"Dzikir adalah pelindung lisan dari segala keburukan; ketika lisan kita terisi dengan nama-Nya, hati kita akan bersih dari ucapan yang sia-sia dan batil."
Dzikir, atau mengingat Allah, bukanlah sekadar amalan spiritual yang memberikan ketenangan batin, tetapi juga merupakan penjaga utama bagi lisan kita dari segala bentuk keburukan.
Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullahu Ta'ala menegaskan bahwa berdzikir adalah sebab lisan kita terjaga dari berbagai keburukan. Seperti ghibah (menggunjing), namiimah (adu domba), dusta, ucapan kotor, dan ucapan batil. Ini bukan sekadar teori, tetapi sebuah prinsip hidup yang mendalam, dan berdampak nyata dalam kehidupan sehari-hari kita.
Dalam kehidupan kita yang sering kali dipenuhi dengan pembicaraan dan interaksi sosial, lisan kita selalu aktif. Akibatnya, ketika seseorang tidak sibuk dengan dzikir kepada Allah, lisan itu cenderung akan berbicara tentang hal-hal yang dilarang. Hal yang tak berguna, atau pun kesia-siaan.
Dengan kata lain, tanpa amalan dzikir, kita rentan untuk terjerumus ke dalam ucapan yang tidak bermanfaat, bahkan berdosa.
Dzikir bukan hanya sekadar serangkaian kata yang diucapkan, tetapi juga sebuah perlindungan dari segala bentuk ucapan yang tidak baik. Sekali lagi, ketika lisan kita terbiasa berdzikir, maka ia akan terjaga dari ucapan yang sia-sia dan tidak bermanfaat.
Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Al-Imam Ibnul Qayyim, bahwa berdzikir membuat lisan kita terhindar dari ucapan yang batil dan buruk. Sebaliknya, seseorang yang tidak terbiasa berdzikir akan mudah terjebak dalam pembicaraan yang kotor dan merugikan.
Kenyataan hidup ini membuktikan bahwa amalan dzikir memiliki efek yang sangat nyata dalam menjaga lisan. Seorang hamba yang membiasakan dirinya dengan dzikir akan mendapati bahwa lisannya semakin terjaga dari kesalahan. Ini bukan hanya tentang menghindari ucapan yang dilarang, tetapi juga tentang mengisi setiap kata dengan makna dan tujuan yang mulia.
Lebih jauh, ini juga akan berdampak pada kehidupan sosial, termasuk saat bermedia sosial di dunia maya. Banyak hal yang menarik perhatian orang, lalu ia tergoda untuk membagikannya di grup media sosial begitu saja. Tanpa kata pengantar, atau harapan apa yang diinginkan saat kita membagikan itu.
Karena ada beberapa platform yang pada saat dibagikan sebuah konten, tak jelas konten itu berisi apa. Kita baru tahu jelas apa isi konten itu saat kita mengkliknya. Namun, saat kita klik karena penasaran dengan isinya, ternyata itu hanya berita yang biasa-biasa saja, sebuah kejadian, dan tak sesuai dengan kebutuhan kita.
Akibatnya, grup media sosial itu jadi sampah berbagai konten. Lain hal, bila kita menyibukkan diri dengan dzikir, maka konten apa pun yang dibagikan yang tak jelas isinya apa karena tidak ada pengantar atau harapan dari orang yang mengirimkannya, maka kita tidak akan mengkliknya.