Baru-baru ini Indonesia digegerkan dengan pelanggaran undang-undang perlindungan anak, Audrey menjadi trending topik dengan tagar #JusticeforAudrey di twitter, cuitan demi cuitan berserakan di mesin telusur untuk mendukung Audrey setelah isu dikeroyok oleh 12 kakak tingkatnya, bahkan petisi online ditandatangani oleh hampir 3 juta pengguna internet, Kasus ini tidak hanya sampai ke telinga para netizen melainkan Ria Ricis dan Atta Halilintar sebagai Influencer membesuk Audrey untuk memberikan dukungan, serta tak kalah serunya Hotman Paris Hutapea pun juga ikut turun tangan dengan kasus ini.
Namun sebuah petir di siang bolong menyambar bangsa Indonesia saat kemunculan tagar #AudreyJugaBersalah pada Jum'at 12 April 2019, semua pengguna internet kebingungan dengan hal ini karena terkuaknya rekam jejak digital seorang audrey yang suka menebar postingan sarkas, kotor dan tidak layak dilontarkan oleh pelajar seusianya.
Penyebaran hoax sangat marak di sosial media, ini disebabkan karena minimnya literasi media yang diterapkan, penyebar berita selalu mencari celah agar berita tampak segar, menarik, dan menantang untuk dibaca, sedangkan pengguna internet sebagai konsumen menelan mentah-mentah dan menyebar informasi yang belum jelas kebenarannya tanpa menelisik berita lebih lanjut.
Hoax bukanlah hal baru, khususnya masyarakat Indonesia yang sebelumnya sudah menelan drama Younglex yang mengaku diserang oleh fans K-Pop, Ratna Surampaet yang mengaku dipukuli oleh beberapa oknum sehingga wajahnya penuh lebam. Namun hal ini malah tidak menjadi pembelajaran bagi sebagian besar orang sehingga bisa terjebak lagi pada kasus Audrey.
Diperlukannya Literasi Media
Dalam Jurnalnya Vibriza Juliswara (2017), Literasi media seringkali diterjemahkan secara sederhana dengan "melek media". Pandangan semacam ini dianggap menyederhanakan persoalan pengembangan kapasitas literasi media, karena apabila dianalogikan dengan melek huruf maka literasi media dapat diartikan hanya sebagai 'sekedar' tidak buta media.
Perkembangan media yang sangat cepat terutama media massa harus diimbangi dengan gerakan literasi media yang komprehensif. Agar sebagian besar dari masyarakat dapat memanfaatkan media massa untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Melalui pengembangan kajian literasi media, maka diharapkan masyarakat dapat membedakan konten media yang bermanfaat dan yang menimbulkan mudharat atau kerugian bagi kehidupannya.Â
Netizen yang memiliki kemampuan literasi media cukup tinggi, tak hanya sadar pada etika berkomunikasi saja tetapi juga memiliki keterampilan kosntruktif dalam menerima, memproduksi dan membagikan muatan informasi (berita).
Referensi :