"Tawa adalah penyegar, tetapi terlalu banyak tawa bisa mengeraskan hati. Jadikan hati lembut dengan tangis keinsafan dan zikir kepada Allah.
Tertawa ibarat bumbu dalam kehidupan. Ia diperlukan sebagai penyegar di tengah hiruk-pikuk dunia yang penuh kesibukan. Bahkan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, teladan terbaik umat, tak jarang tersenyum, tertawa, dan bercanda dengan para sahabatnya. Namun, sebagaimana garam yang berlebihan dapat merusak rasa makanan, tertawa yang berlebihan pun dapat membawa dampak negatif bagi hati.
Batas-Batas Tertawa Menurut Teladan Rasulullah
Dalam berbagai riwayat, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menunjukkan contoh bercanda yang penuh hikmah. Salah satunya adalah kisah beliau dengan seorang nenek tua yang meminta doa agar bisa masuk surga. Rasulullah dengan bijak bercanda, "Sesungguhnya surga tidak dimasuki oleh nenek tua." Mendengar ini, si nenek menangis, namun Rasulullah segera menjelaskan maksudnya: di surga, semua penghuni akan menjadi muda kembali, sebagaimana firman Allah:
"Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung. Dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta lagi sebaya umurnya." (QS Al-Waqi'ah: 35-37)
Bercanda dan tertawa diperbolehkan, namun dalam batasan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengingatkan, "Janganlah terlalu banyak tertawa. Sesungguhnya terlalu banyak tertawa dapat mematikan hati." (HR. Tirmidzi).
Mengapa Tertawa Berlebihan Dapat Mengeraskan Hati?
Hati adalah pusat dari iman dan kesadaran. Ketika hati keras, ia menjadi sulit menerima kebenaran, terhalang dari kelembutan, dan tertutup dari nasihat yang baik. Kehidupan dunia bukanlah untuk dihabiskan dengan tawa yang berlebihan. Dunia ini adalah tempat menanam amal untuk akhirat, bukan panggung hiburan tanpa akhir.
Sebagai manusia beriman, kita perlu menyadari betapa rapuhnya nasib kita. Rasulullah bersabda, "Seandainya kamu mengetahui apa yang aku ketahui, kamu benar-benar akan sedikit tertawa dan banyak menangis." (HR. Muslim). Pernyataan ini membuat para sahabat menangis tersedu-sedu, membuktikan betapa mendalamnya kesadaran mereka akan tanggung jawab akhirat.
Kebahagiaan Hakiki: Ketentraman Hati
Kebahagiaan sejati bukan terletak pada tawa, melainkan pada ketenangan jiwa. Allah berfirman:
"Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin untuk menambah keimanan atas keimanan mereka." (QS Al-Fath: 4)
Ketika hati tenang, seorang Muslim mampu menjalani kehidupan dengan penuh keikhlasan dan kedekatan kepada Allah. Sebaliknya, tawa yang berlebihan hanya akan menumpulkan rasa takut kepada Allah dan menjauhkan seseorang dari kesadaran spiritual.
Dampak Tawa Berlebihan pada Kehormatan Diri
Umar bin Khattab radhiallahu 'anhu pernah berkata, "Barangsiapa yang banyak tertawa, maka akan sedikit wibawanya. Barangsiapa yang banyak bercanda, maka dia akan dipandang rendah." (HR. Baihaqi). Dalam pandangan Islam, menjaga wibawa adalah bagian dari adab. Orang yang terlalu sering bercanda kehilangan kehormatan, baik di hadapan manusia maupun di sisi Allah.
Sebagaimana disampaikan oleh Al-Mawardi rahimahullah, kebiasaan tertawa yang berlebihan dapat melalaikan seseorang dari hal-hal penting. Ia tidak lagi fokus pada tanggung jawabnya, kehilangan kehormatan, dan seringkali diremehkan oleh orang lain.
Penutup: Jalan Tengah dalam Kehidupan
Islam mengajarkan keseimbangan. Bercanda boleh, tertawa pun diperkenankan, namun jangan sampai melampaui batas. Jadikan tawa sebagai penyegar, bukan kebiasaan yang melemahkan hati. Ingatlah bahwa dunia ini adalah ladang amal untuk akhirat, tempat kita mempersiapkan bekal sebelum menghadap Sang Khalik.
Dengan menahan diri dari tawa berlebihan, kita melatih hati untuk tetap lembut, siap menerima kebenaran, dan senantiasa terhubung dengan Allah. Sebagaimana yang disampaikan oleh Asy-Syaikh Prof. Dr. Shalih Al-Fauzan Hafizhahullah, dakwah yang sejati bukan melalui candaan, melainkan melalui keseriusan dalam menyampaikan kebenaran. Beliau pun menegaskan, "Tidak akan pernah candaan dan tertawaan menjadi metode dakwah kepada Allah selamanya. Dakwah kepada Allah hendaklah dengan Al Quran dan As-Sunnah, serta nasihat dan peringatan. Adapun candaan dan tertawan maka ini mematikan hati. Manusia pun tertawa dan bercanda, mereka datang ke tempat ini bukan karena dakwah, tapi untuk hiburan, maka ini tidak benar selamanya. Ini bukan cara berdakwah tapi cara menghibur"
Semoga kita senantiasa menjaga hati dari kekerasan dan menjadi hamba yang selalu tunduk dalam ketaatan. Wallahu a'lam bish-shawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H