Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Agung MSG adalah seorang trainer dan coach berpengalaman di bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di 93 kota di 22 provinsi di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Dengan pengalaman memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di 62 kota di Indonesia, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Membangun Politik Inklusif Tanpa Komentar Rasis

13 Januari 2024   07:39 Diperbarui: 13 Januari 2024   07:53 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Etika adalah kompas moral yang membimbing arah peradaban manusia. Tak ada lagi rasis bila etika ada di dada & di kepala. | Image: svvoice.com

1. Pendidikan dan pelatihan etika politik. Menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan etika politik untuk politisi agar mereka memahami tanggung jawab mereka terhadap masyarakat dan risiko yang terkait dengan komentar rasis.
2. Pemantauan dan pengawasan internal. Partai politik perlu memiliki mekanisme yang kuat untuk memantau dan mengawasi perilaku anggotanya, dengan sanksi yang jelas terkait dengan pelanggaran etika.
3. Pemberdayaan basis pendidikan dan kesadaran masyarakat. Mendorong basis pendukung untuk meningkatkan kesadaran mereka terhadap keberagaman dan pentingnya etika dalam politik.
4. Promosi kepemimpinan yang inklusif. Mendukung dan mempromosikan pemimpin yang menunjukkan sikap inklusif, menghormati keanekaragaman, dan memajukan dialog yang konstruktif.
5. Transparansi dan akuntabilitas. Mendorong politisi untuk menjadi lebih transparan dalam tindakan dan keputusan mereka, serta bertanggung jawab atas kata-kata atau tindakan yang dapat merugikan keberagaman.
6. Pengembangan keterampilan manajemen stres. Menyediakan pelatihan keterampilan manajemen stres untuk membantu politisi mengatasi tekanan dan konflik tanpa merugikan orang lain.
7. Pengawasan media sosial. Pihak berwenang dan partai politik perlu memantau dan mengatasi penyebaran komentar rasis atau ujaran kebencian melalui media sosial dengan tindakan yang tegas.
8. Partisipasi masyarakat dalam pemilihan. Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pemilihan dan menilai calon berdasarkan integritas dan sikap inklusif mereka.

Dengan mengimplementasikan langkah-langkah ini secara konsisten, politisi dapat mencapai tujuan membangun politik yang inklusif dan bebas dari komentar rasis. Pendekatan holistik ini mencakup aspek pendidikan, pengawasan internal, partisipasi masyarakat, dan perubahan budaya di dalam partai politik.

Sehingga lebih jauh dihapkan politisi akan lebih mampu meminimalkan risiko perilaku rasis dan berkontribusi pada lingkungan politik yang lebih positif dan inklusif.

Kita bisa menyimpulkan, bahwa dalam menghadapi risiko komentar rasis seorang politisi, pendekatan Risk Management dan Crisis Management menjadi instrumen krusial dalam melindungi reputasi partai dan integritas politik. Artikel ini menyoroti langkah-langkah preventif dan edukatif yang dapat diambil untuk memitigasi dampak negatif, serta mengidentifikasi motivasi politisi dalam berkomentar rasis sebagai fokus utama analisis. Dari perspektif profesional dan personal, pemahaman mendalam terhadap faktor-faktor penyebab perilaku tersebut membuka pintu untuk solusi yang lebih terarah.

Akhirnya, penting bagi setiap politisi untuk menginternalisasi sikap negarawan dan jiwa kebangsaan dalam menjalankan tugas publik. Keberagaman masyarakat dan kompleksitas tantangan politik menuntut kesadaran akan dampak kata-kata dan tindakan politisi terhadap persatuan bangsa.

Oleh karena itu, sikap inklusif, pemahaman terhadap keanekaragaman, serta keterbukaan terhadap dialog yang konstruktif menjadi landasan utama bagi politisi. Melalui sikap negarawan ini, diharapkan politisi tidak hanya mampu mengelola risiko perilaku rasis, tetapi juga menjadi agen positif yang mendorong perubahan menuju lingkungan politik yang lebih harmonis dan inklusif. Hanya dengan menjaga jiwa kebangsaan dan menerapkan sikap negarawan, kita dapat membangun masa depan politik yang lebih cerah dan bermartabat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun