Staf Khusus Menteri Keuangan (Kemenkeu) baru-baru ini seringkali terlibat dalam beberapa kasus yang mengundang permintaan maaf kepada masyarakat. Salah satu kasus yang memicu permintaan maaf adalah kasus "palak" piala lomba dan koper anak Gus Dur yang diobrak-abrik. Selain itu, ada beberapa keluhan bea cukai dan pajak yang disampaikan oleh masyarakat terhadap Kemenkeu.
Sejumlah kasus tersebut dapat berdampak negatif terhadap citra Ditjen Bea Cukai dan Kemenkeu. Banyak masyarakat yang merasa kesal dan tidak puas dengan pelayanan buruk yang mereka terima, sehingga memberikan ungkapan kepada mereka sebagai pegawai "Kementerian Sultan".Â
Citra Ditjen Bea Cukai dan Kemenkeu dapat tercoreng akibat kasus-kasus tersebut, sehingga dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tersebut.
Dalam kasus terbaru, Ditjen Bea Cukai Kemenkeu terlibat dalam kasus memalukan yang melibatkan cuitan seorang pegawai Ditjen Bea Cukai yang dianggap tidak pantas di media sosial.Â
Hal ini menunjukkan adanya kekurangan dalam manajemen dan pengawasan terhadap pegawai di Ditjen Bea Cukai Kemenkeu, serta kurangnya penekanan pada etika kerja dan sopan santun dalam penggunaan media sosial.
Permintaan maaf publik yang dilakukan oleh Kemenkeu sebenarnya tidak cukup untuk memperbaiki citra yang telah rusak.
Oleh karena itu, penting untuk melakukan pembenahan pada aspek sistem, leadership dan individu secara bersamaan untuk meningkatkan pelayanan publik.Â
Aspek individu seperti kompetensi, profesionalitas, dan tunjangan harus ditingkatkan, tetapi jika sistem penilaian kinerja dan akuntabilitasnya tidak mapan, maka perbaikan pada individu tidak akan efektif. Oleh karena itu, perbaikan pada ketiga aspek tersebut harus dilakukan secara bersamaan untuk mencapai hasil yang lebih baik.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Zuliansyah, menilai bahwa permintaan maaf kepada publik yang mendapatkan pelayanan buruk dari penyelenggara pelayanan tidak cukup.Â
Zuliansyah, khawatir bahwa apa yang diungkapkan oleh para warganet hanya "fenomena gunung es". Dia menuntut "asesmen ulang" terhadap implementasi pelaksanaan standar pelayanan minimal yang diberlakukan kementerian terkait.