Aku makin heran,
Dan menyesal.
Padahal saat kutinggal beberapa waktu lalu kamu masih lusuh. Jangankan bersolek, berkaca saja tak pernah. Wajar kalau banyak tumbuhan kanan kiri komplain karena penampilanmu tak tertata.
Tapi sekarang ini, aku seperti melihat bunga sungguhan.
Aku tak mungkin menginterogasi, karena dulu aku acuh meninggalkanmu dengan banyak makian. Cukup aku tau, lalu coba cari tahu siapa yang membuatmu secantik ini. Jelas aku gengsi kalau harus bertanya.
Saat kubelai daunmu dan berpura pura menyapa selamat pagi, ada seekor anjing yang menghampiriku. Kulihat anjing itu tak seperti biasa.
Meski begitu aku tetap takut sama anjing. Aku berlari, dan T anpa sengaja daunmu tersenggol jatuh. Anjing itu diam, tak sedikitpun menggonggong meskipun aku orang baru yang belum dia kenal.
Aku berhenti.
Anjing itu menyibak daunmu yang jatuh ke tanah. Dengan lembut dia rapikan di bawahnya agar jadi humus. Begitu sabar dia. Beda dengan aku yang pemarah dulu saat merawatmu.
Bertahun tahun kamu sebagai bunga, tak kusangka kalau sekarang kamu bisa bicara. Entah darimana kamu tahu bahasa manusia. Aku semakin kagum dengan siapa yang merawatmu hingga begini.
“Pergilah mas, aku sudah bisa tumbuh seperti harapnmu. Meskipun aku sudah kehabisan waktu untuk membuat kamu senang, tapi aku akan belajar menghargai siapa yang merawatku hingga begini”.
Gubrak.., aku makin trenyuh.