Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Agung MSG adalah seorang trainer dan coach berpengalaman di bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di 93 kota di 22 provinsi di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Dengan pengalaman memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di 62 kota di Indonesia, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Manipulasi Politik: Modus Operandi dan Risiko di Balik Kampanye dan Pilpres

26 Januari 2024   06:21 Diperbarui: 26 Januari 2024   06:33 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Manipulasi Politik: Strategi Kampanye yang Tersembunyi | Image: ideogram.com

1. Pemilihan Kata (Word Choice). Pemilihan kata yang cermat dapat memberikan nuansa tertentu pada pesan politik. Bahasa yang emosional atau merayu dapat digunakan untuk mempengaruhi perasaan pemilih, tanpa memberikan argumen yang substansial. Yang penting keren, dan nampak cerdas.
2. Agenda setting. Memilih isu-isu tertentu untuk dipromosikan atau diangkat dalam liputan media guna mengalihkan perhatian dari isu-isu yang mungkin merugikan.
3. Pemanfaatan penyelenggaraan acara (Event Management). Pemilihan dan penyelenggaraan acara-acara tertentu dengan cermat untuk memperoleh liputan media yang positif atau membangun citra tertentu. Mulai acara jalan sehat, event olahraga, hingga acara yang terkesan berbalut agamis.
4. Pemilihan tema (Theme Framing). Merancang naratif atau tema-tema tertentu untuk memandu cara pemilih memahami isu-isu politik dan memandu opini mereka.
5. Pemanfaatan selebriti atau figur publik. Melibatkan selebriti atau figur publik terkenal untuk mendukung atau menentang seorang kandidat atau isu tertentu, dengan tujuan memanfaatkan pengaruh dan popularitas mereka. Tidak sedikit penyanyi, pelawak, artis, dan selebritis yang terjebak ini. Ada yang sebenarnya tak faham bagaimana visi, misi, kompetensi, dan track record sang kandidat sebenarnya.
6. Pemanfaatan riset pasar (Market Research). Menggunakan hasil riset pasar untuk merancang pesan-pesan politik yang lebih efektif berdasarkan preferensi dan kecenderungan pemilih.
7. Pemilihan warna dan simbolisme. Pemanfaatan warna atau simbolisme tertentu dalam materi kampanye untuk memicu respons emosional atau asosiasi tertentu. Warna di event-event besar tak jarang didominasi oleh warna yang sama dengan warna dominan partai.
8. Pengelolaan ekspektasi (Expectation Management). Mengelola ekspektasi pemilih dengan menggambarkan pencapaian yang realistis, atau memberikan penjelasan atas keputusan atau tindakan yang kontroversial. Bisa jadi pencapaiannya benar, namun itu kecil dibandingkan dengan kemampuannya untuk menyelesaikan tantangan bangsa dan negara yang jauh lebih besar dan kompleks.
9. Pemilihan waktu (Timing). Merilis informasi atau melakukan tindakan tertentu pada waktu yang strategis untuk memaksimalkan dampaknya atau mengalihkan perhatian.
10. Pemilihan endorser atau dukungan partai. Mendapatkan dukungan dari figur politik atau partai tertentu untuk memperoleh legitimasi atau meyakinkan pemilih mengenai keberlanjutan atau kesesuaian kandidat.

Penting untuk menyadari bahwa strategi-strategi ini dapat bervariasi tergantung pada konteks politik dan budaya setempat. Oleh karena itu, literasi politik dan kritis tetap menjadi keterampilan yang sangat berharga dalam memahami dinamika politik modern.

Media masa yang terlibat dalam atau memfasilitasi modus operandi yang tidak didasari oleh itikad baik, kejujuran, dan integritas dalam konteks kampanye dan pemilihan presiden dapat menghadapi berbagai risiko dan dampak negatif. Beberapa risiko tersebut melibatkan reputasi media, kredibilitas informasi, dan dampak pada proses demokrasi. Berikut adalah beberapa risiko yang mungkin terjadi:

1. Kehilangan kredibilitas. Media massa yang terlibat dalam penyebaran informasi palsu atau tidak akurat dapat kehilangan kredibilitas di mata pemirsa. Ini dapat menyebabkan penurunan kepercayaan masyarakat pada media tersebut dan merugikan reputasi jangka panjang.
2. Polarisasi masyarakat. Penyajian berita yang tendensius atau pihak berat pada satu sisi politik dapat memperkuat polarisasi masyarakat. Hal ini dapat menghancurkan rasa persatuan dan menciptakan konflik sosial yang lebih intens.
3. Dampak pada proses demokrasi. Informasi yang tidak akurat atau terdistorsi dapat mempengaruhi proses demokrasi dengan cara yang tidak sehat. Pemilih yang tidak memiliki informasi yang benar dapat membuat keputusan yang tidak memadai atau merugikan bagi masyarakat.
4. Hukuman hukum dan sanksi. Media massa yang melibatkan diri dalam penyebaran informasi palsu atau manipulatif dapat menghadapi tindakan hukum dan sanksi. Ini dapat mencakup gugatan hukum, denda, atau pembatasan operasional.
5. Kesulitan mendapatkan akses ke informasi. Akibat dari penyebaran informasi yang tidak benar, masyarakat mungkin mengalami kesulitan untuk membedakan antara fakta dan opini, yang dapat mengakibatkan kurangnya kepercayaan pada informasi yang diterima dari media massa.
6. Boikot atau boykot iklan. Masyarakat atau perusahaan dapat merespon dengan melakukan boikot terhadap media massa yang dianggap tidak etis atau tidak dapat dipercaya. Perusahaan iklan juga dapat menarik dukungan mereka, mengurangi pendapatan media tersebut.
7. Intervensi pemerintah. Pemerintah dapat mengambil tindakan untuk mengatur atau mengawasi media massa lebih ketat sebagai respons terhadap penyebaran informasi palsu atau manipulatif. Ini dapat membahayakan kebebasan pers jika dijalankan dengan cara yang berlebihan.
8. Kehilangan pembaca atau pemirsa. Jika media massa kehilangan kredibilitasnya, pembaca atau pemirsa mungkin beralih ke sumber-sumber informasi alternatif, yang dapat mengakibatkan penurunan pendapatan dan dampak ekonomi.
9. Dampak pada profesionalisme jurnalistik. Media massa yang terlibat dalam taktik manipulatif dapat merusak citra profesi jurnalistik secara keseluruhan. Hal ini dapat mengurangi kepercayaan masyarakat pada wartawan dan lembaga jurnalistik.
10. Ketidakstabilan sosial. Penyebaran informasi yang tidak akurat atau provokatif dapat menciptakan ketidakstabilan sosial. Hal ini dapat mengancam perdamaian dan keamanan masyarakat.

Penting untuk media massa mempertahankan standar etika jurnalistik dan bertanggung jawab dalam menyajikan informasi, terutama selama periode kampanye dan pemilihan presiden, untuk mencegah dampak negatif pada demokrasi dan masyarakat.

Kesimpulannya, dalam menghadapi tantangan politik, kesadaran akan modus operandi manipulatif dan risiko yang terkait adalah kunci untuk menjaga demokrasi tetap kokoh. Masyarakat perlu menjadi kritis terhadap informasi yang mereka terima dan media massa harus bertanggung jawab atas dampaknya pada proses demokrasi.

Akhirnya, mari bersama meneruskan untuk mengembangkan literasi politik, bersikap kritis terhadap narasi yang disajikan, dan pertahankan integritas dalam menyampaikan informasi. Hanya dengan melibatkan masyarakat secara aktif dan menegakkan standar etika, kita dapat menjaga demokrasi tetap kuat dan berfungsi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun