Ki Ageng Suryomentaram, salah satu tokoh besar dalam kebudayaan Jawa, dikenal melalui ajarannya tentang kebahagiaan dan pengendalian diri. Ajarannya yang dikenal sebagai "Enam SA" (Sa-butuhne, Sa-perlune, Sa-cukupe, Sa-benere, Sa-mesthine, dan Sak-penake) memberikan panduan tentang cara hidup sederhana dan memahami hakikat manusia. Filosofi ini relevan tidak hanya dalam kehidupan pribadi, tetapi juga dalam praktik profesional, termasuk dalam dunia audit pajak. Konsep ini menekankan pada nilai-nilai universal yang dapat diterapkan secara fleksibel dalam berbagai konteks, khususnya untuk membangun keadilan, keseimbangan, dan akuntabilitas dalam proses pemeriksaan pajak.
Mengapa Konsep Kebatinan Diperlukan dalam Audit Pajak?
Audit pajak, sebagai salah satu instrumen penting dalam menjaga kepatuhan fiskal, sering kali menghadapi tantangan besar, seperti konflik kepentingan, kurangnya transparansi, dan moralitas pengawasan. Proses audit pajak tidak hanya melibatkan analisis teknis, tetapi juga memerlukan kepekaan moral dan etika yang tinggi. Tantangan seperti manipulasi data, intimidasi pihak tertentu, atau potensi korupsi membutuhkan pendekatan filosofis yang dapat menjadi dasar pengambilan keputusan yang lebih adil.
Dalam konteks ini, konsep-konsep kebatinan Ki Ageng Suryomentaram dapat menjadi alternatif pendekatan filosofis yang menekankan pentingnya introspeksi diri dan keseimbangan. Filosofi ini menawarkan perspektif baru yang dapat membantu auditor dan otoritas pajak menjalankan tugas mereka dengan integritas, transparansi, dan kebijaksanaan. Dengan memahami kebutuhan yang sebenarnya (Sa-butuhne), mengambil langkah yang benar-benar diperlukan (Sa-perlune), dan menjalankan tugas dengan kecukupan serta kebenaran (Sa-cukupe dan Sa-benere), audit pajak dapat menjadi lebih bermakna dan adil.
Filosofi Kebatinan Ki Ageng Suryomentaram
Ajaran Ki Ageng Suryomentaram menekankan pentingnya pengendalian diri, pemahaman akan kebutuhan versus keinginan, serta keseimbangan hidup. Enam SA merujuk pada:
Sa-butuhne: Melakukan sesuatu hanya sejauh yang dibutuhkan, tanpa berlebihan.
Sa-perlune: Menjalankan tugas hanya pada hal-hal yang benar-benar perlu, menghindari tindakan yang tidak relevan.
Sa-cukupe: Memenuhi kewajiban dengan cukup, tanpa melampaui batas atau mengurangi hak orang lain.
Sa-benere: Bertindak sesuai kebenaran, memastikan langkah yang diambil tidak menyimpang dari prinsip keadilan.
-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!