Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pemimpin, Janganlah Tuli, Bisu dan Buta dengan Kedaulatan yang Kami Pinjamkan!

3 Februari 2024   09:59 Diperbarui: 3 Februari 2024   16:55 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bila pemimpin mendengarkan suara kebenaran, rakyat tak akan meneriakkan di jalanan | Foto Kompas/Wawan H Prabowo 

"Pemimpin yang bijaksana adalah mereka yang memahami betapa pentingnya menggunakan akal sehat dan mendengarkan nasihat."

Di sudut gelap zaman yang bergulir, terbentanglah cerita tentang para pemimpin dan pejabat. Mereka, yang diberi amanah untuk membimbing, melindungi, dan melayani rakyat dengan kebijaksanaan dan keadilan, kadang-kadang terjerat dalam kepompong kesombongan dan keangkuhan. Dalam perut bumi yang gersang, terpahatlah kisah tentang mereka yang mengenakan jubah kekuasaan, namun menutup mata dan telinga mereka dari panggilan kebenaran.

Seakan berbicara dalam lirik ayat yang diturunkan dari langit, kita mendengar sang Pencipta berkata, "Tidak seorang pun akan beriman kecuali dengan izin-Ku. Allah menimpakan azab kepada orang yang tidak mau mengerti." (Surah Yunus 10:100). Begitu indahnya petuah ini, namun sebagian dari mereka memilih untuk membatukan hati mereka terhadap kebenaran, menguburkan akal sehat di balik tirai keduniawian yang sementara.

Bisakah kita melupakan bagaimana Allah mengingatkan kita, "Sungguh, akan Kami isi Neraka Jahanam dengan banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak digunakan untuk memahami ayat-ayat Allah. Mereka memiliki mata, tetapi tidak digunakan untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah. Mereka mempunyai telinga, tetapi tidak dipergunakannya untuk mendengarkan ajaran-ajaran Allah. Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang lengah." (QS Al-A'raf 7:179).

Mereka seperti hewan. Hewan bisa mematuhi perintah tuan yang mengurusnya meski ia tidak mengerti apa-apa. Hewan bekerja seperti arahan dan petunjuk tuannya karena rasa terima kasih (syukur) atas kebaikan tuannya. Manusia kafir lebih mementingkan keinginan hawa nafsunya, padahal ia diciptakan untuk beribadah.

Betapa mirisnya gambaran ini, ketika hati yang seharusnya menjadi pangkal kebijaksanaan, terkunci dalam keegoisan, dan mata yang seharusnya menjadi penuntun jalan, terpejam dalam keserakahan.

O, pemimpin! Janganlah kau biarkan dirimu terperangkap dalam ilusi kebesaran dunia, ketika kebenaran mengetuk pintumu dengan gemanya yang halus. Janganlah kau jadikan telingamu tuli terhadap seruan akal sehat, seperti yang diingatkan,

"Hai, orang-orang beriman! Taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan jangan kamu berpaling dari-Nya, padahal kamu mendengar perintah-perintah-Nya." (QS Al-Anfal 8:20). Dan "Sekiranya Allah mengetahui ada kebaikan pada mereka, tentu Allah jadikan mereka dapat mendengar. Jika Allah menjadikan mereka dapat mendengar, pasti mereka tetap tidak mendengar dan memalingkan diri." QS Al-Anfal (8:23). Pengandaaian di ayat ini bukan berarti Allah tidak tahu, melainkan Allah Mahatahu bahwa pada mereka tidak ada kebaikan.

Bukalah pintu hatimu yang terkunci, agar cahaya kebenaran dapat menyinari jalanmu yang gelap. Karena, bila tidak, konsekuensinya sangatlah serius: "Mereka tuli, bisu, dan buta sehingga mereka tidak dapat kembali" - QS Al-Baqarah (2:18).

Mereka itu tidak tuli, bisu, dan buta secara harfiah. Mereka bisa mendengar, berbicara, dan berbicara secara lahir, hanya saja hati mereka sudah mati. Jika Cahaya jiwa seseorang telah padam, sama saja seperti hidup dalam kegelapan sehingga kehilangan nilai-nilai kemanusiaan dan lebih memperturutkan hawa nafsu demi mendapatkan segala hal yang diinginkannya.   

Pemimpin yang bijaksana adalah mereka yang memahami betapa pentingnya menggunakan akal sehat dan mendengarkan nasihat. Mereka yang mampu membuka mata batinnya untuk melihat tanda-tanda kebesaran Allah di sekelilingnya. Mereka yang menempatkan kepentingan rakyat di atas segalanya, mengingat sumpah yang pernah diucapkan dengan teguh.

Dalam suara sang Pencipta yang menggema di dalam diri kita, "Perumpamaan bagi penyeru orang-orang kafir, yaitu seperti penggembala yang meneriaki Binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan teriakan. Mereka tuli, bisu, dan buta sehingga mereka tidak mengerti." (QS Al-Baqarah 2:171). 

Ayat-ayat ini menggambarkan konsep orang-orang yang tidak mampu melihat kebenaran, dan mencerminkan kondisi orang-orang yang menolak kebenaran, tidak menggunakan akal sehat, mendengar nasihat, serta memiliki hati yang tuli dan mata yang buta terhadap petunjuk Allah. Ayat-ayat diatas ini menekankan pentingnya keimanan, penggunaan akal, dan penerimaan terhadap petunjuk Allah.

Jadilah pemimpin yang bijaksana, yang tidak terperangkap dalam kebisuan dan kebutaan terhadap kebenaran.

O, pemimpin! Ingatlah, kedaulatan yang kau pegang hanyalah pinjaman dari Yang Maha Kuasa. Gunakanlah amanah ini dengan bijaksana, sebelum datangnya ancaman serius dari Allah Yang Maha Melihat, Maha Mendengar, dan Maha Mengetahui Segala Isi Hati.

Tanggungjawab Suci

Kepemimpinan adalah sebuah tanggung jawab suci yang tidak hanya merupakan perwujudan dari keinginan dan kepentingan personal, tetapi juga merupakan sebuah amanah yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa. Dalam setiap langkahnya, seorang pemimpin mengemban kedaulatan yang sebenarnya adalah hak rakyat yang dipinjamkan untuk sementara waktu. Amanah ini bukanlah semata-mata sebagai sebuah kekuasaan, tetapi sebagai sebuah amanah suci yang dipercayakan oleh Tuhan kepada manusia.

Seiring dengan amanah yang dipercayakan, diikuti pula dengan pertanggungjawaban yang tidak terelakkan. Di suatu saat nanti, baik di dunia maupun di akhirat, setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban atas bagaimana mereka menjalankan tugasnya. Pemimpin yang bijaksana adalah mereka yang menyadari bahwa kedaulatan yang mereka pegang hanyalah pinjaman, dan bahwa amanah yang Allah titipkan harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab dan keadilan.

Kedaulatan rakyat yang dipinjamkan dan amanah yang Allah titipkan adalah sebuah ikatan suci antara pemimpin dan rakyatnya, serta antara pemimpin dan Sang Pencipta. Oleh karena itu, penting bagi setiap pemimpin untuk senantiasa mengingat bahwa setiap langkah yang diambilnya akan dimintai pertanggungjawaban, baik di hadapan rakyat maupun di hadapan Allah Yang Maha Kuasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun