Masih pantaskah sekarang jika kita disebut  sebagai bangsa yang ramah dan berbudaya?
Untuk itulah penulis berharap  bahwa negara kita ini perlu melakukan revolusi fundamental terkait dengan dengan pendidikan anak-anak kita, yang masih duduk di bangku di Sekolah Dasar atau pendidikan menengah.  Bagaimana orang dewasa bisa antre dengan baik, bagaimana pengendara mobil bisa berhenti dan menghargai pejalan kaki? Hal tersebut bisa terjadi jika diajarkan terus menerus sejak anak kecil.
Beberapa hal yang bisa kita ambil positifnya dari perjalanan ke mancanegara ini adalah pendidikan karakter, budi pekerti, cinta tanah air, itu yang perlu diberikan lagi dalam porsi yang besar kepada anak anak kita. Â
Sedangkan agama, yang  merupakan area privat warganegara, menjadi kewajiban dari orangtua bukan lagi tugas dari guru disekolah.  Hal ini perlu disadari agar garis garis disintegrasi semakin hilang, dan fanatisme agama yang bisa menjadi benih ajaran radikal,  bisa di minimalisir.  Sehingga dalam pendidikan  dasar yang terpenting  bagaimana seorang anak perlu memperhatikan orang lain, bukan hanya dirinya sendiri, menghargai,  diajarkan budaya  antre (diajarkan di banyak negara),  menghormati sesama apalagi terkait berbeda suku, maupun agama.  Karena karakter, tatakrama, toleransi kita saat ini, makin jauh di bawah negara lain. Â
Sehingga berita buruk  yang banyak banyak menghiasi media di Indonesia saat ini,tidak akan terdengar lagi di kemudian hari.
Perubahan fundamental seperti ini harus segera dilakukan agar kita tidak makin tertinggal dari negara tetangga kita, bukan saja dari segi infrastruktur, (Bangkok punya MRT sejak 1999), tapi juga dari segi karakter, budi pekerti dan cinta tanah air.
dr Agung Budisatria, M.M.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H