Mohon tunggu...
Agung Nugraha
Agung Nugraha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Tertarik di bidang HR dan Marketing.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menyingkap Kearifan Lokal Kampung Urug, Inspirasi Pertanian Berkelanjutan di Era Modern

13 Juli 2024   19:40 Diperbarui: 13 Juli 2024   19:48 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mayoritas penduduk di Kampung Urug adalah petani, bukan buruh tani. Meskipun demikian, buruh tani juga ada, terutama mereka yang memiliki lahan sedikit dan membutuhkan tambahan penghasilan setelah menggarap lahan sendiri. Buruh tani membantu dalam pengelolaan sawah karena biasanya satu keluarga tidak cukup untuk menggarap lahan yang luas. 

Sekitar 80% penduduk di Kampung Urug adalah petani yang mengelola lahan sendiri. Sedangkan buruh tani, meskipun mereka memiliki lahan, jumlahnya lebih sedikit dan secara ekonomi mereka kurang mampu. Hubungan antara tetangga dan saudara sangat erat, dan mereka saling membantu dalam mengelola lahan pertanian.

Terdapat satu orang yang memiliki lahan terbesar di Kampung Urug, sekitar 40 gedeng. Jika 1 gedeng setara dengan 1.250 meter persegi, maka individu ini memiliki sekitar 5 hektar lahan. Mayoritas penduduk memiliki lahan menengah dengan ukuran sekitar 4-8 gedeng. Kemudian penduduk yang memiliki lahan paling sedikit memiliki sekitar 2 gedeng.

Kepemilikan lahan di Kampung Urug dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok berdasarkan luasnya. Lahan luas adalah lahan yang memiliki lebih dari 8 gedeng (lebih dari 1 hektar) dan pemiliknya dianggap orang kaya berdasarkan hasil panennya. Lahan menengah memiliki luas antara 4 hingga 8 gedeng. Sedangkan lahan kecil berkisar antara 2 hingga 4 gedeng, dan jarang sekali ada yang hanya memiliki 1 gedeng. 

Untuk pengukuran hasil panen, satu gedeng setara dengan 3 pocong padi, di mana satu pocong adalah satu kepalan padi yang diikat dan dijemur. Berat satu gedeng padi besar sekitar 7,5 kg, sedangkan padi kecil sekitar 7 kg. Di Kampung Urug, semua padi yang ditanam adalah padi lokal sesuai dengan amanat leluhur. Penanaman padi dilakukan setahun sekali untuk menjaga kesuburan tanah dan mengurangi hama. Penanaman juga mengikuti perhitungan waktu yang dipandu oleh munculnya bintang kidang atau menurut antropologi astronomi bintang waluku, yang menjadi tanda bahwa saatnya menanam padi.

Kunjungan dan wawancara yang dilakukan oleh tim mahasiswa IPB University ini merupakan langkah penting dalam upaya terciptanya sistem pertanian berkelanjutan yang akan menjaga kelestarian alam. Melalui dialog yang interaktif dan konstruktif antara akademisi dan pemerintah, diharapkan akan muncul ide-ide inovatif yang dapat menjembatani kebutuhan modernisasi dengan pelestarian kearifan lokal.

Ke depannya, diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak untuk mengkaji lebih lanjut potensi tradisi bertani masyarakat Kampung Urug, baik dari segi terciptanya pertanian berkelanjutan, pelestarian budaya, maupun pengembangan pariwisata. Dengan pendekatan yang holistik dan kolaboratif, diharapkan tradisi bertani masyarakat Kampung Urug tidak hanya menjadi peninggalan masa lalu, tetapi juga solusi yang relevan untuk tantangan masa kini dan masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun