Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Insan Pembelajar yang senang mempelajari bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Saat ini aktif memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di berbagai kesempatan, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ketika Garuda Terluka

22 Agustus 2024   09:58 Diperbarui: 22 Agustus 2024   10:40 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketika konstitusi terluka, kita semua kehilangan arah. | Foto: tangkapan layar @najwashihab

Di tanah ini, di tanah kering yang berserah,  
Ketika suara serak rakyat melayang, terluka, Ada bisik-bisik dingin dari lorong sejarah,  
Pembangkangan konstitusi, melukai tatanan kita.

Undang-undang seharusnya jadi panutan,  
Dibuang begitu saja, diremehkan, disia-siakan,  
Satu persatu nilai dan prinsip yang dibangun,
Hancur di ujung rapat yang penuh kepentingan.

Garuda biru berkibar, namun sayapnya terluka,  
Sebab putusan MK yang tegak menegakkan keadilan,  
Dikhianati oleh tangan-tangan yang tergesa,  
Mengubah batasan, membelokkan kebenaran.

Di media sosial, suara rakyat meluap,  
Tagar "Peringatan Darurat" menggema,  
Tapi tak terdengar di lorong kekuasaan,  
Perdebatan itu hanya menambah luka.

Di tengah keramaian, hati-hati tersiksa,  
Pilihan demi pilihan, yang tak mendengar suara,  
Konstitusi dipermainkan, dicabik-cabik,  
Sementara kita berdiri sendiri, penuh kecewa.

Kita pernah bersumpah di bawah bendera,  
Menjaga keadilan, menjaga tanah tercinta,  
Namun kini, kita bertanya pada diri sendiri,  
Apa yang tersisa, jika hukum dikhianati tak lagi berharga?

Dalam sepi malam, kita meratap dan bertanya,  
Kemana arah bangsa ini pergi?  
Apakah nilai-nilai yang dulu kita junjung tinggi,  
Kini hanya tinggal puing di antara kebisingan?

Biarlah puisi ini menjadi saksi,  
Dalam kesunyian dan kesedihan yang tak terucap,  
Di tengah gelombang perubahan,  
Kita masih berharap pada keadilan yang tersisa,  
Di antara puing-puing konstitusi yang hancur parah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun