Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Agung MSG adalah seorang trainer dan coach berpengalaman di bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di 93 kota di 22 provinsi di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Dengan pengalaman memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di 62 kota di Indonesia, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Prestasiawan dan Pecundang: Menyikapi Tipu Daya Iri dan Dengki

7 Juli 2023   06:03 Diperbarui: 7 Juli 2023   06:55 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Pecundang mencoba menutupi kelemahan diri dengan omong kosong dan kebohongan, tapi prestasi nyata, data, dan sejarah tak pernah berdusta."

Ketika prestasi seseorang dihadapkan pada iri dan dengki, muncullah berbagai cara dan justifikasi. Membenci itu menolak mengerti dan memahami. Itu watak, seperti kedunguan yang terpatri. Namun, sadarlah bahwa ini bukanlah tentang siapa yang lebih lihai memberikan kias, penjelas, atau pun serangan verbal, tetapi lebih pada permasalahan dalam mentalitas.

Ketika individu berprestasi dianggap sebagai lawan dan permusuhan, sebenarnya itu hanya merupakan ekspresi kekecewaan dan ketidakmampuan. Karena pada dasarnya, mereka yang merasa terancam sedang menunjukkan kemiskinan prestasi dengan menyembunyikannya di balik alasan-alasan tak terhingga, dan mengada-ngada. Jadi, janganlah heran bila ada orang yang selalu merendahkan untuk mencari pujian. Itu sama saja dengan terus meninggikan orang yang mereka lawan dengan segala ketidaksukaan.

Hanya pecundang yang mencoba menutupi kelemahan dan kekurangan diri dengan omong kosong dan bohong. Mereka tidak menghasilkan karya nyata atau prestasi yang mengagumkan. Mereka menggunakan data palsu, rekayasa, kekuasaan yang dipolitisir, taktik reframing, dan cara-cara busuk lainnya. Mereka tidak menyadari bahwa tindakan seperti ini hanya semakin mempermalukan diri mereka sebagai pecundang sejati. Dari sini, kita bisa memaklumi, siapakah pihak yang sebenarnya sakit hati, atau barisan sakit hati ?

Ya, para pecundang itu selalu mencari celah dan menginterupsi percakapan dengan sikap arogan. Mereka menyamar dengan agitasi, berbagai modus operandi dan alasan palsu, mereka berbohong pada diri sendiri, hanya untuk menyembunyikan ketidakmampuan mereka sendiri.

Mereka mencari-cari kesalahan orang lain. Mereka mengumpulkan "kotoran" mereka sendiri dan menumpahkannya pada orang-orang yang membuat mereka iri dan dengki. Mereka menciptakan citra buruk, menghambat, dan menggunakan berbagai cara kotor lainnya. Sebenarnya, mereka adalah barisan sejati orang yang penuh kekecewaan, caci maki, dan kehinaan diri.

Karena itu, jawablah perlakuan yang hina dengan karya, dan yang merendahkan dengan prestasi dan karya nyata. Lalu, tetap bersikaplah rendah hati saat prestasi itu diakui dunia. Bekerjalah dengan senyap, dan biarlah fakta yang bisa menjawab serangan rasa iri dan dengki dengan kerendahan hati, dan dengan karya serta prestasi yang nyata. Biarkan seluruh dunia melihat, siapa yang bertindak dengan kebaikan, kebenaran, kecerdasan, dan kebijaksanaan, dan siapa yang hanya berusaha dengan hawa nafsu dan ketidaktahuan.

Mari kita ajarkan ketegasan dengan integritas yang berkelanjutan. Bukan hanya dengan ucapan kosong yang sekedar setipis tisu di permukaan. Rawatlah akal sehat, lalu kedepankan riset dan kelayakan dengan data dan fakta, bukan kepentingan tersembunyi dan cocokologi.

Bersama-sama, kita bangun diri, keluarga, bangsa dan negara ini, menjadi negeri yang indah dengan integritas. Lalu, kelola sang diri, keluarga dan negara dengan sungguh-sungguh, dan serius. Berdedikasilah dengan dasar dari lima sila yang harus selalu ada. Karena dengan cara ini, kita dapat maju, mandiri, dan mencapai prestasi yang nyata.

Bangsa kita adalah bangsa yang besar. Negeri ini memiliki potensi yang sangat besar, terutama jika dijalani dengan integritas tanpa batas. Anak-anak negeri ini cerdas dan berbakat. Banyak karya anak-anak negeri yang telah menghiasi sejarah dunia melalui prestasi luar biasa. Inilah yang membuat ibu pertiwi menjadi bahagia.

Ketika kesempatan dan dukungan diberikan kepada individu yang berbakat, kita dapat membangun tanpa terbelenggu utang. Dengan tegak berdiri dengan kewibawaan, kita bersama-sama menjadi satria yang mencintai pasukan dan rakyatnya.

Bukalah sejarah, data, dan karya-karya para prestasiwan Indonesia. Berikan kesempatan, doa, dan dukungan kepada mereka. Kolaborasi adalah kunci. Integrity adalah harga mati.

Sumber daya alam adalah anugrah, bukan untuk dijual murah demi hawa nafsu yang menggoda. Jika kita mengelola sumber daya alam dengan baik, benar, cerdas, dan berkelanjutan untuk kepentingan semua, maka rahmat dan perlindungan akan turun dengan sendirinya. Sebuah negeri yang mengumpulkan kebaikan alam dan perilaku penduduknya, baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur.

Mari kita bangun negeri ini dengan niat baik. Dengan integritas, kesungguhan, dan keseriusan. Dengan kerja keras, dedikasi penuh, kolaborasi, dan kecerdasan. Jauhkanlah kita dari penjualan sumber daya alam dan jeratan utang yang semakin dalam. Jadilah satria sejati yang mandiri dan merdeka, yang mencintai negeri, pasukan dan rakyatnya.

Karena itulah, mari kita bersatu, menyamakan vibrasi hati, dan bergandeng tangan. Jadilah prestasiawan. Jadilah prestasiawan, jadilah negarawan, dan jadilah bangsawan. Jadilah juara dan pembawa prestasi. Tinggalkan pecundang dan mereka yang suka berbasa-basi. Saatnya kita bangkit dan bergerak maju sejajar, menuju kemajuan yang sama dan berkeadilan. Pilihlah yang terbaik. Orang-orang dan pihak-pihak yang membawa aura positif, kebaikan, dan yang benar sejak awal, yang berkontribusi dan mampu mengubah keadaan. Kita semua ingin perubahan nyata menuju kebaikan dan kesejahteraan yang mengharumkan bunga, dan memfitrikan jiwa. Juga mempesonakan desiran nyiur melambai, dan bersama bertepuk tangan dengan bahagia yang membahana. Lalu, bersujud syukur karena kelimpahan dan keberlimpahan-Nya.

Namun, kita juga perlu waspada dan bahkan takut jika gaya iri-dendam ini diturunkan dan diwariskan kepada generasi berikutnya. Oleh karena itu, budaya ketidakadilan dan arogansi kekuasaan harus dihentikan dan digantikan. Pembohong tak pantas menjadi panutan, karena janji-janji yang diingkari sudah terlalu banyak dan berlebihan.

Sekaranglah saatnya kita bersama-sama merangkai lima sila dengan damai. Jangan menyanyikan lagu yang mempesona dengan suara serak dan kebohongan. Janganlah merasa malu untuk mengakui prestasi orang lain atau pihak lain hanya karena iri dan dengki. Sambutlah dengan ucapan selamat dan dukungan sepenuh hati. Lalu, berlomba-lombalah dengan karya, ide, konsep, dan prestasi. Karena kebodohan mudah terlihat, sebagaimana prestasi yang indah juga akan terus dikenang. 

Allah Maha Menghitung, Maha Mengetahui dan Maha Menyaksikan. Biarkan Allah Yang Maha Menggenggam Segala Kebaikan yang akan membalasnya dengan kebaikan, kesejahteraan, dan keberlimpahan. Hanya kepada-Nya kita mengabdi, dan hanya kepada-Nya kita kembali.

Salam hangat dari hati,
Anak Pecinta Negeri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun