Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Agung MSG adalah seorang trainer dan coach berpengalaman di bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di 93 kota di 22 provinsi di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Dengan pengalaman memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di 62 kota di Indonesia, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Di Balik Layar, Mengungkap Citra Pejabat Vs Kinerja Nyata

7 September 2024   07:27 Diperbarui: 7 September 2024   07:40 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Citra sejati seorang pemimpin tidak dibangun dari apa yang tampak di layar, tetapi dari dedikasi nyata dalam memberikan dampak positif bagi masyarakat."

Ketika pejabat lebih eksis di medsos untuk membangun citra daripada kinerjanya, seringkali kinerja pejabat itu biasa-biasa saja. Rata-rata.

Kita memaklumi, dalam era digital, keberadaan media sosial sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan, termasuk bagi pejabat negara. Media sosial memberikan akses cepat dan luas untuk berinteraksi dengan publik. Namun, di balik potensi positif ini, ada fenomena yang memprihatinkan: pejabat yang lebih fokus pada pencitraan diri di media sosial daripada kinerja nyata mereka. 

Fenomena ini, meskipun memberikan visibilitas tinggi, bisa berdampak negatif terhadap persepsi publik dan kepercayaan terhadap pejabat tersebut.

Persona Tidak Otentik dan Penipuan Citra

Salah satu kesalahan umum yang sering dilakukan pejabat di media sosial adalah menciptakan persona yang tidak otentik. Mereka berupaya menampilkan citra sebagai pribadi yang "sempurna" di dunia maya, seringkali dengan memposting konten yang dikurasi dengan hati-hati untuk menarik simpati publik. Namun, ketika tindakan dan kinerja yang ditunjukkan di dunia nyata tidak sejalan dengan citra tersebut, publik mulai kritis dan kehilangan kepercayaan.

"Penipuan" citra dapat memicu reaksi balik dari masyarakat, terutama ketika mereka menyadari bahwa apa yang ditampilkan hanyalah lapisan luar yang menutupi kinerja yang biasa-biasa saja.

Risiko di Balik Citra Modis di Medsos

Ada beberapa risiko yang dapat terjadi ketika pejabat terlalu fokus membangun citra melalui media sosial. Pertama, kurangnya transparansi. Ketika media sosial menjadi sarana utama komunikasi, fokus terhadap kegiatan dan keputusan penting bisa teralihkan. Pejabat mungkin menjadi lebih berhati-hati dalam menyampaikan informasi yang dianggap dapat merusak citra mereka, sehingga mengaburkan transparansi yang dibutuhkan publik.

Kedua, penyalahgunaan wewenang. Pejabat yang terlalu sibuk membangun citra mungkin lebih memprioritaskan upaya untuk mempertahankan popularitas daripada menjalankan tugas-tugas resmi mereka dengan baik. Ini bisa memicu penyalahgunaan wewenang, seperti mengutamakan proyek yang "tampak bagus" di mata publik, tetapi tidak memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.

Membedakan Citra dengan Kinerja Nyata

Bagi publik, membedakan antara citra yang ditampilkan di media sosial dengan kinerja nyata pejabat bisa menjadi tantangan. Namun, ada beberapa cara untuk melihat di balik layar pencitraan ini. 

Pertama, mengamati hasil nyata. Kinerja pejabat yang baik selalu dapat diukur melalui pencapaian yang jelas dan kontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat. Bukan hanya dari foto atau video yang diunggah, tetapi dari dampak nyata yang dirasakan publik.

Kedua, mengukur indikator kinerja yang relevan. Indikator seperti tingkat kepuasan publik terhadap layanan yang diberikan pejabat atau capaian pembangunan yang terukur lebih menggambarkan kinerja dibandingkan citra media sosial.

Ketiga, evaluasi yang transparan. Publik memiliki hak untuk menuntut evaluasi yang terbuka dan jujur atas kinerja pejabat. Evaluasi ini harus didasarkan pada fakta dan data, bukan hanya kesan yang dibentuk dari postingan di dunia maya.

Keseimbangan antara Citra dan Kinerja

Tidak dapat disangkal bahwa media sosial adalah alat yang efektif bagi pejabat untuk berkomunikasi dengan publik. Pejabat yang menggunakan media sosial dengan bijak dapat meningkatkan transparansi, memperkuat komunikasi dengan masyarakat, dan melaporkan pencapaian mereka secara langsung kepada khalayak luas.

Namun, keseimbangan sangatlah penting. Menghabiskan terlalu banyak waktu untuk membangun citra tanpa memberikan hasil nyata justru bisa menjadi bumerang. Publik akan selalu dapat menilai kinerja dari dampak yang dirasakan, bukan dari betapa modisnya seorang pejabat tampil di medsos.

Contohnya ada pejabat yang dikenal selalu eksis dan modis di media sosial. Namun, eksistensi ini harus diimbangi dengan kinerja nyata yang bisa dirasakan oleh masyarakat luas. Pejabat yang hanya nampang di media sosial tanpa menghasilkan perubahan konkret akan kehilangan kepercayaan dari publik.

Seperti halnya pepatah lama, "Bukan apa yang kau katakan, tetapi apa yang kau lakukan yang akan diingat oleh orang lain."

Kesimpulan

Pada akhirnya, media sosial hanya alat - bukan tujuan. Pejabat yang terlalu fokus pada citra di media sosial berisiko kehilangan esensi dari tugas dan tanggung jawab mereka yang sebenarnya.

Untuk mempertahankan kepercayaan publik, pejabat harus memastikan bahwa apa yang mereka tunjukkan di media sosial sejalan dengan kinerja mereka di dunia nyata. Dengan demikian, mereka tidak hanya membangun citra, tetapi juga kepercayaan yang kokoh dari masyarakat, yang merupakan modal utama dalam menjalankan tugas kepemimpinan.

Menggunakan media sosial untuk berkomunikasi dan memberikan transparansi adalah langkah yang baik, namun harus selalu diiringi dengan dedikasi terhadap pekerjaan nyata. Citra yang baik akan mengikuti kinerja yang baik, bukan sebaliknya. Seorang pejabat yang fokus pada kinerja, transparansi, dan etika yang baik akan selalu dihormati lebih dari mereka yang hanya tampil modis di layar medsos tanpa kontribusi nyata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun