Salah satu akar masalah dalam penanganan tawuran remaja adalah pola pikir aparat yang melihat para pelaku tawuran sebagai orang yang membahayakan atau penjahat. Padahal, dalam banyak kasus, mereka hanyalah remaja yang sedang mencari identitas diri dan cenderung mudah terpengaruh oleh lingkungannya. Pendekatan represif, dengan senjata api dan kekerasan fisik, justru memperburuk situasi. Ketakutan terhadap polisi, yang seharusnya menjadi pengayom, menyebabkan remaja lebih nekat mengambil tindakan ekstrem, seperti melompat ke sungai.
Jadi, sudah saatnya kepolisian mengubah pendekatan dalam menangani tawuran. Alih-alih menggunakan kekerasan, polisi harus mulai menerapkan pendekatan yang lebih manusiawi, seperti dialog dan edukasi, serta melibatkan tokoh masyarakat dalam proses mediasi. Polisi perlu mengadopsi metode penanganan konflik yang lebih modern dan sesuai dengan kebutuhan psikologis remaja.
Prosedur pembubaran kerumunan harus diubah agar mengutamakan keselamatan semua pihak. Bukan hanya fokus pada upaya cepat untuk membubarkan massa dengan cara apapun.
Menangani Tawuran dengan Solusi Proaktif
Pencegahan tawuran remaja sebenarnya bisa dilakukan melalui pendekatan yang lebih proaktif. Seperti misalnya edukasi tentang dampak tawuran dan peningkatan aktivitas positif bagi para remaja. Peran sekolah, orang tua, dan komunitas sangat penting dalam upaya ini. Polisi harus bersinergi dengan berbagai pihak, bukan hanya bertindak ketika situasi sudah memanas.
Pendekatan ini bisa dilakukan dengan program-program pencegahan yang melibatkan remaja secara aktif. Seperti pelatihan keterampilan hidup, kegiatan olahraga, atau program sosial yang membantu mereka menyalurkan energi secara positif.
Tidak hanya itu, pihak keamanan perlu melibatkan psikolog, sosiolog, budayawan, agamawan, dan pakar sosial lainnya dalam menyusun strategi pencegahan yang lebih tepat sasaran. Remaja yang terlibat dalam tawuran sering kali mengalami tekanan dari lingkungan, kurangnya pengawasan, dan minimnya dukungan emosional. Dengan pendekatan yang komprehensif, kita bisa mencegah tawuran tanpa harus mengorbankan nyawa.
Kesimpulan: Perlunya Reformasi dalam Penanganan Tawuran
Kasus kematian tujuh remaja di Bekasi harus menjadi pelajaran berharga bagi kita semua bahwa ada yang salah dalam prosedur yang diterapkan selama ini. Polisi harus segera mengevaluasi dan mereformasi metode pembubaran kerumunan, mengadopsi pendekatan yang lebih manusiawi, dan melibatkan berbagai elemen masyarakat dalam proses pencegahan tawuran. Dengan demikian, kita tidak hanya menyelamatkan nyawa remaja, tetapi juga mencegah terulangnya tragedi serupa di masa depan.
Pada akhirnya, pencegahan tawuran bukan hanya soal menindak tegas, tetapi juga tentang memberikan solusi yang lebih bijak dan berpihak pada masa depan generasi muda kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H