"Harapan sejati adalah ketika cinta, ketakutan, dan usaha bersatu, membimbing kita dalam ketaatan dan menjauhkan dari kemaksiatan, menuju ridha Ilahi."
Hidup adalah perjalanan. Dalam hidup ini, setiap insan pasti pernah merasakan harap dan angan-angan. Namun, seringkali kita terjebak dalam ilusi harap yang sebenarnya hanyalah angan-angan belaka.
Saatnya kita sekarang lebih ngeh, peduli dan kritis untuk membedakan antara harapan dan angan-angan. Antara yang logis, dengan yang ilusif. Antara yang memberdayakan, dengan yang mengasingkan dan melemahkan.
Jadi sejatinya, harap yang sebenarnya, atau harapan sejati, memiliki ciri-ciri yang jelas. Yaitu membimbing seseorang menuju ketaatan kepada Allah SWT.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam karyanya, "Al Jawaabul Kafi," rasa harap yang benar adalah yang membimbing seseorang untuk berbuat ketaatan dan menjauhkannya dari kemaksiatan. Ia berkata, "Siapa saja yang rasa harapnya membimbingnya untuk berbuat ketaatan dan menjauhkannya dari kemaksiatan, maka ini adalah bentuk rasa harap yang benar."
Ini menunjukkan bahwa harap yang sejati bukan sekadar angan-angan kosong, melainkan harapan yang disertai tindakan nyata.
Harap sejati akan mengangkat dan meninggikan kita. Sementara angan-angan akan menjauhkan kita pada fitrah dan tujuan manusia ini diciptakan.
Tiga Unsur Harap yang Sejati
Al-Imam Ibnul Qoyyim menyebutkan bahwa rasa harap yang benar memiliki tiga unsur utama yang harus ada. Pertama, mencintai yang dia harapkan. Harap yang sejati berawal dari cinta yang mendalam terhadap apa yang kita inginkan, baik itu ridha Allah, rahmat-Nya, atau surga-Nya. Tanpa cinta, harap hanyalah ilusi yang mudah pudar.
Kedua, khawatir hilangnya sesuatu yang dia harapkan. Ketakutan akan kehilangan harapan ini memotivasi seseorang untuk menjaga dan merawat harapannya dengan baik. Ia akan berusaha menghindari segala hal yang dapat menghilangkan harapannya, termasuk kemaksiatan dan dosa.
Ketiga, berusaha untuk menggapai yang dia harapkan semaksimal mungkin. Usaha yang sungguh-sungguh adalah bukti nyata dari harap yang sejati. Tanpa usaha, harap hanyalah angan-angan yang tidak berarti. Ibnul Qoyyim menegaskan bahwa "Setiap orang yang berharap, pasti dia akan khawatir." Kekhawatiran ini menjadi pendorong untuk terus berusaha dan berjuang demi menggapai harapan tersebut.
Harap vs Angan-Angan
Penting untuk membedakan antara harap dan angan-angan. Harap yang sejati disertai dengan cinta, kekhawatiran, dan usaha yang maksimal, sementara angan-angan hanyalah harapan kosong tanpa tindakan.
Orang yang terjebak dalam angan-angan adalah orang yang tertipu, karena ia tidak melakukan apa-apa untuk mencapai harapannya.
Al-Imam Ibnul Qoyyim juga mengingatkan bahwa rasa harap yang tidak diiringi oleh salah satu dari tiga unsur di atas hanyalah bentuk angan-angan belaka. "Rasa harap adalah sesuatu, sedangkan angan-angan adalah sesuatu yang lain."
Oleh karena itu, kita harus selalu mengevaluasi diri, apakah harapan kita sudah disertai dengan cinta, kekhawatiran, dan usaha yang maksimal, ataukah hanya sekadar angan-angan yang menipu.
Penutup
Rasa harap yang sebenarnya adalah harapan yang membimbing kita menuju ketaatan kepada Allah SWT, menjauhi kemaksiatan, dan disertai dengan cinta, kekhawatiran, serta usaha yang maksimal.
Mari kita introspeksi diri, menyapa hati, menimbang rasa dan memurnikan jiwa. Apakah harapan kita sudah memenuhi ketiga unsur tersebut, ataukah kita masih terjebak dalam angan-angan belaka.
Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita untuk memiliki harap yang sejati, yang akan membawa kita kepada ridha dan rahmat-Nya, serta menghindarkan kita dari ilusi angan-angan yang menipu. Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H