Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Agung MSG adalah seorang trainer dan coach berpengalaman di bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di 93 kota di 22 provinsi di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Dengan pengalaman memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di 62 kota di Indonesia, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Sang Raja Dadakan dan Mahkota Palsunya

4 September 2024   20:21 Diperbarui: 4 September 2024   20:38 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alkisah, di sebuah negeri antah berantah, lahirlah seorang raja dadakan. Ia dinobatkan dengan penuh kemegahan, mahkota emas menghiasi kepalanya. Namun, di balik kilauan emas itu, tersimpan sejuta tanya.

"Mereka menyebutnya raja, namun tak punya kerajaan di hati rakyat. Mahkota emas tak sebanding dengan mahkota duri yang tertancap dalam sanubari rakyat jelata," begitu bisik rakyat.

Sang raja, bagai burung gagak berdandan merak, berusaha keras menunjukkan kemewahan. Ia membangun istana megah, menggelar pesta mewah, dan aktif di media sosial. "Raja viral zaman now, trending topic sebentar, lalu jadi bahan meme," ejek para netizen.

"Apa gunanya istana megah jika rakyat hidup dalam kubangan lumpur?" tanya seorang filsuf desa. "Bukankah kebahagiaan rakyat adalah cerminan kejayaan seorang raja?"

Sang raja terdiam. Ia baru menyadari, kekuasaan mutlak yang ia genggam hanyalah ilusi. "Apakah kekuasaan mutlak menjamin kebahagiaan? Ataukah hanya sekedar belenggu?" gumamnya dalam hati.

"Dulu raja-raja berlomba membangun situs istana, sekarang berlomba membangun citra di media sosial. Mana yang lebih abadi?" tanya seorang sejarawan.

"Konon katanya, ia punya kemampuan membaca pikiran rakyat," celetuk seorang tukang becak. "Sayangnya, pikiran rakyat yang ia baca kebanyakan adalah 'kapan sih ini orang ngundurin diri?'"

"Mereka bilang ia adalah raja yang kuat, tapi kenapa setiap kali ada demo, ia selalu diluar kota istana?" sahut seorang pedagang.

Sang raja semakin terpuruk. Ia sadar, ia hanyalah seorang pemain sandiwara yang gagal. Ia bukan pemimpin yang sejati, melainkan seorang figur yang didorong oleh ambisi dan kesombongan.

Akhirnya, sang raja menyadari bahwa seorang raja sejati tak lahir dari takhta, melainkan dari hati rakyat. Ia bukan pemimpin yang memerintah, melainkan pelayan yang melayani. Namun, penyesalan itu datang terlambat. Mahkota emasnya telah berubah menjadi mahkota duri yang menusuk hatinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun