2. Potensi kecurangan. Risiko kecurangan dalam bentuk manipulasi data atau pelanggaran prosedur dapat muncul akibat kelemahan dalam sistem informasi pemilu. Kekacauan dalam konversi data C1 dan ketidakpastian dalam penggunaan Sirekap meningkatkan kerentanan terhadap praktik kecurangan yang dapat mengganggu integritas hasil pemilu.
3. Keterbatasan teknologi dan konektivitas. Masalah teknis seperti keterbatasan konektivitas internet di beberapa daerah atau kesalahan dalam penggunaan perangkat lunak dapat mengganggu proses pemungutan suara dan pelaporan hasilnya. Hal ini dapat menyebabkan kekisruhan dalam pengumpulan dan tabulasi data, mempengaruhi akurasi dan kepercayaan terhadap hasil pemilu.
4. Rentan terhadap serangan siber. Sistem informasi pemilu rentan terhadap serangan siber yang dapat mengancam keamanan data dan integritas proses pemilihan. Serangan seperti Distributed Denial of Service (DDoS) dapat menyebabkan lumpuhnya server pemilu, mengganggu proses pelaporan hasil suara, dan memicu kekisruhan dalam proses pemilihan. Website Komisi Pemilihan Umum (KPU) banyak diberitakan sempat down. Itu terjadi pada hari pemungutan suara Pemilu 2024 (kabar24.bisnis.com, 14/02/2024)
Melihat risiko-risiko ini, penting bagi penyelenggara pemilu untuk mengambil langkah-langkah yang tepat dalam mengelola risiko dan memastikan integritas serta kepercayaan dalam proses pemilihan umum. Dengan memahami risiko yang terlibat dan menerapkan tindakan yang sesuai, diharapkan pemilu dapat dilaksanakan dengan lebih transparan, akurat, dan aman dari praktik-praktik yang meragukan.
Lemahnya Langkah-Langkah dalam Risk Management
Lemahnya langah-langkah risk manajemen sejak awal menyebabkan sulitnya untuk mengatasi risiko kekisruhan dalam pemrosesan data pemilu. Padahal, idealnya, KPU jauh-jauh hari sebelumnya sudah dapat memastikan integritas prosesnya. Yaitu langkah-langkah penerapa risk management berikut dapat ini:
1. Pendidikan dan pelatihan Petugas TPS. Pastikan petugas TPS mendapatkan pelatihan yang memadai tentang proses pemungutan suara dan pelaporan hasilnya. Mereka harus memahami prosedur dengan tepat untuk mengurangi risiko kesalahan dalam prosesnya.
2. Implementasikan sistem pelaporan elektronik. Terapkan sistem pelaporan elektronik yang terintegrasi di setiap TPS. Sistem ini harus didesain untuk memastikan keamanan data dan akurasi pelaporan, sehingga meminimalkan risiko manipulasi atau kesalahan.
3. Pengawasan saksi partai dan pengamat independen. Pastikan setiap partai politik memiliki saksi di setiap TPS dan fasilitas bagi pengamat independen untuk memantau proses pemilihan dan pelaporan. Pengawasan eksternal dapat membantu mengurangi risiko kecurangan atau manipulasi data.
4. Verifikasi data di tingkat desa/kelurahan. Setelah pemungutan suara selesai, lakukan verifikasi hasil pemilihan di tingkat desa/kelurahan untuk memastikan keakuratan data sebelum dilaporkan ke tingkat yang lebih tinggi. Langkah ini penting untuk mencegah kesalahan atau manipulasi data sejak awal.
5. Pemanfaatan teknologi verifikasi. Gunakan teknologi seperti pemindaian QR code atau sistem verifikasi otomatis lainnya untuk memverifikasi data yang dilaporkan dari TPS. Teknologi ini dapat membantu memastikan integritas dan keakuratan data dengan lebih efisien.