Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Insan Pembelajar yang senang mempelajari bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Saat ini aktif memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di berbagai kesempatan, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Roman Pilihan

Di Balik Langkah Letih, Ada Doa yang Menggetarkan Langit

22 Desember 2024   10:01 Diperbarui: 23 Desember 2024   08:35 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Meski ibu ini pemulung, ia tetap pilar negeri bagi diri dan anak-anaknya.|Foto: AFM 

"Di balik langkah lelah para ibu pemulung, ada cerita tentang keteguhan yang menopang negeri ini. Sebuah kisah yang menggetarkan hati."

Fajar masih malu-malu menyapa ufuk timur ketika embun terakhir mulai memudar di halaman Masjid Kubro, Jl. Abdullah Bin Nuh Cianjur. Sebelum azan subuh berkumandang, di sudut halaman masjid, tampak seorang ibu tua membungkuk di dekat tempat sampah. Jemarinya yang keriput dengan cekatan memilah plastik dan kardus bekas, seolah setiap benda yang dipegangnya adalah serpihan harapan yang akan ia tukarkan dengan sekeping rupiah.

Wajahnya tertutup kerudung lusuh, tapi matanya memancarkan keteguhan yang sulit dijelaskan. Ia bergerak dengan cepat, menyapu pandangan ke seluruh halaman masjid dengan sorot mata yang penuh harap. Bukan untuk meminta-minta, bukan untuk mengiba, tetapi untuk bekerja. Untuk menjemput rezeki dengan cara yang mulia, meski di antara tumpukan sampah.

Setelah salat subuh, langkah saya terasa berat meninggalkan masjid. Bayangan ibu tua itu masih tertanam kuat dalam ingatan. Namun, perjalanan pulang ke kampung halaman di Cilaku justru menambahkan luka yang sama. Di sudut gang kecil, seorang ibu lain tampak memanggul karung besar di punggungnya. Bahunya terlihat ringkih, tapi semangatnya sekuat baja. Dari satu tong sampah ke tong sampah lainnya, ia berjalan tanpa lelah, seperti prajurit di medan perang yang tidak mengenal kata menyerah.

Ibu pemulung sedang beradu untung, menjemput rezeki dengan menelusuri jalan.|Foto: AFM
Ibu pemulung sedang beradu untung, menjemput rezeki dengan menelusuri jalan.|Foto: AFM

Ba'da Isya di Masjid Al Muhajirin Cilaku, saya kembali menemukan pemandangan serupa. Sepasang suami istri yang sudah renta duduk di tepi jalan, di samping karung besar berisi barang-barang bekas yang mereka kumpulkan sepanjang hari. Di wajah mereka tidak ada keluhan, hanya ada keheningan yang menyimpan berjuta cerita tentang perjuangan.

Hari ini, pagi ini, saya melihat tiga anak kecil---dua perempuan dan satu laki-laki---berjalan beriringan dengan karung di punggung mereka. Kakak beradik ini berpakaian lusuh dan rambut mereka berdebu. Dua anak perempuan itu masih bersandal, meski talinya hampir putus, sedangkan si adik laki-laki berjalan bertelanjang kaki di atas aspal yang dingin.

Tiga anak pemulung kakak beradik di Cilaku, bagaimana dengan ibunya? |Foto: AFM
Tiga anak pemulung kakak beradik di Cilaku, bagaimana dengan ibunya? |Foto: AFM

Oh, negeri ini...

Betapa banyak ibu-ibu yang menjelma menjadi pemulung demi sesuap nasi. Betapa banyak anak-anak yang harus memikul beban lebih berat dari usianya. Namun, di balik pemandangan ini, ada sebuah pelajaran yang begitu dalam: ibu adalah tiang negeri, pilar peradaban, dan jantung dari setiap harapan yang masih tersisa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun