Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Membangkitkan Rasa Malu: Fondasi Integritas dan Etika dalam Reformasi Birokrasi

9 November 2023   06:59 Diperbarui: 9 November 2023   06:59 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Reformasi Birokrasi bisa dimulai dari integritas | Foto: edwardmungai.com

Faktor-faktor yang memengaruhi rasa malu adalah inti dari budaya etika dan integritas dalam masyarakat atau organisasi. Ini membantu menjelaskan mengapa rasa malu adalah elemen penting dalam memastikan perilaku yang etis.
1. Etika dan integritas.  Etika dan integritas adalah fondasi budaya rasa malu. Mereka menentukan moral dan konsistensi dalam tindakan individu. Melanggar nilai-nilai ini memicu rasa malu.
2. Tekanan publik dan pengawasan media. Tekanan publik dan media membantu menjaga perilaku etis dengan mengungkap pelanggaran nilai. Hal ini mendorong individu dan organisasi untuk bertindak secara etis demi menghindari hukuman sosial.
3. Akuntabilitas hukum. Hukum dan peraturan memastikan norma etika dihormati. Pelanggaran hukum berakibat pada sanksi hukum, mendorong orang untuk mematuhi etika.
4. Tanggung jawab sosial dan dampak pada masyarakat. Rasa tanggung jawab sosial mendorong individu mempertimbangkan dampak tindakan mereka pada masyarakat. Ini memicu rasa malu jika merugikan banyak orang.
5. Norma sosial dan budaya. Norma sosial menciptakan harapan perilaku yang dapat diterima. Pelanggaran norma ini dapat menyebabkan isolasi sosial dan rasa malu.
6. Tanggung jawab pribadi dan kesadaran akan tugas. Individu yang bertanggung jawab dan sadar akan tugasnya merasa malu jika melanggar prinsip-prinsip etika.
7. Reputasi dan karier. Reputasi dan karier yang baik dihargai. Merusak reputasi dapat berdampak negatif, mendorong perilaku etis.
8. Tekanan dari rekan dan atasan. Dukungan rekan sekerja dan atasan yang menekankan etika memengaruhi perilaku individu.
9. Norma Etika dan Kode Etik Profesional: Banyak profesi memiliki kode etik yang mengatur perilaku. Melanggar kode etik dapat berakibat pada sanksi, termasuk rasa malu.

Pemahaman yang mendalam tentang faktor-faktor ini membantu memperkuat budaya etika dan integritas di lembaga pemerintahan. Ini adalah langkah penting dalam membangun kembali kepercayaan dan wibawa.

Mengukur Rasa Malu

Dalam upaya menjaga dan membangun budaya rasa malu di kalangan pejabat dan birokrat, sangat penting untuk memiliki alat dan metode untuk mengukur tingkat kepatuhan terhadap etika dan integritas. Berikut adalah beberapa metode yang digunakan untuk mengukur rasa malu:
1. Survei opini publik. Tanyakan kepada masyarakat bagaimana mereka melihat etika dan integritas pejabat. Hasil survei dapat membantu identifikasi area yang perlu perbaikan.
2. Indeks korupsi. Kita bisa menggunakan indeks korupsi yang umum digunakan untuk melihat tingkat korupsi di negara. Penurunan indeks ini bisa menjadi tanda positif.
3. Laporan media. Perhatikan bagaimana dampak dan luasan liputan media terkait tindakan tidak etis. Media juga bisa membantu mempromosikan nilai-nilai etika.
4. Penilaian etika dan integritas. Lebih bijak dan tepat, bila dilakukan penilaian etika oleh pihak internal atau eksternal untuk mengukur kualitas perilaku dan kepatuhan terhadap etika.
5. Laporan inspeksi dan pengawasan internal. Gunakan laporan dari unit inspeksi dan pengawasan internal dan auditor untuk memantau kinerja pejabat dalam menjaga rasa malu.
6. Pemeringkatan "Service Level". Gunakan pemeringkatan untuk mengukur sejauh mana layanan publik memenuhi standar etika dan integritas. Penilaian ini mencakup aspek seperti kecepatan, keamanan, kualitas, dan keadilan dalam layanan publik. Pemeringkatan ini dapat memberikan umpan balik tentang tingkat rasa malu dalam pelayanan publik.

Dengan menggunakan berbagai metode ini, pemerintah dapat secara efektif mengukur rasa malu di kalangan pejabat dan birokrat. Data yang diperoleh dari berbagai sumber ini dapat membantu dalam merancang program-program dan kebijakan yang bertujuan untuk memperkuat budaya rasa malu dan integritas di seluruh sektor pelayanan publik.

Peran Rasa Malu dalam Budaya dan Agama

Salah satu contoh praktik terbaik dalam menjunjung nilai integritas, bisa dilihat di budaya Jepang. Dalam budaya Jepang, rasa malu bukanlah konsep yang asing. Sebaliknya, budaya Jepang telah lama menghargai rasa malu sebagai salah satu pilar moral yang kuat. Dalam budaya Jepang, rasa malu disebut sebagai "haji" atau "honne," yang mencerminkan rasa malu atas tindakan yang melanggar norma sosial atau etika.

Rasa malu juga tumpang tindih dengan konsep "giri," yang merujuk pada kewajiban moral dan sosial untuk mematuhi norma-norma yang ada. Dalam budaya Jepang, merasa malu karena melanggar giri adalah hal yang serius dan dapat membahayakan reputasi seseorang.

Selain itu, agama juga memainkan peran penting dalam memahami rasa malu. Dalam agama-agama tertentu, rasa malu dapat menjadi bentuk penyesalan atau pertobatan atas tindakan-tindakan yang dianggap salah. Agama juga mengajarkan pentingnya mempertahankan integritas moral dan etika pribadi.

Dengan pengaruh yang kuat dari budaya dan agama, rasa malu menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat Jepang dan memainkan peran penting dalam mempertahankan norma sosial dan etika.

Dampak Hilangnya Rasa dan Budaya Malu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun