Mohon tunggu...
Agung Pramono
Agung Pramono Mohon Tunggu... Guru - Guru dan penulis

Agung Pramono berprofesi sebagai guru. Hoby menulis, olah raga dan jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dalam Belajar Perlu Adanya Jeda

17 Oktober 2022   16:23 Diperbarui: 17 Oktober 2022   16:23 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sebagai orang tua atau sebagai pendidik apakah kita pernah memperhatikan anak kita atau siswa-siswi kita saat bermain. Walaupun bermain selama delapan jam tidak terlihat bahwa dia mengalami kelelahan. Apalagi bermain dengan teman-temannya dengan riang gembira. Sebaliknya jika anak kita disuruh belajar setengah jam atau satu jam untuk berkonstrasi rasa lelah dan letih akan muncul. 

Waktu konsentrasi anak tidak begitu panjang sehingga harus ada jeda atau istirahat. Semakin kecil umur anak maka semakin banyak jeda atau waktu istirahat yang diperlukan.

Bagaimana cara menentukan saat jeda atau istirahat tersebut?

Ada rumus praktis yang mudah diingat bagi para bapak dan ibu guru yaitu umur anak plus minus 1 menit. Jadi kalau umur anak itu 8 tahun berarti dia bisa berkonsentrasi antara 7 sampai 9 menit artinya guru harus sudah mengerti jika belajar telah berlangsung selama 10 menit, maka kita harus memberikan jeda bisa dengan bernyanyi atau aktivitas apa saja yang menyenangkan buat si anak.

Jeda tersebut akan membuat anak-anak dapat berkonsentrasi kembali. Jika guru terlalu memaksakan dan tidak ada jeda otak anak tidak akan dapat menerima pelajaran dengan efektif. Prinsip belajar yang lebih ramah bagi otak anak sekarang banyak diterapkan di TK dan SD karakter.

Umumnya sekolah mempraktekkan metode belajar secara salah. Akibatnya otak anak didik tidak mau menerima atau belajar dengan metode ini. Sebagai contoh adalah penerapan metode drilling. Anak-anak SD disuruh duduk berkonsentrasi selama 3 jam atau secara penuh dengan waktu istirahat yang hanya sebentar. Hal seperti itu tidak patut terjadi karena akan membuat otak anak mengalami kelelahan. Akibatnya banyak sekali pelajaran yang sudah dihafal tetapi seminggu kemudian terlupakan. 

Otak manusia tahu persis informasi menarik mana yang harus disimpan dan informasi mana yang akan langsung dihapus Hal inilah yang selama ini tidak kita mengerti jadi belajar yang paling efektif adalah belajar yang melibatkan seluruh komponen tubuh.

Di sekolah mungkin kita sering disuruh menghafal mata pelajaran, tetapi hanya sebentar saja kita dapat menghafalnya. Semuanya terlupakan karena kita tidak mempraktekkannya. Jadi kunci belajar efektif adalah sesuatu yang diingat harus langsung dipraktekkan. Bahkan kita dapat dengan mudah mengerti 90 persen materi yang disampaikan jika menggunakan metode diskusi, melibatkan seluruh tubuh dan melakukan hal konkret. Anak-anak sampai usia kelas 6 SD harus diberikan penjelasan yang lebih konkret mereka tidak boleh disuruh menghafal melalui text book.

Belajar dengan cara bermain bisa dilakukan pada kegiatan luar sekolah berupa kunjungan kunjungan wisata. Selayaknya seorang anak harus mendapatkan pengalaman nyata dan konkret karena hal tersebut akan menjadi sesuatu yang paling melekat dalam dirinya. Masih ingat saat kita belajar di sekolah dasar (SD), kita memberi pelajaran IPA saat belajar didalam kelas susah untuk memahami jenis-jenis tumbuhan. Sebaiknya saat kita keluar rumah seperti halaman atau jika perlu langsung ke hutan. Kita akan merasa senang sekali karena dapat secara langsung mempelajari bentuk-bentuk dan tulang-tulang daun di alam terbuka.

Masih ingatkah kita saat Sekolah Menengah Pertama mengunjungi museum ?

Banyak diantara kita merasa berkunjung ke museum merupakan pengalaman yang tak akan terlupakan. Pengalaman yang menyenangkan. Bisa bertanya langsung dengan petugas yang ada di museum, bisa berfoto dan membuat video. Jadi banyak pelajaran yang bisa diambil dari berkunjung ke museum. Bahkan dapat belajar menjadi seorang presenter dengan memperkenalkan benda-benda yang ada di museum.

Belajar dengan jeda atau ice breaking dimaksudkan agar anak fokus pada materi yang sedang dipelajari kembali. Jadi belajar dengan bermain untuk anak-anak dengan berwisata atau mengunjungi museum membuat anak-anak tidak bosan untuk bersekolah. Mereka akan merasa rindu untuk bersekolah, karena belajar itu sambil bermain maka aspek kognitifnya tidak tertinggal bahkan aspek-aspek lainnya berkembang lebih sempurna.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun