"Integritas pemilu adalah fondasi utama bagi sebuah demokrasi yang berkelanjutan."
Sejak zaman Orde Baru, dalam konteks pelaksanaan Pemilu di Indonesia, telah ada istilah atau asas "Luber" yang merupakan singkatan dari "Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia". Selanjutnya, di era reformasi, muncul juga asas "Jurdil" yang merupakan singkatan dari "Jujur dan Adil".
Asas "Luber" dan "Jurdil" itu telah menjadi pijakan penting dalam pelaksanaan Pemilu di Indonesia. Namun, kendati pentingnya prinsip-prinsip tersebut, sering kali masih terjadi pelanggaran yang mengancam integritas demokrasi. Dalam konteks kebijakan publik dan manajemen risiko, kepatuhan terhadap asas Luber dan Jurdil menjadi krusial, mengingat potensi risiko yang dapat mengganggu stabilitas nasional.
Dari kacamata kebijakan publik dan risk management juga, ditemukan bahwa ada potensi yang cukup mengkhawatirkan terjadi, bila asas Luber dan Jurdil itu tidak dilaksanakan atau tidak sepenuhnya dilaksanakan. Apalagi akhir-akhir ini begitu banyak pernyataan sikap dari berbagai kalangan Masyarakat yang menuntut terselenggaranya proses pemilu yang jujur dan adil.
Ketidakpatuhan terhadap asas-asas ini dapat membuka pintu bagi berbagai masalah yang mengancam fondasi demokrasi. Dari ketidaksetaraan akses politik hingga potensi konflik sosial, pemahaman akan pentingnya menjaga integritas pemilu menjadi semakin mendesak. Maka, diperlukan tindakan konsisten dari semua pihak untuk memastikan pelaksanaan Pemilu yang transparan, adil, dan berkelanjutan.
Jika asas "Luber" dan "Jurdil" dalam pelaksanaan Pemilu di Indonesia tidak dilaksanakan atau dilaksanakan tidak sepenuhnya, beberapa potensi masalah yang dapat timbul adalah sebagai berikut:
1. Kekhawatiran atas legitimitas pemerintahan. Pelanggaran terhadap asas Luber dan Jurdil dapat merusak legitimasi pemerintahan yang terpilih. Ketidakpuasan dan kecurigaan terhadap hasil pemilihan bisa memicu konflik sosial dan politik yang berpotensi mengganggu stabilitas nasional.
2. Korupsi dan kecurangan. Ketidakpatuhan terhadap asas-asas ini bisa membuka pintu bagi praktik korupsi dan kecurangan dalam pemilihan. Hal ini bisa mencakup pembelian suara, manipulasi hasil pemilihan, atau pelanggaran terhadap integritas pemilihan secara umum.
3. Ketidaksetaraan dan diskriminasi. Pelanggaran terhadap asas-asas ini dapat menghasilkan ketidaksetaraan akses terhadap proses politik bagi berbagai kelompok masyarakat. Ini dapat memperkuat atau memperdalam kesenjangan sosial dan ekonomi yang sudah ada.
4. Ketidakstabilan politik dan sosial. Pelaksanaan yang tidak adil dan tidak transparan dari pemilihan dapat meningkatkan ketegangan politik dan sosial di masyarakat. Hal ini dapat memperbesar polarisasi politik dan memperlemah kepercayaan masyarakat terhadap institusi demokrasi.