Kesuksesan sejati bukanlah tentang seberapa banyak dunia yang kau miliki, tetapi seberapa dekat dunia itu membawamu kepada Allah."
"Dalam kehidupan yang serba cepat ini, banyak orang berlomba-lomba meraih apa yang mereka sebut sebagai "kesuksesan." Karier yang gemilang, kekayaan melimpah, status sosial yang tinggi, atau pencapaian akademik menjadi tolok ukur umum yang dipakai untuk menilai keberhasilan seseorang. Namun, sudahkah kita memahami apa sebenarnya arti kesuksesan sejati?
Syaikh Prof. Dr. Yasser Al-Dosary hafizhahullahu ta'ala, Imam dan Khatib Masjidil Haram Makkah, pernah berkata:
"Setiap kesuksesan duniawi yang tidak mengantarkanmu kepada keberuntungan di akhirat, maka itu adalah kesuksesan yang palsu."
Pernyataan ini mengajarkan kepada kita bahwa kesuksesan sejati bukanlah tentang apa yang terlihat di mata dunia, melainkan apa yang bernilai di sisi Allah Ta'ala.
Kesuksesan Palsu: Mencari Dunia yang Sementara
Tidak sedikit orang yang terjebak dalam definisi semu tentang kesuksesan. Mereka mengorbankan waktu, keluarga, bahkan moralitas demi mengejar apa yang disebut sebagai "kesuksesan duniawi." Rumah besar, mobil mewah, dan jabatan tinggi kerap menjadi obsesi yang membuat mereka melupakan tujuan hidup yang lebih mulia.
Sayangnya, segala kemegahan dunia ini bersifat fana. Dalam Surah Al-Hadid ayat 20, Allah Ta'ala berfirman:
"Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan melalaikan, perhiasan dan tempat saling berbangga di antara kamu, serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan..."
Kehidupan dunia hanyalah persinggahan. Jika semua pencapaian duniawi tidak diarahkan untuk mendekatkan diri kepada Allah, maka keberhasilan itu tidak lebih dari sekadar fatamorgana.
Kesuksesan Sejati: Mengarahkan Dunia kepada Akhirat
Sebaliknya, kesuksesan sejati adalah keberhasilan yang membuahkan keberuntungan di akhirat. Ketika seseorang diberi rezeki dunia, lalu ia memanfaatkannya di jalan Allah, maka hartanya menjadi amal jariyah. Ketika seseorang diberi ilmu, lalu ia mengajarkannya, maka ilmunya menjadi ladang pahala. Ketika seseorang diberi kekuasaan, lalu ia menggunakannya untuk menegakkan keadilan, maka kekuasaannya menjadi pemberat amal kebaikan.
Dalam hadits riwayat Muslim, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain."