Mekanisme pemeriksaan pajak dalam Pasal 17C UU KUP melibatkan beberapa tahapan:
- Persiapan Pemeriksaan: Meliputi pengumpulan data awal, analisis risiko, dan perencanaan pemeriksaan. Pemeriksa pajak akan menentukan ruang lingkup pemeriksaan yang mencakup periode pajak, jenis pajak, dan data yang akan diverifikasi.
- Pelaksanaan Pemeriksaan: Pemeriksa pajak mulai mengumpulkan bukti dengan melakukan wawancara, mengakses pembukuan, dan memverifikasi dokumen yang berkaitan dengan laporan perpajakan wajib pajak. Pemeriksa dapat memeriksa semua data relevan, termasuk data elektronik, serta melibatkan tenaga ahli jika diperlukan.
- Pelaporan Hasil Pemeriksaan: Setelah proses verifikasi selesai, pemeriksa menyusun Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang mencakup temuan, analisis, dan rekomendasi. LHP ini digunakan untuk mengeluarkan surat ketetapan pajak atau tindakan lanjutan lainnya.
- Pembahasan Akhir: Sebelum LHP difinalisasi, wajib pajak diberikan kesempatan untuk menanggapi temuan pemeriksa melalui proses pembahasan akhir. Hal ini bertujuan agar keputusan akhir dapat lebih objektif dan transparan, serta memberikan hak bagi wajib pajak untuk menyampaikan klarifikasi atau bukti tambahan.
Mengapa Cardinal Virtue Relevan dalam Pemeriksaan Pajak?
Penerapan Cardinal Virtue dalam pemeriksaan pajak memberikan dasar etis yang kokoh untuk menjaga kualitas, integritas, dan keadilan dalam proses pemeriksaan. Nilai-nilai utama yang terkandung dalam kebajikan Cardinal — Prudence (Kebijaksanaan), Temperance (Pengendalian Diri), Fortitude (Ketabahan), dan Justice (Keadilan) — sangat relevan dalam mekanisme pemeriksaan pajak. Setiap nilai ini membantu pemeriksa pajak untuk menghadapi berbagai tantangan dalam melaksanakan tugasnya, menjaga keseimbangan antara keadilan dan ketegasan, serta memastikan bahwa proses pemeriksaan dilaksanakan dengan prinsip-prinsip yang adil dan profesional. Berikut adalah alasan rinci pentingnya setiap Cardinal Virtue dalam pemeriksaan pajak.
a. Prudence (Kebijaksanaan)
- Esensi Kebijaksanaan: Prudence atau kebijaksanaan adalah kemampuan untuk membuat keputusan yang tepat dan hati-hati berdasarkan analisis yang matang terhadap informasi dan data yang ada. Dalam pemeriksaan pajak, kebijaksanaan sangat penting untuk menilai apakah ada indikasi pelanggaran, bagaimana pendekatan yang tepat dalam mengumpulkan bukti, serta bagaimana menjaga komunikasi yang profesional dengan wajib pajak.
- Relevansi dalam Pemeriksaan Pajak: Pemeriksa pajak harus mempertimbangkan data historis wajib pajak, memperhatikan konteks ekonomi, serta memahami pola perilaku wajib pajak. Kebijaksanaan ini juga berarti menghindari keputusan yang tergesa-gesa yang dapat berujung pada penilaian yang tidak adil terhadap wajib pajak. Dengan kebijaksanaan, pemeriksa dapat menentukan tindakan yang paling sesuai dalam menjalankan prosedur pemeriksaan.
b. Temperance (Pengendalian Diri)
- Esensi Pengendalian Diri: Temperance mengacu pada pengendalian diri dan kemampuan untuk menjaga emosi agar tetap netral dan profesional. Dalam pemeriksaan pajak, pengendalian diri membantu pemeriksa untuk tidak bertindak secara reaktif atau emosional saat berhadapan dengan wajib pajak yang mungkin tidak kooperatif atau bahkan defensif.
- Relevansi dalam Pemeriksaan Pajak: Pengendalian diri menjaga agar pemeriksa tetap objektif dan sopan, terutama dalam situasi yang menuntut kesabaran. Mengingat bahwa pemeriksaan pajak bisa menjadi proses yang penuh tekanan bagi kedua belah pihak, pengendalian diri memungkinkan pemeriksa pajak untuk tetap tenang dan fokus pada tujuan utama, yaitu memastikan akurasi dan kepatuhan pajak tanpa menimbulkan konflik atau ketidaknyamanan yang tidak perlu.
c. Fortitude (Ketabahan)
- Esensi Ketabahan: Fortitude mencerminkan keteguhan hati dan ketabahan dalam menghadapi tantangan. Ketabahan ini penting bagi pemeriksa pajak dalam mengatasi berbagai rintangan selama proses pemeriksaan, misalnya, ketika menghadapi wajib pajak yang sulit bekerja sama atau dalam situasi di mana data yang dibutuhkan sulit diperoleh.
- Relevansi dalam Pemeriksaan Pajak: Ketabahan membantu pemeriksa pajak untuk tetap teguh pada prinsip dan tugasnya, meskipun menghadapi kesulitan teknis atau tekanan dari berbagai pihak. Dengan ketabahan, pemeriksa dapat menyelesaikan proses pemeriksaan hingga tuntas, bahkan saat ada hambatan yang dapat mengganggu kelancaran pemeriksaan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa pemeriksaan dilakukan secara menyeluruh dan tidak berhenti karena kendala sementara.
d. Justice (Keadilan)
- Esensi Keadilan: Justice atau keadilan adalah prinsip utama dalam Cardinal Virtue yang menuntut pemeriksa pajak untuk bertindak secara obyektif, proporsional, dan tidak memihak. Prinsip ini penting agar wajib pajak dapat merasakan perlakuan yang adil, tanpa diperlakukan secara sewenang-wenang.
- Relevansi dalam Pemeriksaan Pajak: Keadilan dalam pemeriksaan pajak berarti memberikan keputusan yang seimbang berdasarkan bukti yang ada, tanpa terpengaruh oleh prasangka atau kepentingan pribadi. Pemeriksa pajak harus memastikan bahwa sanksi atau koreksi yang diberikan benar-benar proporsional dengan temuan pelanggaran. Prinsip keadilan ini juga tercermin dalam hak wajib pajak untuk menanggapi temuan pemeriksaan dan berpartisipasi dalam pembahasan akhir sebelum keputusan final diambil.
Bagaimana Cardinal Virtue Mewujud dalam Proses Pemeriksaan?
Setiap Cardinal Virtue dari Aquinas dapat diwujudkan dalam berbagai tahap dan proses pemeriksaan pajak, khususnya dalam prosedur yang diatur oleh Pasal 17C UU KUP. Berikut ini adalah cara penerapan setiap Cardinal Virtue dalam mekanisme pemeriksaan pajak:
a. Prudence dalam Proses Perencanaan dan Analisis Risiko
- Perencanaan Awal yang Matang: Sebelum pemeriksaan dimulai, pemeriksa pajak melakukan perencanaan awal yang matang. Ini mencakup pengumpulan informasi tentang wajib pajak, analisis terhadap data yang relevan, serta penyusunan rencana pemeriksaan yang berbasis pada risiko. Dalam hal ini, kebijaksanaan digunakan untuk memutuskan pendekatan terbaik yang sesuai dengan profil wajib pajak, menentukan tujuan pemeriksaan, serta merencanakan pengumpulan bukti dengan metode yang paling efektif.
- Pengambilan Keputusan Berdasarkan Bukti yang Valid: Kebijaksanaan juga diterapkan dalam proses pengambilan keputusan ketika pemeriksa harus menilai bukti yang diperoleh. Pemeriksa pajak akan menggunakan pertimbangan yang matang untuk menilai apakah data yang ada sudah cukup atau perlu digali lebih dalam, serta menentukan tindakan lanjutan yang sesuai.
b. Temperance dalam Interaksi dengan Wajib Pajak
- Sikap Profesional dan Terkendali: Selama pemeriksaan, pengendalian diri penting untuk menjaga hubungan yang profesional antara pemeriksa dan wajib pajak. Misalnya, ketika wajib pajak menunjukkan sikap resistensi atau kekhawatiran terhadap pemeriksaan, pemeriksa harus tetap tenang, sopan, dan menghindari konfrontasi.
- Penerapan dalam Pengumpulan Informasi: Dalam pemeriksaan lapangan atau kantor, pengendalian diri menjaga agar pemeriksa tidak terbawa emosi atau terkesan menekan wajib pajak. Pengendalian diri ini mendukung proses pemeriksaan yang efektif karena wajib pajak lebih cenderung memberikan informasi yang akurat jika mereka merasa dihargai dan diperlakukan secara netral oleh pemeriksa pajak.