang cukup baik, tapi tidak ada satupun yang membuat saya begitu nyaman".
Tidakkah pertanyaan-pertanyaan itu menjadi ironi? mengapa kita masih merasa kebingungan di usia yang cukup matang? ini yang ada di pikiran kita setelah mengurai ragam pertanyaan diatas. Penulis sempat melakukan observasi mengenai pertanyaan tentang visi menempuh pendidikan bagi mahasiswa, hasilnya cukup mengagetkan. 20 dari 33 mahasiswa tidak tahu apa yang menjadi visi saat menempuh pendidikan di perguruan tinggi, sangat disayangkan bukan?
jika kita melihat bagaimana orang-orang sekelas BIll Gates, Mark Zuckerberg, Steve Jobs, atau mungkin Chairul Tanjung yang merupakan satu dari deretan orang kaya di Indonesia. Apa yang membuat mereka menjadi orang yang sukses besar? Mereka adalah segelintir orang yang mampu memanajemen potensi diri dan berani mengambil resiko untuk mengembangkannya. Lalu muncul lagi pertanyaan "lalu bagaimana kami yang salah jurusan ini, apakah masih bisa mengembangkan potensi diri?" tentu saja !
Penulis baru sekitar satu bulan yang lalu mengetahui fakta bahwa bapak Chairul Tanjung memiliki latar belakang disiplin ilmu Kedokteran gigi di Universitas Indonesia. Info ini penulis dapatkan saat mengikuti interview bekerja saat itu, seorang HRD menceritakan latar belakang beliau, saya yang hanya mendengar cerita dari HRD pun merasa terpukau, bagaimana seseorang yang memiliki latar belakang demikian rela mengesampingkan disiplin studinya demi melanjutkan bisnis hingga saat ini bisnisnya menjadi bisnis raksasa ditengah kapitalisme. Menakjubkan bukan?
Jangan pernah merasa menyesal, rugi, ataupun pesimis dengan apa yang telah kita dapat di dunia akademik, sebab Nadiem Anwar Makariem, menteri Pendidikan dan Kebudayaan kita pernah berkata "menempuh pendidikan di perguruan tinggi itu bukan untuk bekerja, tapi untuk belajar". Namun daripada itu, mari berbenah, temukan potensi diri dan kembangkan mulai dari sekarang, jangan ragu untuk memulai langkah anak tangga kesuksesan. Karena untuk menjadi sukses, seorang manusia harus bergerak maju, dan satu-satunya cara untuk maju adalah melangkah.
Jangan ragu untuk mengemban resiko, dan jangan biarkan diri kita lengah karena terlalu nyaman. Buatlah diri menjadi terancam, agar hidup lebih tertantang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H