"Keikhlasan dalam berqurban tercermin dari ketulusan panitia yang menolak jatah khusus, menjaga kemurnian ibadah demi Allah semata."
Tak bisa dipungkiri, hingga sekarang masih ada fenomena di sejumlah daerah di mana panitia qurban menerima jatah khusus dari hasil qurban. Dalam konteks pelaksanaan ibadah qurban, artikel ini dibuat untuk memberikan pemahaman yang utuh mengenai larangan tersebut berdasarkan ajaran Islam dan kajian syariah.
Hadis dan Dalil Mengenai Larangan Mengambil Bagian dari Hasil Qurban
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Siapa yang menjual kulit qurbannya maka tidak ada qurban baginya." (HR. al-Hakim).
Hadis ini menegaskan bahwa orang yang berqurban tidak boleh menjual apapun dari hasil qurbannya, karena seluruh hewan qurban telah diserahkan dalam rangka beribadah kepada Allah. Menggunakannya untuk kepentingan komersial atau keuntungan pribadi bertentangan dengan tujuan ibadah tersebut.
Lebih lanjut, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga melarang mengupah jagal dengan mengambil bagian dari hasil qurban. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah memerintahkannya untuk mensedekahkan daging, kulit, dan asesoris onta qurban serta melarang memberikan upah jagal dari hasil qurban. Ali menambahkan, "Kami memberikan upah dari uang pribadi." (HR. Bukhari).
Posisi dan Peran Panitia dalam Pelaksanaan Qurban
1. Panitia sebagai wakil sohibul qurban. Panitia qurban berperan sebagai pihak yang diamanahi sohibul qurban untuk menangani hewan qurban. Mulai dari penyembelihan hingga distribusi hasil qurban. Tugas ini termasuk pengadaan hewan hingga penyaluran daging kepada yang berhak menerimanya.
2. Tidak ada istilah amil dalam qurban. Perlu digarisbawahi bahwa panitia qurban bukanlah amil. Amil adalah istilah yang digunakan dalam pelaksanaan zakat, bukan qurban. Oleh karena itu, adalah keliru jika panitia menerima jatah khusus dari hasil qurban dengan alasan sebagai amil.
3. Upah panitia dari biaya operasional. Berdasarkan keterangan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu, panitia berhak mendapatkan upah atas jasanya dari sohibul qurban. Upah ini diambil dari biaya operasional yang dibebankan kepada sohibul qurban, bukan dari hasil qurban. "Saya dilarang untuk memberikan upah jagal dari hasil qurban. Ali menambahkan: Kami memberikan upah dari uang pribadi." (HR. Bukhari).