Saya tersenyum, dan menjelaskan, "Kemungkinan mereka memang hebat, tetapi kehebatan mereka lebih didasarkan pada almamater mereka. Jangan hanya terpaku pada reputasi dan nama besar mereka. Jangan terganggu juga dengan jumlah dua tim yang dikirimkan oleh masing-masing universitas dan institut terkemuka. Lebih baik, ingat ini : fokuslah pada potensi dan peluang yang ada dalam dirimu dan timmu sendiri. Ingat juga, kamu sudah meminta izin tak ikut kuliah reguler hanya semata untuk mempersiapkan kompetisi ini. Artinya, amanah di pundakmu sekarang kian besar! Suka atau tidak suka, siap atau tidak siap, kini kamu membawa nama baik almamatermu!"
Setelah berbincang lebih panjang, ia mulai merasakan urgensi untuk fokus pada kekuatan dan potensi yang dimilikinya, pada teamnya. Namun, saya ingin mengajukan pertanyaan yang lebih dalam lagi.
"Berapa orang dalam timmu yang akan ikut?" tanya saya.
"Dua orang," jawabnya singkat.
Saya memancing lebih lanjut, "Mengapa tidak tiga, atau bahkan lima orang? Apakah tidak lebih baik memiliki beberapa sudut pandang dan ide dalam timmu dengan membentuk 3 hingga 5 orang ?"
Dia terdiam sejenak, tampak tergugah oleh pertanyaan tersebut.
"Sulit mencari anggota tim dengan chemistry yang sesuai dalam waktu singkat," katanya. Hmm... bener juga, tapi kan alasan sengaja diciptakan untuk masuk akal.
"Namun, ingatlah core valuesmu," saya menegaskan. "Optimistic, Smart, Visionary, Takwa & Hard Worker, bukan? Mengapa tidak mengaplikasikan nilai-nilai ini dengan lebih besar, termasuk mencari teman dengan chemistry yang sesuai? Ya udah, kalau hanya berdua saja dan itu dirasa yakin, lakukan saja. Take action, jangan buang-buang waktu!"
Dia mengangguk mengerti dan berjanji akan menerapkan nilai-nilai tersebut dalam timnya.
Dalam hari-hari berikutnya, saya mengiriminya pesan-pesan motivasi dan inspirasi hampir setiap hari. Kata-kata penyemangat di whatsapp, dan konsep-konsep di Telegram. Siapa tahu, itu memberinya ide dan mempertajam analisisnya nanti. Tak hanya itu, saya pun berbagi kutipan-kutipan penuh semangat, puisi-puisi menginspirasi, dan kata-kata spontan yang muncul dari hati saya.
Pada Sabtu pagi pukul 08.10, ia mengirimkan sebuah foto. Dia sedang makan di sebuah warung, dan di dekatnya terdapat sebuah kotak amal dengan tulisan, "Wahai Saudaraku, Beramallah Mungpung Masih Ada Umur." Saya yakin, dia telah bersedekah dan mengingatkan dirinya akan tujuan yang lebih besar.