Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Insan Pembelajar yang senang mempelajari bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Saat ini aktif memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di berbagai kesempatan, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Hati Hanya Bisa Disentuh dengan Hati: Solusi Tercanggih Pembebasan Sandera Pilot Susi Air

25 September 2024   07:19 Diperbarui: 25 September 2024   07:33 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ketika hati disentuh dengan kasih, dialog terbuka, dan kemanusiaan diberi ruang, perdamaian menjadi mungkin. Kekuatan terbesar bukan terletak pada senjata, tetapi pada kemampuan kita untuk mendengarkan, memahami, dan berempati."

Ketika krisis kemanusiaan terjadi, sering kali respons pertama yang muncul adalah reaksi berbasis kekuatan. Namun, pengalaman pembebasan sandera pilot Susi Air, Phillip Mark Mehrtens, memberikan pelajaran mendalam: hati hanya bisa disentuh dengan hati. Pendekatan kemanusiaan dan kekeluargaan yang digunakan dalam kasus ini mengingatkan kita bahwa, di tengah konflik yang penuh ketegangan, dialog dan empati jauh lebih ampuh dibanding kekerasan.

Pembebasan Mehrtens menjadi cerminan keberhasilan negosiasi yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan. Tokoh-tokoh seperti mantan Bupati Nduga, Edison Gwijangge, dan sanak keluarga Egianus Kogeya, Raga Kogeya, berhasil menciptakan ruang dialog yang membawa harapan. Dalam bingkai kemanusiaan, mereka mendekati Egianus Kogeya, pemimpin Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), bukan dengan intimidasi, tetapi dengan ketulusan. Usaha ini membuahkan hasil - Mehrtens dibebaskan pada 17 September 2024 di Kampung Yuguru, Papua Pegunungan, setelah melalui negosiasi panjang yang melibatkan tokoh adat dan agama setempat.

Pembelajaran dari Pendekatan Kemanusiaan

Peristiwa ini menegaskan bahwa konflik tidak dapat diselesaikan hanya dengan pendekatan keamanan. Ketika senjata menjadi alat utama, korban sipil dan pelanggaran hak asasi manusia meningkat, seperti yang terjadi di Papua. Di sisi lain, keterlibatan pranata sipil - tokoh adat, tokoh agama, dan kelompok masyarakat setempat - membawa nuansa kemanusiaan yang menyentuh hati dan mengundang kepercayaan.

Pentingnya kepercayaan ini tak bisa diabaikan. Di tengah trauma konflik yang panjang, warga Papua lebih mempercayai tokoh lokal yang memahami budaya dan sejarah mereka. Para negosiator sipil membawa sesuatu yang tidak dimiliki oleh kekuatan militer: hubungan emosional yang tulus, tanpa syak wasangka. Mereka mendekati Egianus dan TPNPB dengan niat baik, bukan untuk mendikte, tetapi untuk berdialog dalam semangat kemanusiaan.

Paradigma Keliru dalam Penyelesaian Konflik

Sayangnya, paradigma yang dianut pemerintah Indonesia sering kali berbeda. Presiden Joko Widodo, dalam pernyataannya terkait insiden ini, menyarankan bahwa kegiatan di Papua, seperti pembangunan dan pengiriman logistik, harus diawasi oleh militer dan polisi agar peristiwa penyanderaan tidak terulang. Pernyataan ini menunjukkan betapa terbatasnya pemahaman pemerintah dalam mengurai akar masalah di Papua.

Pendekatan militeristik yang hanya fokus pada keamanan justru memperdalam luka masyarakat Papua. Bukannya memperkuat kepercayaan, tindakan ini hanya memperparah konflik dan memperpanjang siklus kekerasan. Banyak warga Nduga yang harus mengungsi karena operasi militer yang dilakukan oleh TNI-Polri dalam upaya meredam milisi TPNPB-OPM. Kondisi ini menambah kemarahan dan kebencian warga Papua terhadap pemerintah pusat.

Apa yang terjadi pada Phillip Mehrtens adalah pelajaran nyata bagi kita bahwa menyelesaikan konflik tidak bisa dilakukan dengan memandang Papua hanya sebagai tempat untuk eksploitasi sumber daya alam atau pembangunan infrastruktur. Lebih dari itu, penyelesaian konflik harus menghormati kemanusiaan, budaya, dan aspirasi masyarakat setempat.

Mengubah Paradigma: Dari Kekerasan Menuju Dialog

Pembebasan Mehrtens menunjukkan bahwa solusi jangka panjang untuk Papua harus didasarkan pada dialog, bukan senjata. Pendekatan kemanusiaan yang ditunjukkan oleh Edison Gwijangge dan Raga Kogeya mengajarkan kepada kita semua bahwa, dalam konflik yang rumit, hati manusia adalah kunci untuk membuka jalan perdamaian. Kita harus belajar bahwa kekerasan hanya akan menghasilkan luka yang lebih dalam, sementara dialog dapat membangun jembatan kepercayaan.

Sebagai seorang pemerhati HAM dan keterampilan praktis bernegosiasi, saya percaya bahwa transformasi paradigma ini bukan hanya keharusan moral, tetapi juga strategi yang efektif. Tidak ada konflik yang dapat diselesaikan tanpa melibatkan hati nurani manusia. Seperti yang terjadi di Papua, kehadiran pranata sipil yang tulus dan peduli dapat membawa harapan baru dan membuka pintu bagi perdamaian yang berkelanjutan.

Di masa depan, kita harus melihat konflik di Papua dengan kacamata kemanusiaan. Pemerintah perlu memberikan ruang lebih besar bagi dialog, menghormati kebudayaan, dan mendengarkan suara masyarakat setempat. Tanpa perubahan ini, siklus kekerasan akan terus berlanjut dan korban akan terus berjatuhan.

Inspirasi untuk Dunia

Pembebasan Phillip Mehrtens bukan hanya sebuah kisah tentang penyelesaian konflik lokal, tetapi juga inspirasi bagi dunia internasional. Di berbagai belahan dunia, konflik serupa terjadi di mana pendekatan militer sering kali dijadikan solusi utama. Namun, melalui kasus ini, kita belajar bahwa hati manusia memiliki kekuatan luar biasa. Dengan menyentuh hati yang terluka, kita dapat membangun kembali jembatan perdamaian.

Mengutip kata-kata bijak: "Hati hanya bisa disentuh dengan hati." Inilah yang perlu kita ingat dalam setiap usaha untuk menyelesaikan konflik - baik di Papua maupun di belahan dunia lainnya. Pendekatan kemanusiaan yang tulus dan berlandaskan kasih sayang adalah jalan menuju penyelesaian yang bermartabat dan berkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun