Hujan adalah salah satu tanda kebesaran Allah yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Namun, pernahkah kita merenung, sikap apa yang kita pilih saat tetes-tetes rahmat itu turun dari langit? Apakah kita termasuk orang-orang yang meraih pahala, tidak mendapatkan apa-apa, atau bahkan menambah dosa?
Hujan: Antara Nikmat dan Ujian
Hujan adalah salah satu bentuk kasih sayang Allah kepada makhluk-Nya. Ia membawa kehidupan bagi tumbuhan, hewan, dan manusia. Firman Allah dalam Al-Qur'an:
"Dari langit, Kami turunkan air yang memberi berkah, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pepohonan rindang dan biji-bijian yang dapat dipanen.". (QS. Qaf, 50: 9)
Namun, tidak semua orang menyikapi hujan dengan cara yang sama. Dalam kondisi ini, manusia terbagi menjadi tiga golongan:
1. Mereka yang Meraih Pahala
Golongan pertama adalah mereka yang menjalankan sunnah Nabi saat hujan turun. Rasulullah mengajarkan kepada kita doa indah ketika hujan:
"Allahumma shoyyiban nafi'an" (Ya Allah, turunkanlah kepada kami hujan yang bermanfaat).
(HR. Bukhari no. 1032)
Mereka yang mengamalkan doa ini tidak hanya menunjukkan rasa syukur, tetapi juga menanamkan keyakinan bahwa hujan adalah rahmat dan kebaikan dari Allah. Hujan bagi mereka bukan sekadar fenomena alam, tetapi juga momen untuk mendekatkan diri kepada Allah.
2. Mereka yang Tidak Mendapatkan Apa-Apa
Golongan kedua adalah mereka yang tidak mencela hujan, tetapi juga tidak menjalankan sunnah Nabi . Mereka tahu tentang doa atau adab saat hujan, tetapi memilih untuk tidak mengamalkannya karena alasan malas atau lupa. Dalam pandangan Islam, sikap seperti ini adalah bentuk kelalaian yang merugikan diri sendiri.
Setiap detik kehidupan menawarkan peluang untuk berbuat baik. Melewatkan kesempatan emas seperti ini adalah kerugian yang nyata. Rasulullah bersabda:
"Barang siapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Dia akan memahamkan agama kepadanya.". (HR. Bukhari dan Muslim)
3. Mereka yang Menambah Dosa
Golongan terakhir adalah mereka yang mencela hujan. Perkataan seperti, "Hujan lagi, jadi tidak bisa pergi!", "Susah kering nih pakaian, kalau hujan ngak berhenti-henti, atau "Kapan hujan ini berhenti?" adalah bentuk keluhan yang tidak pantas. Rasulullah mengingatkan dalam hadits qudsi:
"Manusia menyakiti Aku; dia mencaci maki masa (waktu), padahal Aku adalah pemilik dan pengatur masa."(HR. Bukhari dan Muslim)
Hujan adalah nikmat dari Allah. Mencelanya sama dengan mencela pemberi nikmat, yakni Allah Ta'ala. Bahkan, kata-kata yang terucap tanpa berpikir pun dapat membawa murka Allah, sebagaimana sabda Rasulullah :
"Sesungguhnya ada seorang hamba yang berbicara dengan suatu perkataan yang membuat Allah murka, lalu dia dilemparkan ke dalam neraka jahannam." (HR. Bukhari no. 6478)
Sikap yang Harus Kita Pilih
"Hujan adalah tetes rahmat dari langit. Sikapmu saat hujan turun mencerminkan imanmu - apakah kau syukur, lalai, atau kufur?"
Sebagai Muslim, mari kita memilih untuk menjadi bagian dari golongan pertama - mereka yang meraih pahala. Saat hujan turun, jadikan momen ini untuk mengingat kebesaran Allah, bersyukur atas nikmat-Nya, dan mendoakan kebaikan.
Hujan juga mengajarkan kita untuk bersabar dan menerima takdir Allah dengan hati lapang. Ketika aktivitas terganggu karena hujan, mari kita berprasangka baik. Mungkin Allah sedang melindungi kita dari bahaya atau memberikan waktu untuk introspeksi diri.
"Syukuri hujan, nikmati rahmatnya, jauhi keluhannya."
Kesimpulan
"Setiap tetes hujan adalah rahmat, setiap sikap kita adalah cerminan iman. Bersyukurlah dan berdoalah, karena hujan adalah nikmat yang membawa kebaikan."
Hujan adalah salah satu bentuk kasih sayang Allah kepada makhluk-Nya. Sikap kita terhadap hujan mencerminkan iman kita kepada-Nya. Apakah kita memilih untuk bersyukur dan berdoa? Ataukah kita hanya diam tanpa amalan? Atau, semoga tidak, mencela nikmat yang Allah berikan?
Marilah kita menjadi hamba yang bijak dalam menyikapi setiap karunia Allah, termasuk hujan. Semoga tetes-tetes hujan menjadi saksi atas kebaikan dan rasa syukur kita di hadapan-Nya. Sesungguhnya Allah menyukai hamba yang bersyukur dan sabar.
Wallahu a'lam bishawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H