Pemeriksaan penagihan pajak merupakan salah satu upaya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memastikan bahwa wajib pajak memenuhi kewajibannya secara benar, jujur, dan sesuai dengan ketentuan. Namun, pendekatan tradisional sering kali gagal dalam mendeteksi celah yang lebih kompleks, seperti rekayasa laporan keuangan atau penghindaran pajak.
Pemikiran Aristoteles memberikan pendekatan filosofis berbasis substansi (ousia) dan aksiden (sumbebekos), yang dapat digunakan sebagai kerangka dalam mengidentifikasi dan mengevaluasi elemen-elemen yang relevan dalam pemeriksaan pajak. Konsep substansi mengacu pada inti dari sesuatu (misalnya, apakah suatu transaksi benar-benar terjadi), sedangkan aksiden mengacu pada karakteristik yang melekat pada substansi tersebut, seperti waktu, tempat, dan relasi.
Relevansi Pemikiran Aristoteles dalam Audit Pajak
Pemikiran Aristoteles mendefinisikan bahwa semua fenomena dapat dikategorikan dalam dua konsep utama: substansi (ousia) dan aksiden (sumbebekos). Substansi adalah inti atau esensi dari sesuatu, misalnya, transaksi yang benar-benar terjadi dalam aktivitas bisnis. Sementara itu, aksiden adalah atribut atau karakteristik yang melekat pada substansi, yang digolongkan ke dalam 9 kategori. Kategori-kategori ini memberikan kerangka sistematis untuk memahami dan menganalisis data, khususnya dalam audit pajak.
Berikut penjelasan 9 kategori dan relevansinya dalam konteks audit pajak:
1. Kuantitas (Quantity)
Kuantitas mengacu pada ukuran atau jumlah dari elemen tertentu dalam laporan pajak. Dalam audit pajak, kategori ini penting untuk mengevaluasi volume transaksi atau penghasilan yang dilaporkan.
- Contoh: Jika wajib pajak melaporkan penghasilan bruto sebesar Rp1 miliar, pemeriksa harus memverifikasi apakah angka ini sesuai dengan bukti pendukung seperti faktur penjualan atau laporan bank.
- Penerapan: Pemeriksa sering menggunakan analisis tren kuantitatif untuk membandingkan penghasilan yang dilaporkan tahun ini dengan tahun-tahun sebelumnya. Ketidaksesuaian dalam jumlah dapat menjadi indikasi manipulasi data.
2. Kualitas (Quality)
Kualitas berkaitan dengan karakteristik atau keandalan suatu elemen. Dalam konteks audit pajak, hal ini menyangkut integritas bukti yang diajukan oleh wajib pajak, seperti keabsahan dokumen pendukung transaksi.
- Contoh: Faktur pajak harus mencantumkan nomor seri yang valid dan sesuai dengan peraturan perpajakan. Jika dokumen tidak lengkap atau palsu, kualitas laporan tersebut diragukan.
- Penerapan: Auditor menggunakan uji kualitas untuk memastikan keabsahan dokumen yang diajukan, seperti memeriksa sertifikasi pihak ketiga atau mencocokkan data dengan catatan dari instansi lain.