Mohon tunggu...
Agung Pramono
Agung Pramono Mohon Tunggu... Guru - Guru dan penulis

Agung Pramono berprofesi sebagai guru. Hoby menulis, olah raga dan jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bercerai karena Buah Hati

31 Agustus 2022   21:29 Diperbarui: 31 Agustus 2022   21:50 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Mengapa aku tidak bisa mempertahankan rumah tangga ini. Padahal kehidupan kita lagi mesra-mesranya. Ternyata kau lebih patuh kepada orang tuamu, dik Rani,"keluh Anto

Kehidupan ini jangan hanya  dilihat dengan pandangan mata. Menurut penglihatan kita, pernikahan artis tentunya yang paling bahagia. Sama-sama terkenal dengan paras ganteng dan cantik. Hidup kaya. Namun ternyata mereka juga ada yang berpisah.

Ada yang menurut penglihatan kita pernikahan nggak serasi, hidup  kekurangan ternyata kehidupan mereka malah bahagia. Itulah kehidupan.

Anto pemuda dari kampung di Solo  bekerja menjadi tukang bangunan. Dia ahli bangunan karena pernah ikut saudaranya menjadi kenek bangunan. Semenjak lulus SMP dia bekerja. Setelah enam tahun sekarang menjadi tukang. Bapak ibunya sebagai pedagang nasi dikampungnya. Penghasilan yang didapat hanya bisa untuk belanja warung nasinya bahkan kadang kala kurang

Kehidupan yang serba susah membuat Anto  tidak bisa melanjutkan sekolah. Melihat kondisi ini  dia ingin secepatnya merantau untuk merubah nasib. Agar kedua orang tuanya bisa  hidup layak dan tidak diremehkan oleh tetangganya.

Tetangga banyak yang ngomongin bahwa keluarga Anto keluarga miskin.

" Anto sebenarnya ganteng, ingin aku punya mantu dia. Sayangnya miskin!" kata bu Dedeh dengan suara keras.

" Iya anaknya alim pinter mengaji, cuma sayang. Nanti anakku dikasih makan apa!" teriak bu Murni nggak kalah kerasnya

Itulah beberapa omongan tetangga tentang Anto dan keluarganya yang selalu dipandang sebelah mata.

*

Dengan berat hati pak Karto dan bu Suti melepas kepergian  Anto untuk ke Jakarta.

"Nak hati-hati ya di Jakarta. Berbuat baiklah pada sesama." pesan pak Karto.

" Iya Nak. Jaga dirimu baik-baik. Jangan lupa sholat 5 waktumu," bu Suti menambahkan pesannya.

Stasiun Balapan jadi saksi Anto memulai merantau di Jakarta. Demi sebuah cita-cita luhur dia harus meninggalkan kota Solo.

Berbekal keahlian menjadi tukang. Sekolahnya hanya lulusan SMP. Tak mungkin mengandalkan ijazah SMP.

Perjalanan kehidupan dimulai. Awalnya tetangga membutuhkan keahliannya merenovasi rumah. Berikutnya mengerjakan ruko. Pelan namun pasti menjadi pemborong kecil-kecilan. Berikutnya sukses menjadi pengusaha properti.

"Pak Anto, ada yang mencari." kata pegawainya.

"Siapa pak Arman yang mencari saya."  jawab pak Anto.

Ternyata yang mencari juragan tanah di Cengkareng. Pak Abdi pemilik tanah seluas 2 ha ingin bekerja sama dengan pak Anto.

" Pak Anto bagaimana bila kita kerja sama, saya tanahnya. Bapak menyiapkan rumahnya."

"Siap pak." jawab pak Anto mantab. Keduanya berjabatan tanda deal dengan apa yang sudah  disepakati.

Kesepakatan berjalan dengan baik. Kerja pak Anto pun bagus. Sampai akhirnya Anto dijodohkan dengan anak pak Abdi. Bernama Rani.

" Rani, kamu saya jodohkan dengan pak Anto ya?"  tanya pak Abdi.

" Nggak mau pak. Apaan main jodoh-jodohan segala," jawab Rani menolak  keinginan bapaknya.

Dengan segala upaya dari pak Abdi, akhirnya Rani mau menikah dengan pak Anto.

Berawal cinta terpaksa, Rani akhirnya menerima cinta pak Anto. Mereka memulai kehidupan dengan berat sampai akhirnya kehidupan mereka bahagia.

Kehidupan mereka serba cukup. Tak ada yang kurang dari segi materi. Hanya satu yang belum didapat yaitu belum hadirnya si buah hati.

" Nak Anto dan Rani, kalau sampai tahun depan belum ada anak. Kalian cerai saja."pinta pak Abdi yang tak sabar ingin menimang cucu.

"Mengapa begitu abah. Kita sudah  berusaha. Namun Allah belum memberikan momongan," jawab Anto.

Rani hanya terdiam. Bingung antara cinta dengan Anto. Namun orang tuanya bersikeras dengan keinginannya.

Inilah sekelumit dari cerita kehidupan, hanya karena belum hadirnya sang buah hati menjadi perantara untuk berpisah. Pak Abdi dan keluarga tidak melihat bagaimana perjuangan anaknya. Hanya dua pilihan adanya cucu atau anaknya harus bercerai. Hal ini akan ada di masyarakat kita. Bagaimana tanggapan pembaca yang budiman, tolong beri pendapat di kolom komentar.

Tangsel/31 Agustus 2022

Agung Pramono

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun