"Di era digital, keadilan sejati tercapai bukan karena viralitas, tetapi melalui kebijakan yang bijak dan kepemimpinan yang bertanggung jawab."
Fenomena "No Viral, No Justice" kini menjadi sorotan dalam diskusi mengenai kebijakan publik dan penegakan hukum di Indonesia. Dalam era di mana media sosial berperan penting dalam membentuk opini publik, banyak kebijakan baru mendapat perhatian setelah viral di dunia maya.
Sebagai contoh, kasus "pelepasan" hijab pada 18 anggota Paskibraka 2024 menjadi pusat perhatian dan dapat dianggap sebagai bagian dari fenomena "No Viral No Justice."Â
Insiden ini mendapat sorotan luas dari masyarakat serta lembaga seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhammadiyah, dan DPR, yang menilai bahwa perhatian publik dapat memicu tindakan pemerintah atau perubahan kebijakan. Banyak orang membandingkan kejadian ini dengan kebijakan Prancis yang melarang atlet berhijab di Olimpiade Paris 2024.
Keputusan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) terkait seragam Paskibraka memicu kontroversi dan kritikan tajam. Banyak pihak menganggap kebijakan ini diskriminatif dan melanggar hak individu untuk beragama dan berhijab.Â
Tokoh politik seperti Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dan organisasi seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan keberatannya.
Di sisi lain, Kepala BPIP Yudian Wahyudi menjelaskan bahwa keputusan tersebut tidak memaksa anggota Paskibraka untuk melepas jilbab, tetapi lebih bersifat sukarela. Ia menyatakan bahwa anggota Paskibraka tetap bebas mengenakan jilbab di luar acara resmi.Â
Kepala Sekretariat Presiden, Heru Budi Hartono, menambahkan bahwa BPIP telah berkoordinasi dengan Sekretariat Presiden, yang menyepakati bahwa Paskibraka putri dapat mengenakan jilbab sebagaimana saat mereka mendaftar.Â
Meski demikian, kebijakan ini masih diperdebatkan, karena dianggap bertentangan dengan hak-hak individu dan menimbulkan kekhawatiran akan diskriminasi dalam seragam nasional.
Pertanyaan mendasar pun muncul: Mengapa kebijakan harus viral terlebih dahulu (viral-based policy) sebelum ditindaklanjuti ?