Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Insan Pembelajar yang senang mempelajari bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Saat ini aktif memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di berbagai kesempatan, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Adab Rakyat Jelata Lebih Berharga dari Tahta

6 Desember 2024   09:51 Diperbarui: 6 Desember 2024   15:43 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jabatan fana, ketakwaan abadi. Kejujuran dan kebersahajaan adalah kemuliaan sejati.|Image: vecteezy.com

"Lebih baik jadi rakyat jelata dengan hati yang bersih, daripada tinggal di istana tapi kehilangan adab dan keimanan."

Lebih baik jadi rakyat jelata, tapi kata-kata tetap terjaga. Daripada jadi orang yang tinggal di istana, namun adab, etika, dan sikap rusak tak tertata. Pilihan hidup seseorang seringkali bukan sekadar persoalan takdir, melainkan cerminan dari nilai dan prinsip yang dipegang teguh. Dalam dunia yang penuh gemerlap dan godaan, menjadi sederhana bukanlah kekurangan, melainkan keutamaan yang semakin langka.

Lebih baik jadi rakyat jelata yang masih terbatas ilmunya dan terus giat belajar, daripada jadi orang yang merasa pintar namun tak punya kepekaan hati dan rasa. Ilmu sejatinya adalah cahaya yang menerangi jalan kebenaran. Namun, jika ilmu digunakan untuk memanipulasi kebenaran atau memperdaya orang lain, maka itu bukan lagi ilmu, melainkan alat penghancur peradaban.

Lebih baik jadi rakyat jelata yang mencari makan dengan halal dan sederhana, daripada jadi orang elit yang aji mumpung memperkaya diri dan kroninya dari anggaran negara. Kejujuran dalam mencari nafkah adalah tanda ketakwaan. Sebaliknya, kerakusan terhadap harta negara mencerminkan kehancuran moral. Betapa sering kita melihat mereka yang berkuasa lupa bahwa jabatan adalah amanah, bukan alat untuk memperkaya diri.

Lebih baik jadi rakyat jelata yang hidup dalam kesederhanaan tapi penuh syukur, daripada jadi orang kaya yang sombong dan lupa diri. Kesederhanaan adalah inti dari kebahagiaan sejati. Dalam kesederhanaan, ada ketulusan. Sedangkan kesombongan hanya akan menjauhkan manusia dari rahmat Allah dan menciptakan jurang pemisah antara sesama.

"Kesederhanaan bukan kelemahan, melainkan kekuatan untuk menjaga kejujuran dan meraih kemuliaan di sisi Allah."

Kontras Rasa Keadilan Sosial

"Rakyat jelata" adalah istilah dalam bahasa Indonesia yang merujuk pada rakyat biasa atau orang kebanyakan, yang bukan termasuk dalam golongan bangsawan atau hartawan. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan masyarakat umum yang tidak memiliki status sosial tinggi atau kekayaan yang signifikan. Istilah "rakyat jelata" juga bersinonm "rakyat kecil", "wong cilik", dan "masyarakat kelas bawah"

Rakyat jelata kerap menjadi saksi bisu ketimpangan sosial yang begitu mencolok. Mereka bekerja keras dari pagi hingga malam untuk sekadar menyambung hidup, sementara sebagian elite menikmati kemewahan hasil dari praktik-praktik tak bermoral. Ketika yang kaya semakin kaya dengan cara licik, dan yang miskin semakin terpuruk karena kebijakan yang tak berpihak, maka rasa keadilan benar-benar tercabik.

Sebagai orang yang menjungjung tinggi nilai-nilai agama, kita diingatkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam sabdanya, “Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.” Namun, realitas menunjukkan ironi: banyak pemimpin yang lupa melayani, justru sibuk mencari keuntungan pribadi. Rakyat kecil yang seharusnya dibela justru sering menjadi korban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun