Sudah kita ketahui pada tanggal 14 Februari tahun 2024, kita sebagai Masyarakat Indonesia merayakan pesta demokrasi. Pada pesta demokrasi tahun ini bertujuan guna menentukan Presiden dan Wakil Presiden, DPR RI, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kab/Kota. Dimana kita sebagai Masyarakat dilibatkan dan turut berperan dalam menenetukan pemimpin untuk periode selanjutnya.
Berbagai bentuk kapanye dilakukan dari berbagai Calon Legislatif guna menarik simpati dan meyakinkan Masyarakat agar menggunakan hak pilihnya untuk memilih Calon Legislatif tersebut. Salah satu bentuk kampanye yang sangat popular dalam lingkup Masyarakat biasa kita sebut dengan istilah 'serangan fajar'.
Sudah menjadi rahasia umum 'Serangan Fajar' menjadi salah satu bentuk kampanye dalam pemilihan umum di Indonesia. Sebenarnya apa sih yang dimaksud 'Serangan Fajar' itu?. Serangan fajar merupakan salah satu tindakan praktik politik uang yang kerap terjadi menjelang hari pemungutan suara Pemilihan Umum. Praktik ini biasanya ditunjukkan dengan memberikan uang atau barang tertentu untuk mendapatkan simpati atau suara rakyat.
Dalam lingkup Masyarakat Indonesia 'serangan fajar' sudah dapat dipastikan ada dan terjadi menjelang Pemilihan Umum. Padahal dalam konteks Pemilihan Umum, masyarakat seharusnya memahami dan menghindari praktik serangan fajar agar dapat menjaga integritas dan keadilan dalam pelaksanaan proses demokrasi, terutama dalam pemilihan Presiden dan calon legislatif.
Terdapat beberapa alasan mengapa praktik 'serangan fajar' harus kita hindari dalam proses demokrasi di Indonesia.
Pertama, serangan fajar tergolong dalam praktik suap. Sejatinya, memberi atau menerima uang dengan tujuan untuk mempengaruhi suara dalam pemilihan umum termasuk dalam kategori suap, yang hukumnya haram secara mutlak.
Kedua, praktik politik uang, termasuk serangan fajar, merupakan perkara yang dilarang oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Umum. Pasal 187A melarang dengan tegas pemberian dan penerimaan uang atau imbalan lain untuk mempengaruhi suara dalam pemilihan umum. Pelanggaran terhadap pasal ini dapat dikenakan sanksi pidana. Tapi kenyataanya praktik 'serangan fajar' masih eksis berkembang dalam proses demokrasi di Indonesia.
Ketiga, Hilangnya Kepercayaan masyarakat. Praktik politik uang dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi politik dan pemerintah. Ketika masyarakat melihat bahwa pemilihan umum dan proses politik diatur oleh uang, hal tersebut dapat mengurangi kepercayaan mereka pada sistem demokratis dan melemahkan legitimasi pemerintahan.
Keempat, lunturnya hati Nurani dalam menggunakan hak pilih. Padahal dalam proses demokrasi kita sebagai Masyarakat selalu diingatkan untuk menggunakan asas  Luber Jurdil (langsung, umum, bebas , rahasia, jujur, dan adil) dalam menggunakan hak pilihnya. Dengan adanya praktik 'serangan fajar' ini banyak dari Masyarakat yang mengorbankan hak pilihnya untuk meemilih calon legislatif yang bukan berdasarkan hati Nurani mereka.
Selain beberapa alasan diatas KPU (Komisi Pemilihan Umum) juga selalu mengingatkan 'serangan fajar' atau politik uang adalah bentuk suap-menyuap dan hal inilah yang membuat kasus korupsi kian sulit dihilangkan. Namun hal itu hanyalah pengingat yang tidak digubris sama sekali oleh Masyarakat. Â
Usaha yang dilakukan KPU (Komisi Pemilihan Umum) untuk menghilangkan praktik ini juga tidak main-main. KPU (Komisi Pemilihan Umum) membentuk Badan Pengawas Pemilu yang bertujuan membantu dan terjun langsung dalam Masyarakat untuk mengawasi jalanya proses demokrasi di Masyarakat.