Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Agung MSG adalah seorang trainer dan coach berpengalaman di bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di 93 kota di 22 provinsi di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Dengan pengalaman memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di 62 kota di Indonesia, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Dilarang Bercermin, Nanti Wajahmu Ketahuan

15 September 2024   08:47 Diperbarui: 15 September 2024   08:51 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bercerminlah, sebelum cerminnya dipecahkan duluan.|Foto: twistedsifter.com

Salah seorang pria lain, yang tampak resah, bertanya, "Mengapa kita takut pada kritik, padahal kritik itu untuk perbaikan?"

Pria tua itu memandangnya dengan lembut, "Itulah yang membingungkan, mengapa kita lebih takut pada suara rakyat yang lantang daripada pada kesalahan yang harusnya diperbaiki?" Kerumunan mulai berpikir lebih dalam, bahwa mungkin masalah sebenarnya bukanlah kritik, tapi ketidakmampuan untuk menerima kesalahan.

Di tengah tawa dan canda, seorang pria paruh baya berkata, "Bukankah kritik itu hal yang wajar? Seperti cermin?"

Pria tua itu mengangguk penuh arti, "Benar sekali, kritik itu ibarat cermin. Bila yang bercermin merasa wajahnya tak elok, apakah cerminnya yang salah? Atau mungkin, cermin itu memang harus dipecahkan agar tak perlu lagi melihat kenyataan?" Semua tertawa lebih keras kali ini, membayangkan cermin yang dipersalahkan hanya karena menampilkan kebenaran.

Seorang anak muda yang tampak idealis berkata, "Tapi sekarang, kritik dianggap mengancam. Kenapa bisa begitu?"

Pria tua itu menghela napas dalam. "Karena, zaman ini, kritik dianggap mengancam. Padahal, kritik hanyalah suara hati rakyat yang ingin perbaikan, bukan permusuhan. Yang membuat gaduh adalah mereka yang tak mau bercermin." Lagi-lagi, tawa terdengar dari kerumunan. Mereka mulai memahami bahwa sering kali, kegaduhan bukan datang dari yang mengkritik, tapi dari yang tak ingin dikritik.

Kemudian, salah seorang di kerumunan berbisik dengan suara cemas, "Tapi kalau semua kritik disensor, apa yang tersisa?"

Pria tua itu tersenyum tipis. "Ah, jika setiap kata kritik harus disensor, apakah kita akan hidup di negeri yang hanya mendengarkan pujian? Mungkin sebentar lagi kita perlu kamus baru, di mana ‘kebenaran’ dan ‘kebencian’ punya makna yang sama." Semua tertawa lagi, kali ini dengan sedikit nada getir. Mereka sadar, di negeri mereka, hal seperti itu bukan lagi lelucon, tapi kenyataan.

Dan akhirnya, salah satu pemuda bertanya, "Apakah ini akhir dari demokrasi kita?"

Pria tua itu memandang mereka semua dengan tatapan dalam, sebelum berkata, "Nak, ada satu pertanyaan: ketika kritik dianggap kejahatan, apakah yang tersisa dari demokrasi selain panggung sandiwara? Mungkin ini pertanda, demokrasi sedang menuju akhir babak."

Tawa keras bercampur dengan pemikiran serius memenuhi alun-alun. Mereka pergi dari sana dengan senyum di wajah, tapi dengan pikiran yang lebih terbuka. Kritik, ternyata, bukanlah ujian kebencian. Melainkan, sebuah panggilan untuk bercermin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun