Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Agung MSG adalah seorang trainer dan coach berpengalaman di bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di 93 kota di 22 provinsi di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Dengan pengalaman memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di 62 kota di Indonesia, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ironi Ketaatan, Ketika Amal Ibadah Membawa Murka Allah

20 Juli 2024   20:57 Diperbarui: 20 Juli 2024   21:00 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Di hadapan Allah, yang paling berharga bukanlah banyaknya amal, tapi kerendahan hati yang menyertai setiap langkah kita menuju-Nya."

Dalam kesunyian malam yang penuh ketenangan, setiap jiwa mendambakan kedekatan dengan Sang Pencipta, Allah Subhanahu wa Ta'ala. Ketaatan menjadi jalan menuju keridhaan-Nya.

Namun, adakah yang mengetahui bahwa ketaatan yang dilakukan dengan keangkuhan justru bisa mendatangkan kemurkaan-Nya? Sebuah renungan mendalam yang patut kita telaah bersama.

Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, "Rintihan penyesalan sang pendosa lebih disukai oleh Allah dari suara tasbih orang yang ujub.." (Madarijussalikin 1/177). Kalimat ini menggugah kita untuk merenungi bahwa sebuah dosa, jika disertai dengan penyesalan yang tulus, bisa jadi lebih mulia di hadapan Allah daripada amal ibadah yang dibalut dengan kebanggaan, atau kesombongan.

Terkadang, seorang hamba terjerumus dalam dosa, namun dosa itu menjadi pintu masuk bagi rahmat Allah ketika ia menyesal dengan sungguh-sungguh. Rasa malu, tunduk, dan air mata penyesalan menjadi saksi kembalinya ia kepada Allah. Hatinya yang hancur karena dosa membuatnya merasa rendah di hadapan-Nya, meruntuhkan keangkuhan yang selama ini menghiasi dirinya.

Inilah momen ketika dosa menjadi wasilah bagi seorang hamba untuk mendekat kepada Tuhannya, mengikis keangkuhan dan kesombongan dalam dirinya.

Sebaliknya, ketaatan yang semestinya membawa kita kepada keridhaan Allah bisa berubah menjadi sebab kemurkaan-Nya, ketika disertai dengan ujub, berbangga diri, merasa lebih baik, atau meremehkan orang lain.

Ketika seorang hamba merasa lebih baik dari orang lain karena amal ibadahnya, menganggap dirinya sudah tahu lebih banyak, atau merasa lebih unggul karena belajar dari guru terkenal atau institusi keagamaan terkemuka, di situlah ketaatan berubah menjadi bencana. 

Ujub, atau merasa kagum terhadap diri sendiri, adalah penyakit hati yang menghancurkan pahala amal, menjadikan seorang hamba jatuh dalam jurang kesombongan.

Kesombongan dalam ketaatan adalah musuh tersembunyi yang dapat menghancurkan pahala. Marilah kita tunduk dalam kerendahan hati dan ikhlas di hadapan Allah.

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, "Tidak akan masuk surga, orang yang di dalam hatinya ada sebesar biji sawi dari kesombongan." (HR. Muslim).

Hadits ini mengingatkan kita bahwa kesombongan adalah penghalang utama menuju surga, bahkan jika itu disebabkan oleh amal ketaatan yang kita lakukan.

Kisah Qabil dan Habil, putra-putra Nabi Adam 'Alaihis Salam, menjadi contoh nyata dalam hal ini. Qabil yang merasa lebih berhak atas penerimaan kurbannya karena keangkuhan hatinya, berujung pada pembunuhan saudaranya, Habil, yang justru menerima keridhaan Allah. Kesombongan menghancurkan Qabil, meskipun ia berusaha beribadah kepada Allah.

Ketaatan yang disertai dengan ketulusan hati, kerendahan diri, dan rasa takut kepada Allah, itulah yang mendatangkan keridhaan-Nya. Amal ibadah kita haruslah bersumber dari hati yang ikhlas, bebas dari rasa ujub, dan tidak meremehkan sesama.

Kita harus senantiasa mengingat bahwa semua yang kita miliki, ilmu, harta, bahkan kemampuan untuk taat, adalah karunia dari Allah semata. Dengan demikian, rasa syukur akan menghapus kesombongan, dan keikhlasan akan menghalau ujub dari hati kita.

Menutup renungan ini, marilah kita selalu berintrospeksi, menjaga hati dari ujub dan kesombongan, serta memohon kepada Allah agar senantiasa membimbing kita dalam ketaatan yang tulus.

Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Hashr ayat 18: "Hai,  orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat) dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."

Dengan demikian, semoga kita senantiasa menjadi hamba yang merendah di hadapan Allah, taat dengan penuh ketulusan, dan jauh dari kesombongan yang mendatangkan kemurkaan-Nya. Wallahu A'lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun