Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Agung MSG adalah seorang trainer dan coach berpengalaman di bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di 93 kota di 22 provinsi di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Dengan pengalaman memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di 62 kota di Indonesia, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

GM sebagai Agen Pembelajaran yang Memimpin dengan Mindset Progresif di Era Digital

18 Oktober 2024   11:12 Diperbarui: 18 Oktober 2024   11:12 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemimpin progresif belajar, beradaptasi, dan mengubah tantangan menjadi peluang.|Image: bing.com

Mindset progresif adalah fondasi penting bagi GM di era digital. GM yang sukses harus mengembangkan kompetensi kunci berikut:

1. Keterbukaan terhadap pembelajaran. GM harus selalu mencari peluang belajar dan menciptakan budaya pembelajaran yang mendorong tim untuk terus berkembang.
2. Kepemimpinan inspiratif. Dalam lingkungan yang tidak pasti, GM harus mampu menginspirasi tim untuk berinovasi dan mengambil risiko terukur. Kepemimpinan yang inspiratif menciptakan iklim kerja yang mendukung kreativitas dan kolaborasi.
3. Adaptabilitas dan ketangkasan. GM perlu beradaptasi dengan cepat dan mengidentifikasi peluang dari tren baru, serta mengarahkan tim untuk merespons perubahan.
4. Pemanfaatan teknologi secara efektif. Pemahaman tentang teknologi terbaru adalah keharusan. GM perlu menggunakan teknologi secara strategis untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas.

Membangun Budaya Pembelajaran dan Kolaborasi

Selain belajar untuk diri sendiri, GM juga harus menginspirasi tim mereka untuk melakukan hal yang sama. Memimpin dengan pola pikir pembelajar berarti menciptakan lingkungan di mana setiap anggota tim merasa didorong untuk belajar dan berinovasi. Contohnya, Google dikenal dengan budaya inovatifnya, di mana karyawan diberikan waktu dan ruang untuk mengeksplorasi ide-ide baru. Hal ini mendorong kolaborasi dan meningkatkan kreativitas.

Berikut adalah beberapa contoh perusahaan yang menerapkan Budaya Pembelajaran dan Kolaborasi di lingkungan kerjanya:

Perusahaan Teknologi
1. Google. Google dikenal karena budaya pembelajarannya yang kuat, di mana karyawan didorong untuk terus belajar melalui program pelatihan dan pengembangan. Mereka juga memiliki forum untuk berbagi pengetahuan dan ide, serta mendukung kehadiran karyawan dalam konferensi industri.
2. Microsoft. Microsoft menerapkan budaya kolaborasi yang tinggi dengan memfasilitasi alat-alat kolaborasi seperti Microsoft Teams. Mereka mendorong karyawan untuk bekerja sama lintas departemen dan berbagi pengetahuan untuk meningkatkan inovasi.
3. IBM.  IBM memiliki program pembelajaran berkelanjutan yang memungkinkan karyawan untuk mengikuti kursus online dan mendapatkan sertifikasi. Budaya kolaboratif di IBM juga terlihat dalam proyek-proyek tim yang melibatkan berbagai disiplin ilmu.

Perusahaan Multinasional
1. Unilever. Unilever menerapkan budaya kolaboratif dengan fokus pada keberagaman dan inklusi. Mereka mendorong komunikasi terbuka antar tim dan memberikan ruang bagi karyawan untuk berbagi ide dan pengalaman.
2. Procter & Gamble (P&G). P&G memiliki sistem yang mendukung kolaborasi antar tim, dengan pendekatan berbasis proyek yang memungkinkan anggota tim dari berbagai latar belakang untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama.
3. Nestlé. Nestlé membangun budaya pembelajaran dengan menyediakan program pengembangan karir yang komprehensif, serta mendorong karyawan untuk berkolaborasi dalam proyek-proyek inovatif.

Perusahaan Start-up
1. Airbnb. Airbnb menciptakan lingkungan kerja yang kolaboratif dengan mempromosikan komunikasi terbuka dan berbagi pengetahuan antar karyawan. Mereka juga mengadakan sesi brainstorming reguler untuk mendorong inovasi.
2. Slack. Slack tidak hanya menyediakan alat komunikasi, tetapi juga menerapkan budaya pembelajaran di mana karyawan didorong untuk terus belajar dan berbagi pengetahuan tentang penggunaan platform secara efektif.
3. Zoom. Zoom menekankan pentingnya kolaborasi dengan menyediakan pelatihan berkelanjutan bagi karyawan dan mendorong mereka untuk berinovasi dalam penggunaan teknologi komunikasi.

Semua perusahaan-perusahaan ini menunjukkan bahwa budaya pembelajaran dan kolaborasi dapat meningkatkan produktivitas, kreativitas, dan kepuasan kerja di antara karyawan. Dengan menciptakan lingkungan yang mendukung pembelajaran terus-menerus dan kerja sama, mereka dapat tetap relevan dan kompetitif di pasar global yang cepat berubah.

Karena itu, GM harus memanfaatkan setiap kesempatan untuk mengembangkan kapabilitas tim melalui pelatihan, coaching, dan program mentoring. Dengan memberikan akses terhadap sumber daya pembelajaran yang tepat, mereka dapat meningkatkan kompetensi individu, yang pada akhirnya meningkatkan daya saing organisasi.

Memimpin Inovasi dan Adaptasi yang Berkelanjutan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun