Pada tahun 1999, Gus Dur terpilih secara demokratis sebagai Presiden Republik Indonesia ke empat menggantikan B.J. Habibie.27 Naiknya Gus Dur menjadi Presiden Indonesia pada saat itu di mana bangsa Indonesia tengah berada pada satu kondisi di mana berbagai krisis sedang melanda dengan hebatnya. Sebagian besar masyarakat tampaknya memang banyak berharap kepada pemerintahan yang baru terbentuk ini.
Gus Dur menjadi pusat harapan dari sebagian besar masyarakat Indonesia untuk perubahan kehidupan ke arah yang jauh lebih baik. Periode Gus Dur menjadi Presiden Indonesia di satu sisi telah menunjukkan intelektual politiknya.Â
Gus Dur tidak saja dianggap sebagai tokoh yang paham dalam urusan agama, tetapi ia juga dinilai memiliki kapasitas untuk mengurus persoalan politik bangsa.
Gus Dur merupakan Presiden Indonesia pertama yang memiliki latar belakang seorang kiai. Ada pula yang mengatakan, bahwa naiknya Gus Dur menjadi Presiden menandakan era baru dan kemenangan bagi politk kaum santri.Â
Tampilnya Gus Dur sebagai Presiden ketika itu di satu sisi telah meruntuhkan semua mitos dan fakta, bahwa santri selalu berada di pinggir kekuasaan.28 Anggapan itu bisa jadi muncul dari dalam diri sebagian warga NU karena selama ini mereka menilai pihak penguasa kurang memberi kesempatan bagi NU dalam kancah perpolitikan Indonesia. Apalagi sejak pemerintah berkuasa melakukan penyederhanaan terhadap beberapa partai Islam pada tahun 1973.
Lahir di Jombang, Jawa Timur, 1 Juni1914 -- meninggal di Cimahi, Jawa Barat, 19 April1953 pada umur 38 tahun adalah pahlawan nasional Indonesia dan menteri negara dalam kabinet pertama Indonesia.
Ia adalah ayah dari presiden keempat Indonesia, Abdurrahman Wahid dan anak dari Mohammad Hasyim Asy'ari, salah satu pahlawan nasional Indonesia. Wahid Hasjim dimakamkan di Tebuireng, Jombang.
Pada tahun 1939, NU menjadi anggota MIAI (Majelis Islam A'la Indonesia), sebuah badan federasi partai dan ormas Islam pada zaman pendudukan Belanda.
Saat pendudukan Jepang yaitu tepatnya pada tanggal 24 Oktober1943 ia ditunjuk menjadi Ketua Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) menggantikan MIAI.
Selaku pemimpin Masyumi ia merintis pembentukan Barisan Hizbullah yang membantu perjuangan umat Islam mewujudkan kemerdekaan. Selain terlibat dalam gerakan politik, tahun 1944 ia mendirikan Sekolah Tinggi Islam di Jakarta yang pengasuhannya ditangani oleh KH. A. Kahar Muzakkir. Menjelang kemerdekaan tahun 1945 ia menjadi anggota BPUPKI dan PPKI.