Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Agung MSG adalah seorang trainer dan coach berpengalaman di bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di 93 kota di 22 provinsi di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Dengan pengalaman memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di 62 kota di Indonesia, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Pendekatan Represif Gagal: Mencari Solusi Tawuran Tanpa Kekerasan

27 September 2024   22:44 Diperbarui: 27 September 2024   22:45 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kekerasan tidak akan pernah menjadi solusi; perubahan lahir dari pendekatan manusiawi.|Foto: kompas.id

"Pendekatan represif mungkin bisa membubarkan kerumunan, namun hanya pendekatan manusiawi yang bisa membentuk generasi yang lebih baik."

Penanganan tawuran remaja sering kali berujung tragis, di mana pendekatan represif yang seharusnya menekan kekerasan justru memakan korban jiwa. Kasus terbaru di Kota Bekasi, Jawa Barat, pada 21 September 2024, menjadi bukti nyata bahwa ada yang salah dalam prosedur pembubaran kerumunan oleh aparat keamanan. Tujuh remaja ditemukan tewas di Kali Bekasi sehari setelah mereka melompat ke sungai karena ketakutan saat dikejar polisi. Ini bukan kali pertama tragedi serupa terjadi, dan sudah saatnya kita mengevaluasi pendekatan yang digunakan untuk mencegah tawuran.

Polisi: Dari Pelindung Menjadi Ancaman?

Dalam banyak kasus, polisi dianggap sebagai pelindung masyarakat. Namun, dalam situasi seperti ini, kita justru menyaksikan fenomena "tongkat membawa rebah," di mana pihak yang seharusnya melindungi malah menyebabkan kematian. Keterangan polisi bahwa para remaja melompat karena takut ditangkap patut dipertanyakan, mengingat ada banyak faktor yang bisa mempengaruhi tindakan nekat tersebut.

Dari segi investigatif, kasus ini perlu diteliti lebih dalam, terutama terkait dengan protokol yang dijalankan oleh aparat ketika membubarkan kerumunan. Apakah langkah yang diambil benar-benar sesuai standar, atau malah memperparah situasi?

Tragedi di Bekasi ini mirip dengan kasus Afif Maulana, seorang remaja di Padang yang tewas pada Juni lalu setelah melompat dari Jembatan Kuranji. Pada saat itu, polisi juga menyatakan Afif melompat karena takut ditangkap, namun kemudian ditemukan adanya tanda-tanda kekerasan di tubuhnya. Ini mengindikasikan bahwa kekerasan sering kali terjadi, baik saat pembubaran maupun setelah remaja ditangkap. Situasi ini menunjukkan adanya dugaaan kesalahan mendasar dalam penanganan tawuran oleh pihak kepolisian.

Pentingnya Transparansi dan Akuntabilitas

Dalam setiap proses investigasi, transparansi menjadi kunci untuk membangun kepercayaan masyarakat. Sayangnya, dalam kasus kematian tujuh remaja di Bekasi, kepolisian terkesan menutup-nutupi informasi terkait penyebab kematian para korban. Keterbukaan dalam pelaporan perkembangan kasus secara berkala akan sangat membantu, tidak hanya dalam menjaga kredibilitas kepolisian, tetapi juga melibatkan masyarakat dalam mengawal proses hukum sehingga hasil akhirnya tidak menyimpang.

Transparansi yang minim menimbulkan syak wasangka, seolah-olah hukum tidak ditegakkan secara adil, dan justru digunakan untuk melindungi nama baik institusi.

Kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum sangat bergantung pada akuntabilitas mereka dalam menangani kasus-kasus seperti ini. Jika pendekatan tertutup terus berlanjut, bukan tidak mungkin budaya impunitas akan tumbuh subur, di mana pelaku kekerasan dalam institusi justru merasa aman karena yakin tidak akan dihukum. Ini adalah lingkaran setan yang harus segera diputus.

Mengubah Pola Pikir dan Prosedur

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun